Sunday, May 29, 2011

Jangan Sampai Kejangkitan 'ANOMALI SELEKTIF MEMORI' !

Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 29 Mei 2011
------------------------------


MEMPERINGATI SETENGAH ABAD “AMNESTY INTERSIONAL” < Bagian 2 >


Kemarin, 28 Mei 2011, bertepatan dengan Setengah Abad Berdirinya “Amnesty International”, telah disiarkan (ulang) sebuah seruan kepada AMNESTY INTERNTIONAL untuk TIDAK MELUPAKAN KORBAN PERISTIWA PEMBUNUHAN MASAL 1965. Seruan tsb ditulis dan disiarkan dalam bahasa Inggris. Dialamatkan keada “AMNESTY INTERNATIONAL”. Baik yang di Belanda maupun untuk pusat gerakan dan organisasi AI di London.


Di bawah ini, masih dalam rangka LIMAPULUH TAHUN BERDIRINYA “AMNESTY INTERNATIONAL”, disiarkan (ulang) sebuah tulisan tertanggal 18 Mei 2009.


Pada akhir surat saya kepada AI Nederland, saya minta: Agar ketua sidang Rapat Umum Tahunan Amnesty International, 20 Juni 2009, dan Ketua Amnesty International Nederland, memberikan perhatian pada masalah-masalahseperti yang dibeberkan diatas, paling tidak ------ di dalam pidato pembukaan mereka.


* * *


Sayang, permintaan sederhanal tsb diatas agar menyebut kasus Peristiwa 1965, sebagai pelanggaran HAM yang masih belum ditangani di Indonesia, TELAH DITOLAK. Ketua AI Nederland, maupun ketua sidang, berkeberatan menyebut khusus kasus PERISTIWA 1965 dalam pidato pembukaannya.


* * *


Di bawah ini imbauan kepada Amnesty International, DUA TAHUN YANG LALU.


Sebuah CANANG Bagi AMNESTY INTERNATIONAL;
Jangan Sampai Kejangkitan 'ANOMALI SELEKTIF MEMORI' ! <
Kolom IBRAHIM ISA 18 Mei 2009>


Dalam kehidupan politik, lebih-lebih dalam situasi pergolakan atau perubahan
besar, anomali yang amat merugikan kepentingan rakyat banyak, ialah anomali
'selektif memori'. Yang dimaksudkan di sini ialah budaya melupakan yang tidak
hendak diingat lagi. Yang menyangkut hal-hal atau kejadian yang oleh yang
bersangkutan, lebih suka dilupakan saja. Let bygones be bygones. Bila yang kena
'anomali' itu, adalah kaum politisi, sejarawan atau pengamat politik, kerugian
yang ditimbulkan menjadi lebih luas dan lebih gawat.

Semakin merugikan, bila 'anomali' itu menjangkiti suatu organisasi masyarakat
yang mengaku didirikannya demi kepentingan pemberlakuan hak-hak azasi manusia.
Demi kebenaran dan keadilan.

Surat terbuka yang dikirimkan kepada Amnesty International, berkenaan dengan
akan diadakannya Rapat Umum Tahunan 2009 Amnesty International afdeling
Nederland, bertujuan agar organisasi kemanusiaan seperti Amnesty International,
jangan sampai kejangkitan 'ANOMALI SELEKTIF MEMORI'.

Tegasnya surat ini bertujuan agar Amnesty International tidak melupakan apa yang
terjadi pada tahun-tahun 1965, '66, '67 di Indonesia, ketika berlangsung
pembunuhan masal atas hampir 3 juta orang-orang tak bersalah, oleh kelompok
militer Jendral Suharto.

Lengkapnnya isi surat tsb, yang ditulis dalam bahasa Belanda serta terjemahannya
dalam bahasa Indonesia, adalah sbb:

SEBUAH USUL kepada AMNESTY INTERNATIONAL
IBRAHIM ISA, --Anggota AI Nederland, No 8351805

Kepada Yth.
Ketua Amnesty International Afd. Nederland
Pengurus Amnesty International Afd. Nederland
Ny. Sandra Lutchman,

Ketua Sidang Rapat Umum 2009 AI NederlanD
Para anggota Pengurus Yth.,
Ny. Ketua,
Para Anggota AI Nederland

Hari Sabtu, 20 Juni 2009, yang akan datang, akan berlangsung Rapat Umum Tahunan
Amnesty International, di de Flint Amersfoort. Sebagai anggota Amnesty
Internaional Nederland, saya sudah mendapat undangan dan bahan-bahan untuk Rapat
Umum Tahunan tsb.

Seyogianya kita bersikap jujur. Konferensi satu hari dengan demikian banyak
anggota dan dengan topik HAK-HAK AZASI MANUSIA, pasti tidak cukup.

Inilah sebab utama mengapa saya menulis surat terbuka ini kepada Ketua dan semua
Anggota Pengurus Amnesty International Nederland dan kepada ketua sidang Rapat
Anggota Tahunan 2009, Ny. Sandra Lutchman.

Amnesty International memperjuangkan satu dunia dimana semua orang menikmati
semua hak sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Umum Hak-Hak Azasi Manusia dan
di semua dokumen international lainnya. Selanjutnya Amnesty International
melakukan penelitian dan melancarkan aksi tertuju pada melawan dan menghentikan
pelanggaran serius atas semua hak-hak tsb.

Sejak bertahun-tahun lamanya, sahabat-sahabat saya di Indonesia yang
berkepedulian dan aktif dalam kegiatan untuk diberlakukannya hak-hak manusia di
Indonesia, dan saya pribadi, telah melakukan imbauan kepada UNHCHR (United
Nations High Commisiion for Human Rights), dan kepada Kofi Annan, mantan Sekjen
PBB, agar memberikan perhatian lebih besar pada para korban pelanggaran hak-hak
manusia secara besar-besaran, di sepanjang waktu di Indonesia, pada saat
terjadinya pembunuhan masal pada tahun-tahun 1965-66-67. Sampai pada saat ini
para pemimpin dan orang-orang dari rezim yang bertanggungjawab untuk pembunuhan
masal 1965, masih bebas.

Saya tidak minta agar Amnesty International membuat resolusi atau suatu 'seruan'
kepada pemerintah Indonesia agar memberlakukan hak-hak azasi manusia di
Indonesia. Tetapi suatu penelitian dan studi yang serius sekitar para korban
genoside 1965, sangat diharapkan.

Selanjutnya, saya minta perhatian terhadap nasib sekitar 20 juta eks-TAPOL dan
keluarga mereka di INDONESIA – korban genoside 1965-'66-'67. Mereka secara
sewenang-wenang dituduh bersalah terlibat dengan apa yang dikatakan kudeta G30S.
Sejak itu hak-hak kewarganegaraan dan hak-hak politik mereka dicabut dan sampai
hari ini tidak dipulihkan. Mereka selanjutnya didiskriminasi dan distigmatisasi
untuk seumur hidup.

Apa yang kami, para aktivis hak-hak manusia di Indonesia, minta, adalah:

Agar ketua sidang Rapat Umum Tahunan Amnesty International, 20 Juni 2009, dan
Ketua Amnesty International Nederland, memberikan perhatian pada masalah-masalah
seperti yang dibeberkan diatas, paling tidak ------ di dalam pidato pembukaan mereka.Banyak terima kasih atas perhatian Anda-Anda,
Ibrahim Isa

*) I.Isa adalah Publisis dan Sekretaris Stichting Wertheim, Amsterdam.

* * *



No comments: