Friday, May 11, 2012

QUO VADIS KOMNASHAM – – – ??


Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 11 Mei 202
-----------------------------

QUO VADIS KOMNASHAM – – – ??
MASIH SAJA “IMPOTEN” ?? -- MANDUL??
MENGECEWAKAN?? MEMBOSANKAN?? . . . .
MENINA BOBOKKAN??

MENJANJIKAN HARAPAN HAMPA?? . . . . .

* * *

Quo Vadis KomnasHAM --- Masih Saja “Impoten”?? -- “Mandul”?? -- Mengecewakan?? -- Membosankan?? -- Menina bobokkan?? -- Menjanjikan harapan hampa?? . . . . MENIPU??

Untuk mengingat kembali apa tujuan straegis, silakan simak kembali apa yang pernah diumumkan oleh KomnasHAM. Klik sendiri di situs KomnasHAM. Salah satu tujuan strategisnya adalah: Memperkuat kesadaran aparat Negara dan civil society tentang pentingnya perlindungan dan pemajuan HAM; Mendorong reformasi dan supremasi hokum berbasis HAM; Terwujudnya lembaga yang mandiri dan terpercaya dalam perlindungan, pemajuan dan penegakan HAM. Terakhir diperbaharui (Jum'at, 07 January 2011 21:57).

Kalimat-kalimat indah yang tercetak dan tersiar sebagai tujuan strategis, visi dan misi KomnasHAM, praktis tak punya arti dan dampak samasekali dalam sepak-terjangnya sehari-hari, dalam kegiatan aktuil KomnasHAM.

Apa yang terjadi beberapa hari belakangan ini lagi-lagi menunjukkan kemandulan dan “mpotensi´ badan hak-hak azasi manusia KomnasHAM.



* * *

Judul di atas kiranya tidak berkelebihan. Samasekali tidak melanggar etika jurnalistik! Karena apa yang dikemukakan diatas adalah keadaan sebenarnya. Bejo Untung, Ketua YPKP 65 menguraikan apa yang terjadi dengan KomansHAM tsb. a.l dalam kalimat-kalimat berikut ini.


Lagi, Komnas HAM Ingkar Janji . KomnasHAM kembali tidak menepati janjinya untuk mengumumkan hasil investigasinya tentang kasus Tragedi Kemanusiaan 1965/1966.

Stanley yang bertindak sebagai juru bicara Komnas HAM menjelaskan: Pembahasan Laporan Akhir Tim Ad Hoc Pelanggaran HAM Berat 1965-1966 akan dilaksanakan dan diputuskan pada Sidang Paripurna Khusus tanggal 4 – 6 Juni 2012. Dikatakan bahwa penundaan itu disebabkan oleh Ifdal Kasim selaku Ketua Komnas HAM dan Ridha Saleh selaku Wakil Komnas tidak hadir dalam Sidang Paripurna. Mereka sedang bertugas ke Malaysia untuk mengikuti investigasi berkaitan kematian TKI.

Siapapun sulit sekali menerima alasan (“dalih”?) penundaan suatu penanganan kasus yang sudah hampir setengah abad terjadi ( Kasus Pelanggaran HAM Berat 1965-1966).

Stanley juga menjelaskan, bahwa Sidang Pleno 08 Mei 2012 sesungguhnya sudah memenuhi quorum, tetapi mengingat pembahasan masalah Pelanggaran HAM 1965/1966 dinilai berat karena bersifat massive, maka Sidang memutuskan untuk menundanya. Lalu dijanjikan Sidang Pleno pada 4-6 Juni 2012 akan dihadiri Ketua dan Wakil Ketuanya serta seluruh Anggota Komnas HAM agar keputusannya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Stanley menjamin pada Sidang Paripurna Khusus nanti tidak akan ada alasan lagi untuk menundanya. Dari janji ke janji. . . . dari penundaan kepenundaan!

Penundaan Sidang Paripurna tsb mendapat kecaman para Korban. Bagaimana mungkin, sidang yang sudah dijadwalkan 3 bulan yang lalu dan pembahasan ini sudah ditunda hingga 3 kali dan hari ini adalah yang ke 4 kalinya. Masih ditunda dan diulur-ulur lagi.

* * *

Apa lagi yang masih kurang jelas mengenai PELANGGARA HAM TERBESAR DAN TERBERAT PERIODE 65-66? Agus Triyono (Jakarta Globe, 18 Jan, 2012) menyatakan bahwa investigasi telah menuyimpulkan bahwa mantan Presiden Suharto adalah tokoh yang paling bertanggung-jawab atas pelanggaran hak-hak manusia selama periode pembunuhan masal tahun-tahun 1956-1956. Demikian diumumkan oleh KomnasHAM.

Ditegaskan bahwa ”Salah seorang dari mereka yang bertanggung-jawab adalah Suharto” . Karena jendral tsb adalah yang bertnggung-jawab mengenai masalah keamanan waktu itu. Ini dinyatakan oleh Yoseph Adi Prasetyo, salah seorang komisioner KomnasHAM.

Laporan tsb diluncurkan dengan bantuan sejumlah besar korban pelanggaran tsb, yang hadir di Jakarta . Yoseph mengatakan bahwa KomnasHAM telah menampaikan pendapat awal tsb kepada DPR ketika diadakan Sidang Pleno DPR. Namun sementara anggota DPR minta laporan tsb dilengkapi dan “dipertajam”. Saran para anggorta DPR tsb mengundang komentar bahwa itu sekadar taktik untuk “mengulur-ulur” dan “,menunda-nunda” saja.

Jakarta Globe selanjutnya menulis bahwa para korban pelanggaran hukum 1965-65 dan para keluarga mereka telah bertahun-tahun lamanya menghubungi KomnasHAM, mendesak agar dilakukan investigasi selanjutnya memberikan laporan kepada masyarakat. Yang disesalkan oleh para korban ialah, bahwa, sekalipun dilakukan investigasi untuk tiga tahun lamanya, tampaknya KomnasHAM makin jauh dari tanggung-jawabnya untuk mengumumkan hasil-hasil investigasi yang mereka lakukan.

Haris Azhar, kordinator KONTRAS, menyatakan, “tampaknya KomnasHAM sengaja mengundur-undur”.

* * *

Sementara itu IKOHI Indonesia dan beberapa LSM hak-hak Manusia lainnya, mengeluarkan pernyataan mengecam keras KomnasHAM yang lagi-lagi telah menunda penanganan kasus Pelanggaran HAM berat 1965-66. Silakan baca pernyataan tsb di bawah ini:

* * *


UMUMKAN HASIL PENYELIDIKAN PRO JUSTISIA TRAGEDI 1965/1966;
PASTIKAN TRAGEDI 1965/1966 PELANGGARAN HAM BERAT

Tindakan Komnas HAM menunda secara terus menerus keputusan hasil penyelidikan pro justisiapelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966 telah menghambat korban untuk mendapatkan kepastian hukum. Empat tahun proses penyelelidikan (2008) dan empat kali penundaan keputusan Paripurna bukan waktu yang singkat bagi korban peristiwa 1965/1966 yang mayoritas telah berusia lanjut untuk menantikan lahirnya hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM.

Sejumlah alasan pembenar Komnas HAM untuk terus menunda memutuskan hasil laporan harus segera diahiri. Pasal 28D ayat (1) menyebutkan "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum". Alasan formil maupun materil tidak boleh menjadi penghalang terhadap substansi keadilan. Korban peristiwa 1965/1966 berhak mendapatkan akses keadilan yang cepat dan setara. Negara wajib memberikan hak atas pengungkapan kebenaran, rehabilitasi dan reparasi, serta jaminan terhindar dari pengulangan peristiwa serupa di masa depan terhadap para korban pelanggaran HAM berat.

Komnas HAM dan semua institusi negara hendaknya tidak menutup mata bahwa tragedi Kemanusiaan 1965/1966 mencakup beberapa unsur kejahatan terhadap kemanusiaan karena terjadi dalam skala meluas, sistematis yang melibatkan institusi Negara yaitu aparat militer, polisi dan aparat pemerintah. Pelanggaran HAM tersebut berupa pembunuhan massal, penghilangan manusia secara paksa, pembunuhan tanpa proses hukum, penculikan, pemerkosaan/pelecehan seksual, penyiksaan, penahanan dalam jangka waktu tidak terbatas (12-14 tahun), pemaksaan kerja tanpa diupah, diskriminasi hak-hak dasar warga Negara (politik, ekonomi, social, budaya serta hukum), perampokan harta benda milik korban, pencabutan paspor tanpa proses pengadilan, pengalihan hak kepemilikan tanah secara tidak sah, pemecatan pekerjaan, pencabutan hak pensiun, pencabutan hak sebagai pahlawan Nasional, pengucilan dan pembuangan, dsb.nya.

Diperkiraan 500.000 sampai 3.000.000 jiwa terbunuh pada tragedI kemanusiaan 1965/66 dan 20.000.000 orang korban bersama keluarganya yang masih hidup menderita stigma serta diskriminasi oleh penguasa.

Kejadian ini berlangsung selama 46 tahun sejak 1965 hingga hari ini, Negara/Pemerintah belum ada niat untuk mengungkap dan menuntaskan persoalan yang menimbulkan kesengsaraan jutaan orang yang tidak bersalah tersebut. Malahan ada indikasi Negara/Pemerintah ingin melupakan dan mengabaikan tindak kekerasan mau pun pelanggaran HAM tragedi kemanusiaan 1965/1966.

Hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM amat penting untuk membuka jalan penuntasan kasus 1965/1966 secara menyeluruh. Para Korban 1965 kini sudah tua renta dan bahkan sudah banyak yang meninggal dunia. Para Korban menuntut kejelasan dan kepastian hukum, karena pada umumnya Korban mengalami penahanan, pembuangan tidak berdasarkan putusan pengadilan. Selagi para Korban dan saksi Korban masih hidup, saatnya untuk mengungkap tragedi kemanusiaan secara benar, karena dengan mengungkap kebenaran kita tidak ingin mewariskan ketidakjelasan/kebohongan kepada generasi penerus dan mencegah terjadinya keberulangan peristiwa serupa

Atas dasar itu, kami para Korban/Keluarga Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 mendesak Sidang Paripurna :

Menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam Peristiwa 1965/1966
Mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka
Menindaklanjuti hasil penyelidikan pro justisia peristiwa 1965/1966 dengan merekomendasikan Presiden untuk mengeluarkan kebijakan rehabilitasi bagi korban 1965/1966, menyerahkan hasil penyelidikan pro justisia kepada Jaksa Agung.

Jakarta, 8 Mei 2012
Korban Pelanggaran HAM Berat Tragedi kemanusiaan1965/1966
Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR KROB)
Yayasan Penelitian Korban Pembantaian 1965 (YPKP 65)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)


* * *

No comments: