Wednesday, November 3, 2010

SEKADAR MENGENAL SIAPA HARRY MULISCH

Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 02 November 2010
----------------------------------

Penulis HARRY MULISCH, salah seorang "TIGA BESAR" penulis Belanda Meninggal Dunia



Hari Sabtu 30 Oktober y.l, Harry Mulisch, yang di kalangan pengarang-pengarang Belanda tergolong 'TIGA BESAR', meninggal dunia dalam usia 83th. Dua penulis Belanda lainnya yang digolongkan sebagai "Tiga Besar" adalah W.F. Hermans dan Gerard Reve juga sudah meninggal. Dengan demikian "Tiga Besar" penulis-penulis Belanda sudah tiada. Dikatakan oleh orang-orang (Belanda) kecenderungan politk Harry Mulisch: Sosialis atau Kiri. Ia bersimpati pada revolusi Kuba. Pernah berkunjung ke sana. Di kalangan sementara Sosialis Belanda Mulisch juga dapat julukan sebagai "salon-Sosialis".

Apa itu 'salon-sosialis'? Menurut pengertian umum di kalangan politisi (Belanda), 'salon-sosialis' itu, adalah orang-orang yang menganut pandangan Sosialis, yang ucapan-ucapannya progresif Kiri, maju, tetapi langgam-cara hidupnya sehari-hari adalah Kanan. Hidupnya seperti 'burjuis-burjuis' lainnya. Tidak punya langgam hidup yang 'merakyat'. Sementara tokoh penting PvdA, seperti mantan PM Joop van den Uyl, memimpin PvdA selama 20tahun, juga dikatakan bahwa dia itu, adalah seorang 'salon-sosialis'. Memang anggapan di Belanda sini, yang benar-benar Sosialis adalah yang tergabung di dalam SP, Socialistische Partij. Bukan CPN. CPN dianggap tempatnya orang-orang Komunis.

Harry Mulisch juga dikatakan orang yang sombong. Sekali tempo kupernah menyaksikan sendiri wawancara Harry Mulisch oleh sebuah stasiun TV Belanda. Menjawab suatu pertanyaan pewawancara apakah ia pernah membaca novel yang baru terbit dan menjadi bestseller ketika itu, Harry Mulisch dengan muka yang diangkat sedikit mengatakam: "Saya penulis, saya tidak membaca buku. Yang saya kerjakan adalah menulis". Hadirin yang ikut mendengar ucapan Harry itu, tampak tercengang dengan jawaban Harry Mulisch yang dirasakan sombong itu.

Ada yang lebih 'nyelekit' lagi apa yang diungkapkan di media mengenai Harry Mulisch. Terang-terangan dikatakan bahwa Harry Mulisch itu adalah seorang 'rokkenjager'. Suka ngejar-ngejar perempuan. Seorang yang kenal dengan Mulisch malah cerita di koran bahwa di kalangan 'prostitué elite' Harry Mulisch juga dikenal.

Pokoknya pers menyoroti semua segi kehidupan Harry Mulisch. Komentar-komentar seperti itu, adalah hal biasa di masyarakat liberal Eropah seperti di Belanda. Orang terkenal, atau 'celebrity' selalu menjadi sasaran sorotan. Sekali tempo profesinya yang disoroti. Lain kali karyanya. Tetapi kehidupan 'pribadi'nya selalu disoroti.

Harry Mulisch adalah pengagum dan simpatisan Cuba Sosialis dan pemimpinnya -- Fidel Castro. Sering dikatakan bahwa Harry Mulisch tidak pernah mengambil jarak dengan Komunisme. Entah apa pula yang dimaksudkan dengan komentar itu. Mungkin diharapkan agar Harry Mulisch, yang bukunya dinobatkan sebagai karya sastra terbesar segala zaman di Belanda, -- begitulah ia dinobatkan dalam tahun 2007 --, agar menyatakan bahwa Komunisme itu suatu faham yang 'keliru'. Suatu isme yang harus dicampakkan. Mulisch bertahan. Ia tidak pernah mengutuk Komunisme. Ia termasuk pembela gigih prinsip 'kebebasan berpendapat dan berekspresi'.

Apapun komentar orang di Belanda dan di luar Belanda tentang Harry Mulisch, nyatanya Harry Mulisch umum diakui orang Belanda dan kalangan sastrawan mancanegara bahwa ia adalah salah seorang 'raksasa' dalam dunia sastra Belanda.

Buku-bukunya yang 'bestseller' di Belanda ialah "De Aanslag"- 1982 dan 'De Ontdekking van de Hemel' (1992).

* * *

"De Aanslag'', terjemahan bebasnya: "Sergapan", bercerita tentang keluarga Steenwijk di Harlem, pada periode akhir pendudukan Nazi Jerman atas negeri Belanda. Keluarga Steenwijk bernasib sial. Di depan rumahnya orang meletakkan mayat seorang kolaborator Nazi Jerman, anggota NSB, yang dieksekusi oleh pejuang bawah tanah (Komunis) Belanda. Padahal keluarga Steenwijk tsb tak ada sangkut paut apapun dengan matinya kolaborator Fake Ploeg yang dieksukusi itu. Walhasil, rumah keluarga Steenwijk dibakar habis. Orangtua dan abangnya dibunuh militer Nazi Jerman. Tinggallah pemuda Anton Steenwijk yang ketika itu berumur 12 tahun.

Selanjutnya, hidup Anton Steenwijk dihantui terus oleh fikiran: Siapa yang salah maka ia sampai menderita nasib malang saperti itu. Apakah itu salahnya tetangga yang meletakkan mayat Fake Ploeg dimuka ruamahnya. Ataukah itu salahnya perjuang bawah tanah yang mengeksekusi sang kolaborator. Ataukah salahnya Nazi Jerman yang menduduki Belanda?

Ketika sepuluh tahun yang lalu aku membaca "De Aanslag" kesanku ialah mengenai kekejaman serdadu pendudukan Nazi Jerman, dan kesigapan pejuang perlawanan bawah tanah yang berhasil menghukum sang kolaborator. Dampak psikologis yang menjadikan beban, sehubungan dengan nasib malang keluarga Steenwijk yang jadi korban kekejaman Jerman, tak terkesan padaku.

Baru kali ini setelah meninggalnya penulis Harry Mulisch, baru kubaca resensi yang demikian itu terhadap buku de 'Aanslag'.

Orang bisa saja punya pelbagai kesan dan tanggapan mengenai buku 'De Aanslag'. Tetapi nyatanya beberapa bulan saja setelah terbit buku itu, sudah 200.000 eksemplar yang habis terjual. Jadi bestseller. Kemudian dibuat film dari buku itu. Juga memperoleh penghargaan dan pujian di dalam dan di luarnegeri.

* * *

Buku Herry Mulisch satunya lagi yang juga bestseller dan dibuat film, adalah yang berjudul "De Ontdekking van de Hemel". Diterjemahkan bebas: "Ditemukannya Surga". Filmnya memperoleh hadiah Oscar, untuk film-film asing.

Seorang gurubesar pada Universitas Leiden, Afshin Ellian, seorang eksil dari Iran, menuliskan kesannya tentang "De Ontdekking van de Hemel", sbb: Dalam buku "De Ontdekking van de Hemel", ceriteranya berakhir dengan suatu perdamaian besar antara Islam, Kristen dan agama Jahudi: Suatu tarian abjad aksara-aksara bermusuhan Arab, Hebrew da Latin semuanya naik ke Langit Surga.

Terhadap tanggapan Afshin Ellian tsb, kata Ellian, Mulisch berkomentar, sbb: "Anda adalah satu-satunya intelektual yang ketika itu sudah melihat perlunya perdamaian antara religi-religi yang monotheis. Bersamaan dengan itu Anda mengantisipasi point-point dimana konfrontasi dimasa mendatang akan berpusat. Yaitu antara Islam dan yang lain-lainnya. Dan tampaknya Anda-lah satu-satunya yang telah membaca buku saya dari perspektif ini. Demikian Mulisch kepada Ellian.

Menurut Ellian, Mulisch bersimpati dengan kaum disiden dari dunia Islam. Bersamaan dengan itu, Mulisch, amat prihatin mengenai konfrontasi antara Islam- politik lawan Barat. Karena Islam-politik merupakan bahaya besar bagi kebebasan dan perdamaian, Mulisch beranggapan tak perlu dan juga tak bertanggungjawab bila golongan allochtoon dan masalah imigrasi dicampur-adukkan. 'Saya adalah seorang allochtoon, Anda juga, begitulah kenyataannya'. Mulisch dengan tajam melihat bahwa dicampur-adukkannya kasus ini akan mengarah ke suatu perdebatan yang tidak murni.

Interesan sekali dimulai dari cakap-cakap mengenai buku Mulisch "De Ontdekking van de Hemel', dua tokoh pemikir itu, Harry Mulisch dan Afshin Ellian, sampai pada dialog sbb:

"Mulisch banyak pertanyaan mengenai Islam. Kekuatan yang bisa dibangkitkan oleh Islam di kalangan Moslim, hal itu merupakan aspek yang problematis dalam konfrontasi tsb. Saya sampaikan kepadanya bahwa pada agama Kristen yang menjadi titik-berat adalah kebenaran, sedangkan pada Islam pemberlakuan kebenaran, itulah yang menjadi titik berat.

Kemudian Mulisch mengatakan: "Untuk mentrapkan keadilan, apapun isinya, diperlukan orde hukum dan politik." Suatu ketajaman yang luarbiasa. Benar, di sinilah masaalahnya: -- Islam berjuang untuk menciptakan suatu negara. Anda terlalu sedikit menulis mengenai Islam. Anda harus menulisnya dalam perspektif yang memperbandingkannya. Demikian saran Mulisch kepada Ellian.

* * *

Demikianlah, dalam rangka mengenangkan penulis besar Belanda, Harry Mulisch, kita juga sudah bisa berkenalan dengan pemikir lainnya, seperti Afshin Ellian, yang juga adalah seorang pembela kebebasan berpendpat dan bereksperesi. Dan sedikit mengikuti dialog antara dua pemikir tsb mengenai Islam.

* * *

No comments: