Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 11 Mei 202
-----------------------------
QUO VADIS KOMNASHAM –
– – ??
MASIH SAJA “IMPOTEN”
?? -- MANDUL??
MENGECEWAKAN??
MEMBOSANKAN?? . . . .
MENINA BOBOKKAN??
MENJANJIKAN HARAPAN
HAMPA?? . . . . .
* * *
Quo
Vadis KomnasHAM --- Masih Saja “Impoten”?? -- “Mandul”?? --
Mengecewakan?? -- Membosankan?? -- Menina bobokkan?? -- Menjanjikan
harapan hampa?? . . . . MENIPU??
Untuk mengingat kembali
apa tujuan straegis, silakan simak kembali apa yang pernah diumumkan
oleh KomnasHAM. Klik sendiri di situs KomnasHAM. Salah satu tujuan
strategisnya adalah: Memperkuat
kesadaran aparat Negara dan civil society tentang pentingnya
perlindungan dan pemajuan HAM; Mendorong
reformasi dan supremasi hokum berbasis HAM;
Terwujudnya
lembaga yang mandiri dan terpercaya dalam perlindungan, pemajuan dan
penegakan HAM. Terakhir
diperbaharui (Jum'at, 07 January 2011 21:57).
Kalimat-kalimat indah yang
tercetak dan tersiar sebagai tujuan strategis, visi dan misi
KomnasHAM, praktis tak punya arti dan dampak samasekali dalam
sepak-terjangnya sehari-hari, dalam kegiatan aktuil KomnasHAM.
Apa yang terjadi beberapa
hari belakangan ini lagi-lagi menunjukkan kemandulan dan “mpotensi´
badan hak-hak azasi manusia KomnasHAM.
* * *
Judul di atas kiranya tidak berkelebihan. Samasekali tidak melanggar etika jurnalistik! Karena apa yang dikemukakan diatas adalah keadaan sebenarnya. Bejo Untung, Ketua YPKP 65 menguraikan apa yang terjadi dengan KomansHAM tsb. a.l dalam kalimat-kalimat berikut ini.
Lagi, Komnas HAM Ingkar
Janji . KomnasHAM kembali tidak menepati janjinya untuk
mengumumkan hasil investigasinya tentang kasus Tragedi Kemanusiaan
1965/1966.
Stanley yang bertindak
sebagai juru bicara Komnas HAM menjelaskan: Pembahasan Laporan Akhir
Tim Ad Hoc Pelanggaran HAM Berat 1965-1966 akan dilaksanakan dan
diputuskan pada Sidang Paripurna Khusus tanggal 4 – 6 Juni 2012.
Dikatakan bahwa penundaan itu disebabkan oleh Ifdal Kasim selaku
Ketua Komnas HAM dan Ridha Saleh selaku Wakil Komnas tidak hadir
dalam Sidang Paripurna. Mereka sedang bertugas ke Malaysia untuk
mengikuti investigasi berkaitan kematian TKI.
Siapapun sulit sekali
menerima alasan (“dalih”?) penundaan suatu penanganan kasus yang
sudah hampir setengah abad terjadi ( Kasus Pelanggaran HAM Berat
1965-1966).
Stanley juga menjelaskan,
bahwa Sidang Pleno 08 Mei 2012 sesungguhnya sudah memenuhi quorum,
tetapi mengingat pembahasan masalah Pelanggaran HAM 1965/1966 dinilai
berat karena bersifat massive, maka Sidang memutuskan untuk
menundanya. Lalu dijanjikan Sidang Pleno pada 4-6 Juni 2012 akan
dihadiri Ketua dan Wakil Ketuanya serta seluruh Anggota Komnas HAM
agar keputusannya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Stanley
menjamin pada Sidang Paripurna Khusus nanti tidak akan ada alasan
lagi untuk menundanya. Dari janji ke janji. . . . dari penundaan
kepenundaan!
Penundaan Sidang
Paripurna tsb mendapat kecaman para Korban. Bagaimana mungkin, sidang
yang sudah dijadwalkan 3 bulan yang lalu dan pembahasan ini sudah
ditunda hingga 3 kali dan hari ini adalah yang ke 4 kalinya. Masih
ditunda dan diulur-ulur lagi.
* * *
Apa lagi yang masih kurang
jelas mengenai PELANGGARA HAM TERBESAR DAN TERBERAT PERIODE 65-66?
Agus Triyono (Jakarta Globe, 18 Jan, 2012) menyatakan bahwa
investigasi telah menuyimpulkan bahwa mantan Presiden Suharto
adalah tokoh yang paling bertanggung-jawab atas pelanggaran hak-hak
manusia selama periode pembunuhan masal tahun-tahun 1956-1956.
Demikian diumumkan oleh KomnasHAM.
Ditegaskan bahwa ”Salah
seorang dari mereka yang bertanggung-jawab adalah Suharto” . Karena
jendral tsb adalah yang bertnggung-jawab mengenai masalah keamanan
waktu itu. Ini dinyatakan oleh Yoseph Adi Prasetyo, salah seorang
komisioner KomnasHAM.
Laporan
tsb diluncurkan dengan bantuan sejumlah besar korban pelanggaran tsb,
yang hadir di Jakarta . Yoseph mengatakan bahwa KomnasHAM telah
menampaikan pendapat awal tsb kepada DPR ketika diadakan Sidang
Pleno DPR. Namun sementara anggota DPR minta laporan tsb dilengkapi
dan “dipertajam”. Saran para anggorta DPR tsb mengundang
komentar bahwa itu sekadar taktik untuk “mengulur-ulur” dan
“,menunda-nunda” saja.
Jakarta
Globe selanjutnya menulis bahwa para korban pelanggaran hukum 1965-65
dan para keluarga mereka telah bertahun-tahun lamanya menghubungi
KomnasHAM, mendesak agar dilakukan investigasi selanjutnya memberikan
laporan kepada masyarakat. Yang disesalkan oleh para korban ialah,
bahwa, sekalipun dilakukan investigasi untuk tiga tahun lamanya,
tampaknya KomnasHAM makin jauh dari tanggung-jawabnya untuk
mengumumkan hasil-hasil investigasi yang mereka lakukan.
Haris
Azhar, kordinator KONTRAS, menyatakan, “tampaknya KomnasHAM
sengaja mengundur-undur”.
*
* *
Sementara
itu IKOHI Indonesia dan beberapa LSM hak-hak Manusia lainnya,
mengeluarkan pernyataan mengecam keras KomnasHAM yang lagi-lagi
telah menunda penanganan kasus Pelanggaran HAM berat 1965-66. Silakan
baca pernyataan tsb di bawah ini:
*
* *
UMUMKAN
HASIL PENYELIDIKAN PRO JUSTISIA TRAGEDI 1965/1966;
PASTIKAN TRAGEDI 1965/1966 PELANGGARAN HAM BERAT
Tindakan Komnas HAM menunda secara terus menerus keputusan hasil penyelidikan pro justisiapelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966 telah menghambat korban untuk mendapatkan kepastian hukum. Empat tahun proses penyelelidikan (2008) dan empat kali penundaan keputusan Paripurna bukan waktu yang singkat bagi korban peristiwa 1965/1966 yang mayoritas telah berusia lanjut untuk menantikan lahirnya hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM.
Sejumlah alasan pembenar Komnas HAM untuk terus menunda memutuskan hasil laporan harus segera diahiri. Pasal 28D ayat (1) menyebutkan "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum". Alasan formil maupun materil tidak boleh menjadi penghalang terhadap substansi keadilan. Korban peristiwa 1965/1966 berhak mendapatkan akses keadilan yang cepat dan setara. Negara wajib memberikan hak atas pengungkapan kebenaran, rehabilitasi dan reparasi, serta jaminan terhindar dari pengulangan peristiwa serupa di masa depan terhadap para korban pelanggaran HAM berat.
Komnas HAM dan semua institusi negara hendaknya tidak menutup mata bahwa tragedi Kemanusiaan 1965/1966 mencakup beberapa unsur kejahatan terhadap kemanusiaan karena terjadi dalam skala meluas, sistematis yang melibatkan institusi Negara yaitu aparat militer, polisi dan aparat pemerintah. Pelanggaran HAM tersebut berupa pembunuhan massal, penghilangan manusia secara paksa, pembunuhan tanpa proses hukum, penculikan, pemerkosaan/pelecehan seksual, penyiksaan, penahanan dalam jangka waktu tidak terbatas (12-14 tahun), pemaksaan kerja tanpa diupah, diskriminasi hak-hak dasar warga Negara (politik, ekonomi, social, budaya serta hukum), perampokan harta benda milik korban, pencabutan paspor tanpa proses pengadilan, pengalihan hak kepemilikan tanah secara tidak sah, pemecatan pekerjaan, pencabutan hak pensiun, pencabutan hak sebagai pahlawan Nasional, pengucilan dan pembuangan, dsb.nya.
Diperkiraan 500.000 sampai 3.000.000 jiwa terbunuh pada tragedI kemanusiaan 1965/66 dan 20.000.000 orang korban bersama keluarganya yang masih hidup menderita stigma serta diskriminasi oleh penguasa.
Kejadian ini berlangsung selama 46 tahun sejak 1965 hingga hari ini, Negara/Pemerintah belum ada niat untuk mengungkap dan menuntaskan persoalan yang menimbulkan kesengsaraan jutaan orang yang tidak bersalah tersebut. Malahan ada indikasi Negara/Pemerintah ingin melupakan dan mengabaikan tindak kekerasan mau pun pelanggaran HAM tragedi kemanusiaan 1965/1966.
Hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM amat penting untuk membuka jalan penuntasan kasus 1965/1966 secara menyeluruh. Para Korban 1965 kini sudah tua renta dan bahkan sudah banyak yang meninggal dunia. Para Korban menuntut kejelasan dan kepastian hukum, karena pada umumnya Korban mengalami penahanan, pembuangan tidak berdasarkan putusan pengadilan. Selagi para Korban dan saksi Korban masih hidup, saatnya untuk mengungkap tragedi kemanusiaan secara benar, karena dengan mengungkap kebenaran kita tidak ingin mewariskan ketidakjelasan/kebohongan kepada generasi penerus dan mencegah terjadinya keberulangan peristiwa serupa
Atas dasar itu, kami para Korban/Keluarga Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 mendesak Sidang Paripurna :
Menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam Peristiwa 1965/1966
Mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka
Menindaklanjuti hasil penyelidikan pro justisia peristiwa 1965/1966 dengan merekomendasikan Presiden untuk mengeluarkan kebijakan rehabilitasi bagi korban 1965/1966, menyerahkan hasil penyelidikan pro justisia kepada Jaksa Agung.
Jakarta, 8 Mei 2012
Korban Pelanggaran HAM Berat Tragedi kemanusiaan1965/1966
Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR KROB)
Yayasan Penelitian Korban Pembantaian 1965 (YPKP 65)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
PASTIKAN TRAGEDI 1965/1966 PELANGGARAN HAM BERAT
Tindakan Komnas HAM menunda secara terus menerus keputusan hasil penyelidikan pro justisiapelanggaran HAM berat peristiwa 1965/1966 telah menghambat korban untuk mendapatkan kepastian hukum. Empat tahun proses penyelelidikan (2008) dan empat kali penundaan keputusan Paripurna bukan waktu yang singkat bagi korban peristiwa 1965/1966 yang mayoritas telah berusia lanjut untuk menantikan lahirnya hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM.
Sejumlah alasan pembenar Komnas HAM untuk terus menunda memutuskan hasil laporan harus segera diahiri. Pasal 28D ayat (1) menyebutkan "setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum". Alasan formil maupun materil tidak boleh menjadi penghalang terhadap substansi keadilan. Korban peristiwa 1965/1966 berhak mendapatkan akses keadilan yang cepat dan setara. Negara wajib memberikan hak atas pengungkapan kebenaran, rehabilitasi dan reparasi, serta jaminan terhindar dari pengulangan peristiwa serupa di masa depan terhadap para korban pelanggaran HAM berat.
Komnas HAM dan semua institusi negara hendaknya tidak menutup mata bahwa tragedi Kemanusiaan 1965/1966 mencakup beberapa unsur kejahatan terhadap kemanusiaan karena terjadi dalam skala meluas, sistematis yang melibatkan institusi Negara yaitu aparat militer, polisi dan aparat pemerintah. Pelanggaran HAM tersebut berupa pembunuhan massal, penghilangan manusia secara paksa, pembunuhan tanpa proses hukum, penculikan, pemerkosaan/pelecehan seksual, penyiksaan, penahanan dalam jangka waktu tidak terbatas (12-14 tahun), pemaksaan kerja tanpa diupah, diskriminasi hak-hak dasar warga Negara (politik, ekonomi, social, budaya serta hukum), perampokan harta benda milik korban, pencabutan paspor tanpa proses pengadilan, pengalihan hak kepemilikan tanah secara tidak sah, pemecatan pekerjaan, pencabutan hak pensiun, pencabutan hak sebagai pahlawan Nasional, pengucilan dan pembuangan, dsb.nya.
Diperkiraan 500.000 sampai 3.000.000 jiwa terbunuh pada tragedI kemanusiaan 1965/66 dan 20.000.000 orang korban bersama keluarganya yang masih hidup menderita stigma serta diskriminasi oleh penguasa.
Kejadian ini berlangsung selama 46 tahun sejak 1965 hingga hari ini, Negara/Pemerintah belum ada niat untuk mengungkap dan menuntaskan persoalan yang menimbulkan kesengsaraan jutaan orang yang tidak bersalah tersebut. Malahan ada indikasi Negara/Pemerintah ingin melupakan dan mengabaikan tindak kekerasan mau pun pelanggaran HAM tragedi kemanusiaan 1965/1966.
Hasil penyelidikan pro justisia Komnas HAM amat penting untuk membuka jalan penuntasan kasus 1965/1966 secara menyeluruh. Para Korban 1965 kini sudah tua renta dan bahkan sudah banyak yang meninggal dunia. Para Korban menuntut kejelasan dan kepastian hukum, karena pada umumnya Korban mengalami penahanan, pembuangan tidak berdasarkan putusan pengadilan. Selagi para Korban dan saksi Korban masih hidup, saatnya untuk mengungkap tragedi kemanusiaan secara benar, karena dengan mengungkap kebenaran kita tidak ingin mewariskan ketidakjelasan/kebohongan kepada generasi penerus dan mencegah terjadinya keberulangan peristiwa serupa
Atas dasar itu, kami para Korban/Keluarga Korban Tragedi Kemanusiaan 1965/1966 mendesak Sidang Paripurna :
Menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam Peristiwa 1965/1966
Mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka
Menindaklanjuti hasil penyelidikan pro justisia peristiwa 1965/1966 dengan merekomendasikan Presiden untuk mengeluarkan kebijakan rehabilitasi bagi korban 1965/1966, menyerahkan hasil penyelidikan pro justisia kepada Jaksa Agung.
Jakarta, 8 Mei 2012
Korban Pelanggaran HAM Berat Tragedi kemanusiaan1965/1966
Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR KROB)
Yayasan Penelitian Korban Pembantaian 1965 (YPKP 65)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
*
* *
No comments:
Post a Comment