Senin, 15 November 2010
------------------------------------------------------------------------------------
SEJARAH, SEKALI LAGI SEJARAH BANGSA
MUTLAK PERLU DIGELUTI & DITEKUNI
Penjelasan <4>:
Publikasi kali ini adalah 'Catatan Peristiwa & Refleksi – – - Bg <4>
Artikel yg dipublikasi ini dibuat pada tanggal 28 November 1996. Ketika itu, di negeri kita masih berkuasa rezim Orba di bawah Presiden Suharto. Dunia komunikasi belum berkembang seperti sekarang. Belum ada media internet yg modern. Yang memungkinkan komunikasi dan lalu-lintas informasi lewat internet yang murah, yang boleh dikatakan gratis. Sehingga bisa dicapai dan dimanfaatkan oleh banyak orang.
Dibuatlah catatan 'pribadi' mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi sejak 1996. Mengapa catatan baru dimulai sejak 1996? Karena ketika itu baru ada syarat, kesempatan dan peralatan padaku untuk membuat catatan demikian itu.
Tulisan dan Refleksi yang ditulis ketika itu besangkutan dengan SEJARAH BANGSA. Dibaca kembali catatan-catatan tsb, sesudah hampir 15 tahun berlalu, bagiku sendiri catatan itu adalah sesuatu yang menyegarkan kembali ingatan mengenai peristiwa-peristiwa tsb. Di lain segi, dimakudkan sebagai suatu cara untuk menarik manfaatnya dari catatan seperti itu.
Disajikan kembali untuk pembaca sekadar “BERBAGI-CERITA”. Mudah-mudahan ada manfaatnya.
EMAS – YAHUDI DAN NETRALITAS Made in Swiss
Perang Dunia II sudah lebih dari 50 th yang lalu berakhir. Tapi dampaknya sampai sekarang masih terus. Soalnya masih ada hal-hal yang terselubung. Tapi juga sengaja ditutup-tutupi. Intermezo: Sudah lebih dari setengah abad berlalu Perang Dunia II usai. Tokh orang masih menikmati cerita serial TV, berjudul “Allo, allo”, sebuah sinetron komik produksi Inggris. Ceritanya berkisar pada kejadian di sebuah desa di Perancis, pada masa pendudukan Jerman Hitler. Lokasi yang jadi fokus: Sebuah café, yang dikelola oleh suami-istri René dan Edit. René adalah seorang oportunis yang bekerjasama dengan tentara pendudukan Jerman Hitler. Tapi, René juga memberikan bantuan kepada gerilyawan Komunis dan gerilyawan patriotik lainnya. Oleh kaum gerilyawan sekali tempo René dianggap kolaborator. Kali lain ia dianggap patriot. Yang lucu ialah bagaimana René memainkan peranannya sebagai kolaborator dan patriot sekaligus.
Dalam kehidupan pribadinya René pura-pura setia kepada istrinya Edit. Tetapi René diam-diam pacaran dengan Yvette salah seorang pelayan café yang 'seksi'. Dan dengan pelayan muda lainnya, yang mau. René berkolaborasi dengan sel;ubung netral. Yang terpenting baginya ialah menarik keuntungan dari situasi. Sinetron “Allo, allo” ini bisa dibilang termasuk seni.
Bicara mengenai peranan Swiss semasa Perang Dunia II, aku teringat pada cerita si René dari sinetron “Allo, allo”.
“NETRALITAS” Made In SWISS
Orang-orang Swiss mengatakan bahwa selama Perang Dunia II, Swiss bersikap netral. Tidak berfihak pada siapapun. Belakangan ramai dipersoalkan di pers maupun TV di Eropah dan Amerika Serikat. Ada berkilo-kilo emas yang masih numpuk di bank-bank di Swiss. Yang ternyata disimpan di situ oleh penguasa Nazi Jerman dulu. Dan, itu bukan milik mereka. Tetapi adalah emas rampasan dari orang-orang Yahudi yang mereka giring ke kamp-kamp konsentrasi. Termasuk, yang mereka cabut dari gigi-gigi emas mayat-mayat orang Yahudi yang mereka 'holokuskan'.
Menurut fihak bank-bank Swiss mereka telah menyerahkan emas tsb kepada fihak Sekutu seusainya Perang Dunia II. Dengan komitmen Sekutu bahwa dengan peneyerahan emas tsb kepada Sekutu, soalnya selesailah!
Tidak! Kata orang-orang Yahudi dari berbagai negeri termasuk negeri Belanda. Hanya sebagian saja dari tumpukan emas itu yang diserahkan kepada Sekutu. Menurut Belanda emas milik bank-bank Belanda yang dirampas Jerman dulu, ternyata semua itu ada di bank-bank Swiss. Pemerntah Belanda menuntut agar pemerintah Swiss jangan berdiam diri saja. Harus turun tangan. Jangan nurut saja pada tradisi kerahasiaan bank dari bank-bank Swiss.
Sudah banyak ditulis dan dibicarakan. bahwa serkarang ini, di bank-bank Swiss terdapat sejumlah besar uang yang disetor oleh berbagai mafia di dunia ini. |Teristimewa mafia-mafia penyelundup heroin. Bank-bank Swiss juga getol melakukan praktek pemutihan uang
Netralitas Swiss! Apa betul bahwa selama Perang Dunia II, Swiss bersikap netral? Kami netral, kata orang-orang Swiss. Jika kami memberikan fasilitas ini atau itu, itu disebabkan karena kami tidak bisa berbuat lain. Kami juga memberikan sementara fasilitas kepada fihak Sekutu. Tapi, bagaimana kenyataannya?
Sebuah lembaga Yahudi, belum lama ini mengungkapkan, bahwa, banyak orang Yahudi yang selama Perang Dunia II melarikan diri dari pengejaran Hitler, mau ke Swiss, atau hanya sekadar mau lewat saja. Mereka-mereka itu tidak diizinkan masuk Swiss atau lewat sajapun tidak boleh.
Juga diketahui dari berbagai sumber dan dokumen, bahwa Swiss melakukan kolaborasi dengan Nazi-Jerman. Untuk orang-orang Swiss, fakta-fakta sejarah ini sulit mereka cernakan. Memang, bukan saja orang-orang Swiss yang ada soal dalam melihat serjarah negerinya semasa Perang Dunia II dan sekarang.
Emas milik orang lain, milik negeri lain, yang secara ilegal ditumpuk di bank-bank Swiss tidak bisa lebih lama lagi disembunyikan. Waktunya telah tiba soal-soal tsb menjadi terbuka.
* * *
Sulitnya Melihat Sejarah Bangsa Sendiri
Orang Swiss tampak mengalami kesulitan ketika orang lain menggugat bahwa selama Perang Dunia II bahkan sebelumnya, negerinya mengadakan kolaborasi terselubung dengan Nazi-Jerman. Selama ini dengan bangga mereka selalu mengatakan bahwa Swiss selalu bersikap netral semasa Perang Dunia II. Dicarilah alasan yang cocok. Harus dimaklumi, kata mereka yang membela Swiss berkolaborasi dengn Jerman Hitler. Swiss adalah sebuah negeri kecil yang dikelilingi oleh negeri-negeri besar seperti Jerman, Perancis dan Itali yang terlibat dalam Perang Dunia II. Jadi sulit. Tak ada jalan lain bagi Swiss selain bersikap seperti itu. Mungkinkah mengambil sikap netgral dalam situasi seperti itu?
Resminya Swiss menyatakan bahwa itu mungkin. Jadinya soalnya, bagaimana dalam tindakan betul-betul berbuat sesuai dengan apa yang dinyatakan keluar, yaitu n e t r a l .
Tapi dalam kenyataannya Swiss berat sebelah. Setelah selesai perangpun masih berusaha menyembunyikan emas yang ada di bank-bank Swiss, yang adalah milik orang-orang atau negeri-negeri yang menjadi korban agresi Nazi-Jerman.
PERANCIS NETRAL ??
Perancis juga idem dito. Sikapnya kurang lebih seperti sikap René, pemilik café di desa Perancis yang diduduki Jerman Hitler. Bahkan sikap Perancis itu lebih jelek lagi ketimbang sikap René. René tampaknya betul-betul terpaksa sekali melakukan kolaborasi. Tapi sekali tempo René membantu para gerilyawan yang melakukan perlawanan terhadap pendudukan Jerman. Lain dengan pemerintah Vichy di bawah Marsekal Petain, di bagian Selatan Perancis. Resminya pemerintah Marsekal Petain, adalah suatu pemerintahan yang berdaulat. Tidak diduduki oleh Jerman Hitler. Namun, Petain hakikatnya melakukan kolaborasi dengan Hitler.
Dalam kenyataannya, pemerintahan Marsekal Petain itu adalah pemerintah bonéka yang tunduk di bawah kekuasaan pendudukan Jerman Hitler. Sebagian orang Perancis menganggap bahwa, Marsekal Petanian dan pendukung-pendukungnya adalah kolaborator. Artinya bekerjasama dengan musuh. Sebagian orang Peraqncis lainnya beranggapan apa yang dilakukan oleh Petain, adalah demi menyelamatkan Perancis. Demi melindungi peri kehidupan rakyat dan harta-bendanya.
Jendral De Gaulle yang memimpin perang perlawanan terhadap Jerman Hitler, adalah sebagian dari kekuatan Sekutu dalam Perang dunia II. Ia bersikap hati-hati, tapi tokh, akhirnya tegas. Di bawah kekuasaan De Gaulle, Marsekal Petain diadili. Dan divonis hukuman mati. Kemudian diubah menjadi hukuman seumur hidup. Sebelum Marsekal Petain mati, dengan alasan kesehatannya yang memburuk, Petain dibebaskan dari penjara. Perubahan ini, dari tegas-tegas dihukum mati, menjadi hukuman seumur hidup, kemudian dibebaskan, mencerminkan sikap orang-orang Perancis terhadap kolaborasi Petain dengan Jerman Hitler.
* * *
Belum lagi kita bicara tentang penindasan yang dilakukan oleh pemerintah Perancis terhadap pejuang-pejuang kemeredekaan Aljazair. Kekejamannya luar biasa. Ketika itu Perancis bertekad menjadikan Aljazir bagian dari Perancis Raya. Semangat orang-orang Perancis, terutama penguasanya, yang beranggapan bahwa Aljazair adalah bagian dari Perancsi Raya, a.l tampak dari sikap Partai Komunis Perancis. Partai Komunis Perancis tidak menyetujui perjuangan bersenjata pejuang-pejuang Aljazair. Mereka tidak setuju dengan perang kemerdekaan yang dilancarkan di bawah pimpinan Ben Bella ketika itu.
Partai Komunis dianggap adalah partai yang paling menentang kolonialisme. Tapi, untuk Aljazair ketika itu, Partai Komunis Perancis bukannya mengusahakan terbentuknya partai komunis yang berdiri sendiri di Alzair, tetapi, hanya mendirikan c a b a ng partai komunis Aljazair, yang merupakan bawahan dari Partai Komunis Perancis.
Dalam hal ini, orang-orang Komunis Belanda lebih konsekwen. anti-kolonial. Anggota Partai Komunis Belanda (CPN), Sneevliet, dengan aktif ikut dalam proses mendirikan PKI, yang berjuang untuk bebasnya Indonesia dari kekuasaan kolonialisme Belanda. Orang sering punya ukuran berbeda terhadap soal yang sama. Coba lihat di Perancis tidak ada orang yang diadili, atau dikutuk, karena melakukan kekejaman ketika ambil bagian dalam penindasan terhadap rakyat Aljazair. Tapi seorang mantan penguasa penting SS Hitler selama pendudukan Jerman di Lyon, diadili. Ia dijatuhi hukuman paling berat. Dan dikutuk sebagai 'pembantai' Lyon. Kejahatannya disebut sebagai kejahatan terhadap ummat manusia.
* * *
MAMANDANG KASUS PEMBANTAIAN DLM PERISTIWA 1965
Mengenai masalah bagaimana secara obyektif memandang sejarah bangsa sendiri, teristimewa bagaimana melihat tragedi yang terjadi di negeri sendiri, diperlukan kelapangan dada serta kejujuran. Hal ini sungguh sulit! Bagaimana kita melihat pembunuhan besar-besaran yang terjadi di negeri kita sendiri pada tahun-tahun 1965/66/67.
Dalam pidatonya pada tanggal 13 Oktober 1965, Presiden Sukarno menyatakan bahwa korban yang jatuh dalam pembantaian masal di berbagai wilayah di Indonesia, lebih banyak ketimbang korban perang Vietnam sekian tahun – ('Memoar Oei Tjoe Tat). Dalam bulan September 1996 yang lalu, Prof Dr Ben Anderson, seorang pakar ilmu politik di Cornell University, USA, dalam wawancaranya mengenai pembunuhan masal tsb, mengatakan, bahwa Suharto dan Angkatan Darat bertanggung-jawab terhadap pembunuhan masal tsb. Bahkan, menurut Anderson, adalah Angkatan Darat yang mempersiapkannya dengan teliti sekali.
Mengikuti perkembangan keadaan sebelum dan setelah terjadinya pembunuhan 6 orang jendral AD pada tanggal 1 Oktober 1965, naiknya Jendral Suharto melalui 'Supersemar' serta disingkirkannya Presiden Sukarno, sampai pada terbentuknya Orde Baru, maka tidaklah sulit untuk menarik kesimpulan yang sama seperti yang dilakukan oleh Prof Dr Ben Anderson.
* * *
Abdurrakhman Wahid, lebih populer sekarang dengan nama Gus Dur, mantan muridku di Perguruah KRIS di Jakarta pada tahun limapuluhan, dengan formulasinya sendiri pernah mengemukakan ide bahwa, ikut sertanya pemuda-pemuda Islam dalam pembuhnuhan masal yang terjadi setelah 1965, bukanlah suatu perbuatan yang terpuji. Tetapi, adalah perbuatan yang memalukan! Untuk mana seharusnya ada penyesalan – taubat?! Adam Malik selagi menjabat Menlu dalam pemerintahan Orba, mengatakan bahwa, pembunuhan masal itu adalah suatu bentrokan di kalangan rakyat sendiri. Tipikal sinisnya Adam Malik. Sedangkan Jendral (Prnw)Sumitro, pelaku aktif dalam menghancurkan PKI secara organisasi maupun fisik, ketika ditanya pendapatnya mengenai 'trauma' sejarah seperti peristiwa G30S/PKI . . . . . mantan panglima Kopkamtib itu mengatakan bahwa, hal itu 'jangan dipikirkan lagi karena menyebabkan kemunduran'.
Suatu usaha/kegiatan dari golongan intelektuil muda belum lama untuk mempelajari masalah itu, melalui studi khusus yang kemudian diterbitkan dalam buku berjudul “Bayang-bayang PKI”, terbentur oleh laqrangan pemerintah terhadap buku tsb. Bisa dipastikan bahwa, usaha golongan intelektuil muda untuk mencari dan berusaha mendekati kebenaran mengenai tragedi tsb, tak akan berhenti. Untuk sementara bisa ditekan, tetapi kegiatan dan usaha tsb akan berjalan terus. Penelitian dan studi di bidang sejarah dan politik adalah usaha untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sejarah kita. Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan sejarah tidak bisa dibendung.
Sejarah itu sendiri telah berkali-kali menunjukkan hal itu. Untuk maju ke depan, harus bisa dengan jernih melihat ke belakang. Melihat apa yang sersungguhnya terjadi. Yang lebih penting lagi, ialah, membedakan mana yang benar dan mana yang keliru. Makanya pandangan Jendral (Prnw) Sumitro agar golongan muda jangan memikirkan yang sudah-sudah, adalah tidak sesuai dengan penelitian dan kemajuan ilmu. Tidak sesuai dengan arus dan kehausan penelitian ilmiah, serta perkembangan dan kemajuan nasion Indonesia.
Bukankah setiap individu, setiap manusia akan selalu berusaha menemikan,, mengenal dan memahami identitasnya sendiri. Juga suatu bangsa, sebagaimana halnya bangsa Indonesia, yang sebagai nasion muda masih dalam periode 'nation-building', pasti akan berusaha menemukan dan mengidentifikasi dirinya melalui pandangan ke belakang serta melihat ke depan.
Berarti memperlakukan sejarahg bangsanya sendiri dengan jujur dan ilmiah. Menengok ke belakang dengan tujuan tunggal untuk dengan mantap maju ke depan. Dalam ilmu tidak ada dendam dan balas-dendam. Yang ada ialah menarik pelajaran dari masa lalu.
* * *
No comments:
Post a Comment