Kemis, 18 November 2010
-------------------------------------------------------------------
SEJAK 1966 CUBA SOLIDER Dengan
KAUM PROGRESIF INDONESIA
Penjelasan <5>
Havana, Cuba: Akhir1965/Januari 1966.
Hari-hari itu dimulai dari Jakarta, terus ke Jawa Tengah, lalu Jawa Timur sampai ke Bali, tentara melancarkan operasi penangkapan dan pembunuhan ekstra-judisial dengan bantuan sementara kekuatan politik nasionalis dan religius setempat. Korbannya adalah ribuan warganegara Indonesia yang cinta dan setia pada Republik Indonesia dan kepada Presiden Sukarno. Angin sakal angkara murka ini melanda manusia-manusia Indonesia tak bersalah, sampai lebih dari sejuta korban yang dibantai.
* * *
Di Havana --- Cuba, pada akhir Desember 1965 terdapat dua macam delegasi berhadap-hadapan. Masing-masing menyatakan mewakili Indonesia dalam Konferensi Trikontinental yang segera akan dimulai. Resminya dalam bahasa Inggris konferensi tsb disebut “AFRO-ASIAN-LATIN AMERICAN PEOPLE'S SOLIDARITY CONFERENCE”. Konferensi tsb berlangsung pada tanggal 03 – 12 Januari 1966. Tuan rumah adalah Cuba libre. Hadir dalam konferensi itu tidak kurang 540 utusan dari 84 negeri, dan para peninjau dari organisasi-organisasi internasional dan nasional, serta tamu-tamu undangan tuan-rumah, Cuba. Jumlah keseluruhannya kurang-lebih 1000 orang.
Mengapa sampai ada dua delegasi berhadap-hadapan
Prosesnya: Setelah tanggal 1 Oktober 1965, situasi Indonesia mengalami perubahan drastis. Presiden Sukarno, formalnya masih menjabat Presiden RI, tetapi praktis tidak punya wewenang apa-apa lagi. Penguasa riil adalah Jendral Suharto. Pasca dihancurkannya G30S, bagian penting dari TNI, i.e. Kostrad
Dengan latar belakang situasi Indonesia yang mengalami perubahan dratstis ini, Ibrahim Isa, Sekjen OISRAA, Organisasi Indonesia untuk Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika, wakil Indonesia di Sekretariat Setiakawan Asia-Afrika yang berkedudukan di Cairo, Mesir – anggota Organizing Committee, yang menyelenggarakan Konferensi Trikontinental bersama Cuba sebagai tuan rumah –-- menyatakan kepada Organizing Committee, bahwa diperkirakan dari Indonesia tidak akan datang delegasi. Penyebabnya, karena perubahan drastis situasi politik di Indonesia, yang tertjadi sejak 1 Oktober 1965.
Melalui konsultasi intensif di kalangan para wakil dan aktivis gerakan demokratis Indonesia, yang kebetulan sedang ada di luarnegeri ketika itu, kongkritnya ada di Havana, Cuba, ketika itu, telah disusun Delegasi Indonesia yang terdiri dari:
1). Fransiska Fanggidaej , pemimpin kantor berita INPS, anggota DPR-GR; 2). Umar Said, Bendahara PWAA – Persatuan Wartawan Asia-Afrika, Jkt, dan pemimpin s.k. Ekonomi Nasional; 3). Margono , Wakil Pemuda di organisasi internasional Gerakan Pemuda Demokratis Sedunia di Budapes; 4). Willy Hariandja ,Wakil Indonesia di Sekretariat Komite Perdamaian Asia-Pasifik; 5). Sugiri, pimpinan SOBSI; 6). Wiyanto SH, Wakil Indonesia di Sekretariat Juris AA di Conakry; 7). Suhardjo, wakil s.k. Harian Rakyat di majalah World Marxist Review, Praha; dengan 8). Ibrahim Isa sebagai ketuanya.
Penguasa militer di Jakarta berhasil menekan Departemen Luar Negeri RI mengirimkan sebuah 'delegasi Indonesia' ke Cuba. Ketuanya ditunjuk Brigjen Latif Hendraningrat. Di dalam 'delegasi' tsb dipasang seorang intel-militer dari Kostrad, Kolonel Slamet. Kol. Selamet adalah orang yang mengendalikan 'delegasi Jakarta' tsb.
Delegasi Indonesia yang dikirim dari Jakarta, adalah 'delegasi' yang diatur oleh penguasa. Jadi tidak mewakili organisasi massa. Organizing Committee menyadari perubahan drastis situasi politik Indonesia, yang menempuh politik luarnegeri yang bertentangan dengan garis politik gerakan Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika. Faktor-faktor tsb dan yang terpenting sudah berkuasanya fihak militer yang melakukan persekusi terhadap rakyat, maka:
Organizing Committee Konferensi Trikontinental yang diketuai oleh Cuba, memutuskan bahwa, yang sebenar-benarnya serta berhak mewakili gerakan setiakawan AA di Indonesia, adalah Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ibrahim Isa.
'Delegasi' yang dikirim oleh penguasa militer di Jakarta ditolak. Mereka kembali ke Jakarta dengan tangan hampa. Fihak penguasa militer di Jakarta amat marah. Karena, peristiwa ini adalah yang pertama kalinya mengekpos di dunia internasional apa yang sesungguhnya terjadi di Indonesia.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ibrahim Isa, oleh penguaqsa militer di Jakarta dicap sebagai agen-agen “G30S”. Paspor dan kewarganegaraan mereka dicabut. Penguasa militer di Jakarta menyatakan bahwa, Ketua Delegasi Indonesia, Ibrahim Isa, adalah 'pengkhianat bangsa'.
* * *
Delegasi Indonesia yang menyadari tanggungjawabnya terhadap bangsa dan tanah air, dengan tekun serta efektif melakukan pekerjaan di kalangan peserta Konferensi Trikontinental. Mereka menjelaskan tentang situasi di Indonesia yang sedang dilanda teror kontra-revolusioner. Pidato ketua delegasi Indonesia menjelaskan dengan seksama situasi gawat yang terjadi di Indonesia, sejak fihak militer mengambil alih kekuasaan riil di Indonesia. Delegasi Indonesia memberikan dukungan sepenuhnya kepada Presiden Sukarno. Setiap anggota delegasi berkiprah melakukan lobying di kalangan ratusan utusan yang hadir di Konferensi Trikontinental dan di kalangan jurnalis-jurnalis internasional yang datang ke Havana untuk meliput Konferensi Trikontinental.
Presiden Cuba, Fidel Castro khusus menemui Delegasi Indonesia dikamar Ketua Delegasi Indonesia di Hotel Habana Libre. Fidel Castro datang bersama seorang penterjemah dan pengawal. Beliau menyatakan dukungan kuat rakyat Cuba pada kaum progresif dan rakyat Indonesia. Pimpinan Delegasi Indonesia yang terdiri dari Ibrahim Isa, Francisca Fanggidaej dan Umar Said, yang bertemu dengan Presiden Cuba tsb, dengan terharu menyatakan terimakasih mendalam kepada Presiden Fidel Castro, atas dukungan Cuba terhadap kaum progresif, demokrat dan rakyat Indonesia. Dalam sidang penutupan Konferensi Trikontinental, Fidel Catro menyatakan di muka umum, bahwa keputusan Cuba mendukung Delegasi Indonesia itu, didasarkan pada prinsip perjuangan revolusioner anti-imperialis yang dipegang teguh Cuba, -- dengan mengambil risiko terganggunya hubungan diplomatik antara Cuba dan Indonesia.
Jerih payah segenap anggota Delegasi Indonesia tidak sia-sia. Konferensi Trikontinental dengan khidmat mengambil sebuah resolusi penting mengenai Indonesia, berjudul: “The First Afro-Asian-Latin American People's Solidarity Conference Strongly Protest The Suppression Of Democrats In Indonesia”.
Bahasa Indonesianya :
“KONFERENSI SETIAKAWAN RAKYAT-RAKYAT AFRO-ASIA-AMERIKA LATIN MEMPROTES KERAS PENINDASAN TERHADAP KAUM DEMOKRAT INDONESIA!”
Selain itu, sejumlah tidak kurang dari 30 tokoh internasional yang hadir dalam konferensi sebagai peserta maupun peninjau menandatangi sepucuk surat bersama kepada Presiden Sukarno tertanggal 11 Januari 1966.
Surat bersama kepada Presiden Sukarno tsb menyatakan prihatin mengenai situasi Indonesia, dimana kaum demokrat dan progresif mengalami persekusi kejam dan biadab oleh kekuatan reaksioner Indonesia. Surat bersama menyatakan bahwa gerakan progresif Indoneisa telah memberikan sumbangan besar dalam perjuangan bersama anti-imperialis dan anti-kolonialis untuk kemerdekaan nasional.
Surat bersama menyatakan dukungan kuat kepada Presiden Sukarno untuk memperkokoh persatuan dengan rakyat dalam mengatasi situasi gawat Indonesia.
* * *
Berikut ini adalah teks lengkap RESOLUSI Konferensi Trikontinental tsb.:
Konferensi Pertama Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin. Havana, Cuba, 03 – 12 Januari 1966.
RESOLUSI
KONFERENSI SETIAKAWAN RAKYAT-RAKYAT ASIA-AFRIKA-AMERIKA LATIN MEMPROTES KERAS PENINDASAN TERHADAP KAUM DEMOKRAT INDONESIA.
Konferensi pertama bersejarah Setiakawan Rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin, yang berlangsung di Havana dari tanggal 03 sampai 12 Januari 1966, dihadiri oleh 540 delegasi dari 84 negeri, serta para peninjau dari organisasi-organisasi internasional dan pelbagai negeri, dengan amat prihatin mengikuti perkembangan terakhir yang berlangsung di Indonesia.
Perkembangan sedemikian rupa, kaum kanan dan elemen-elemen reaksioner dalam kekuatan militer Indonesia sebagai tulang-punggungnya, dengan bekerjasama dengan dan didalangi oleh kaum imperialis AS melalui CIA, telah menyerang rakyat dan bangsa Indonesia. Telah melanggar kebebasan demokratis dan memecah-belah front nasional anti-imperialis, yang telah memberikan sumbangan penting pada perjuangan rakyat-rakyat untuk membela dan mencapai kemeredekaan nasional, juga untuk mengkonsolidasi Setiakawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin. Dewasa ini mereka sedang menggencarkan dan mengintensifkan kampanye anti-rakyat dan anti-komunis.
Sambil memecah-belah persatuan revolusioner rakyat Indonesia serta pura-pura berdiri di fihak Presiden Sukarno, mereka hakikatnya meneruskan kejahatan mereka mempersekusi semua kekuatan progresif, terutama kaum Komunis. Sebegitu jauh, sudah puluhan ribu rakyat di dalam gerakan progresif Indonesia telah dibunuh dengan kejam atau disiksa. Dengan demikian mengungkap watak fasis kekuatan reaksioner yang sekarang berkuasa ini.
Lebih dari 100.000 orang ditangkap. Diantaranya terdapat para pemimpin terkemuka gerakan buruh, tani, wanita, pemuda dan mahasiswa, dan juga para sarjana, sastrawan dan jurnalis. Lebih dari 15 universitas, akademi dan ratusan sekolah telah ditutup dengan sewenang-wenang. Para gurubesar dan mahasiswanya dipecat atau ditangkap. Lebih dari 30 surat-kabar dilarang dan lebih dari 300 jurnalis ditangkap adn dipersekusi.
Atas nama 'tindakan-tindakan revolusioner', kaum kanan Indonesia dan dengan elemen-elemen reaksioner di dalam tentara Indonesia, mereka melakukan segala macam aksi kontra-revolusioner. Atas nama “kiri” mereka membanting setir ke kanan. Atas nama menindas “Gerakan 30 September” mereka melakukan kup selangkah-demi-selangkah dengan cara yang paling khianat. Atas nama menindas “Gerakan 30 September” mereka menindas kaum komunis, dan dengan panji anti-komunis mereka menindas setiap demokrat
, tak peduli apakah mereka itu nasionalis, religius atau komunis.
Menghadapi aksi-aksi biadab kaum reaksioner Indonesia, rakyat Indonesia, teristimwa kaum buruh dan kaum tani yang lama menderita kekuasaan golongan anti-rakyat dan telah dibajakan dalam perjuangan panjang tampil melakukan perlawanan gigih melalui berbagai bentuk perjuangan. Bersama dengan anggota-anggota Empat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, mereka sekarang berlawan membela dan melindungi hasil-hasil yang dicapai Revolusi Indonesia dan pemikiran revolusioner Presiden Sukarno.
Sepenuhnya bersandar pada kekuatan progresif Indonesia dan persatuan dan setiakawan solid rakyat-rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin dalam perjuangan bersama dan konsisten mereka melawan imperialisme, Konferensi Pertama Setikawan Rakyat-Rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin memprotes keras aksi-aksi anti-demokratis kaum reaksioner Indonesia yang berkuasa sekarang serta menuntut dipulihkannya kebebasan demokratis di Indonesia, sebagaimana halnya menuntut dibebaskannya semua kaum demokrat yang ditahan.
Demi kepentingan perjuangan bersama kita melawan imperialisme, kolonialisme, dan neo-kolonialisme dan subversi yang dilakukan oleh kaum imperialis dan antek-anteknya, dan sesuai dengan kewajiban suci kita untuk mempergencar aksi-aksi setiakawan dalam samangat Setiakawan Asia-AFrika-Amerika Latin, mari kita nyatakan dukungan kita kepada kekuatan progresif Indonesia.
* * *
No comments:
Post a Comment