Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 08 November 2010
---------------------------------
SEKITAR KUNJUNGAN PRESIDEN BARACK OBAMA KE INDONESIA
Kunjungan Presiden AS Barack Obama, kalau tokh jadi, dimulai besok, pada tanggal 09 November 2010. Diberitakan, bahwa kunjungan Obama tidak tiga hari, seperti berita yang tersiar beberapa hari yang lalu. Tetapi kurang lebih 24 jam saja. Aneh. Rencana kunjungan Obama ke Indonesia sudah dua kali ditunda, karena berbagai sebab dalam negeri AS, yang menyebabkan ia tidak bisa meninggalkan negerinya.
Akhirnya tokh akan jadi juga, tapi hanya untuk 24 jam saja. Seperti kunjungan 'sambil lalu' saja. Memang ada musibah di negeri kita. Semburan hawa dan debu panas gunung Merapi di Jawa Tengah, berbarengan dengan bencana tsumani di Mentawai, tidak bisa lain -- mengharuskan perhatian masyarakat lebih tertuju pada usaha mengatasi dan membantu rakyat yang kena musibah.
Obama juga tidak dalam keadaan 'gembira'. Partainya baru saja mengalami kekalahan cukup besar dalam pemilihan 'midterm' di Amerika beberapa hari yang lalu, sehingga Partai Demokrat kehilangan mayoritasnya di Congress. Obama harus mencari jalan untuk memuluskan roda pemerintahannya: Ia harus mengambil langkah mundur. Obama mengulurkan tangan 'kerjasama' kepada Partai Republik yang merupakan oposisi yang begitu bergairah merintangi setiap program Presiden Obama.
* * *
Dari tanggapan dan pernyataan pelbagai tokoh politik dan pejabat Indonesia tercermin minimnya pengetahuan mereka-mereka itu mengenai Amerika dan Presiden Obama. Istimewa mengenai pandangannya terhadap hubungan Indonesia - Amerika Serikat. Bisa dipastikan kalangan elite dan politisi 'kita' serta pejabat Indonesia tsb tidak serius membaca dan mempelajari bagaimana situasi politik AS sekarang. Siapa Obama dan apa pandangan dan visi politiknya mengenai AS dan dunia. Khususnya pandangannya mengenai dunia Islam dan Indonesia dimana ia pernah berdomisili bersama orangtuanya.
* * *
Yang terpenting ialah bahwa Barack Obama pernah MENULIS buku, dimana ia berkisah tentang masa kecilnya di Indonesia. Di buku berikutnya, Obama menulis tentang politik Indonesia. Ini dilakukannya setelah ia menjadi Senator USA. Sesudah ia menjadi politikus. Tulisannya di dalam bukunya “THE AUDICITY OF HOPE – Thoughts On Reclaiming The American Dream”, Obama memerlukan kurang lebih 10 halaman mengisahkan kenangan dan PENDANGANNYA tentang Indonesia. Sebelum dan semasa Orba.
Bagaimana persisnya pandangan/sikap Barack Obama megenai rezim Orba di bawah Presiden Suharto? Berani kukatakan: Obyektif, dilihat dari pandangan politisi Amerika umumnya dewasa ini. Dalam bukunya itu Obama jelas menilai bahwa yang terjadi di Indonesia dalam tahun 1965 adalah perebutan kekuasaan oleh Jendral Suharto.
Obama juga jelas menggambarkan jumlah luar biasa orang Indonsia yang tak bersalah yang jadi korban kampanye pembersihan golongan militer; pada masa-masa Suharto mulai berkuasa. Presiden SBY mutlak harus membaca baik-baik, sedikitnya bagian tentang Indonesia. Yang ditulis Obama dalam bukunya itu, adalah pandangan kritis, tajam dan pasti tidak disukai oleh elite dewasa ini yang masih belum lepas dari pandangan versi Orba mengenai Peristiwa 1965. Termausk “penasihat-penasihat politik” SBY benar-benar harus tau isi politik buku-buku Obama itu.
* * *
Sebagai ilustrasi mari kita jenguk sebagian (kecil) pandangn Obama mengenai Indonesia menjelang dan ketika kekuasaan negara 'bergésér' dari Presiden Sukarno ke Jendral Suharto.
“Sukarno proved to be a major disappointment to Washington. Along with Nehru of India and Nasser of Egypt, he helped found the nonaligned movement, an effort by nations newly liberated from colonial rule to navigate an independent path between the West anf the Soviet bloc. Indonesia's Cmmunist Party, although never formally in power, grew in size and influence. Sukarno himself ramped up the anti-Western rhetoric, nationalizing key industries, rejecting U.S. aid, and strengthening ties with the Soviets and China. With U.S. Forces knee-deep in Vietnam and the domino theory still a central tenet of U.S. Foreign policy, the CIA began providing covert support to various insurgencies inside Indonesia, and cultivated close links with Indonesia's military officers, many of whom had been trained in the Unite States. In 1965, under the leadership of General Suharto, the military moved against Sukanro, and under emergency powers began a massive purge of communists and their symphathizers. According to estimates, between 500.ooo and one million people were slaughtered during the purge, with 750.000 others imprisoned or forced to exile”.
(Barack Obama – THE AUDICITY OF HOPE. Thoughts on Reclaiming The American Dream, First published (2006) in New York, the U.S. by The Crown Publishers; Chapter 8, The World Beyond Our Borders, page 272-273. Paperback edition, by Canongates Book, 2008.)
* * *
Jelas, dikemukakan mengapa Washington 'tak suka' kepada Sukarno. Penyebabnya: -- Sukarno bersama Nehru dan Nasser membangun kekuatan baru Gerakan Non-Blok, yang dikatakan Obama sebagai, suatu usaha untuk menempuh politik yang bebas dari Barat maupun blok-Soviet. Juga terang dijelaskan, bahwa di bawah 'teori domino' yang menjadi pendirian politik laurnegeri AS, CIA mendukung pemberontakan di daerah, (maksudnya PRRI, Permesta dan GAM, Gerakan Aceh Merdeka), meskipun tidak ditulis hitam di atas putih. Juga gamblang sekali dijealskan bahwa CIA membangun jaringannya dengan perwira-perwira tentara. Hasilnya, pada tahun 1965 di bawah Jendral Suharto dilakukan perebutan kekuasaan negara.
Selanjutnya Obama mengungkapkan bahwa pada 'pembersihan' yang dilakukan Suharto terhadap kaum Komunis dan simpatisannya, telah jatuh korban sekitar 500.000 sampai 1 juta orang. Tambah lagi 750.000 orang yang dipenjarakan atau terpaksa eksil. Sepanjang ingatan, belum pernah ada politisi Amerika Serikat, yang anggota Senat, bicara begitu jelas mengenai Peristiwa 1965 dan korban yang jatuh.
Jelas sekali Obama samasekali tidak menganggap Peristiwa Pembantaian 1965 itu sebagai suatu KONFLIK HORIZONTAL, suatu konflik di antara kekuatan-kekuatan DIDALAM masyarakat. Dari pengemukaannya mengenai Peristiwa 1965, ia berpendapat bahwa Peristiwa 1965 dan korban yang jatuh, adalah suatu KONFLIK VERTIKAL. Antara yang punya kekuasaan dengan rakyat biasa. Bukan sutu konflik di kalangan masyrakat.
* * *
Itu adalah pandangan Obama (ketika itu masih belum Presiden AS) mengenai Indonesia periode itu. Jelas 'obyektif'. Ia menulis setelah beberapa tahun menjadi politikus. Dari 1996 s/d 2004 ia terpilih dan aktif di Senat negara bagian. Dari 2005 s/d 2008 ia terpilih di Senat Amerika Serikat (pusat). Mari ikuti lagi bagian berikutnya dari bukunya mengenai Indonesia ketika itu.
“It was two years after the purge began, in 1967, the same year that Suharto assumed the presidency, that my mother and I learned in Jakarta, a consequence of her remarriage to an Indonesian student (Lolo Soetoro) whom she'd met at the University of Hawaii. I was six at the time, my mother twenty-four. In later years my mother would insist that had she known what had transpired in the preceeding months, we never whould have made the trip. But she didn't – the full story of the coup and the purge was slow to appeara in American newspapers. (Ibid)
Dari uraian Obama diatas, juga jelas bahwa ibunda Obama, Ann Dunham, tidak akan mau ke Indonesia, andaikata ia tau apa yang terjadi sebelumnya di Indoneisa. Maksdnya, G30S dam Peristiwa Pembantaian1965, serta perebutan kekuasan negara oleh Jendral Suharto.
* * *
Tahukah tuan rumah Indonesia, teristimewa Presiden SBY tentang sepucuk surat terbuka yang dikirimkan oleh sebuah organisasi hak-hak azasi manusia di Amerika Serikat. Surat terbuka dari Amnesty International Amerika kepada Presiden Barack Obama itu dikirimkan menjelang kedatangan Obama ke Indonesia akhir Maret lalu, yang kemudian ditunda itu.
Arti penting surat AI-USA tsb ialah bahwa saran atau pesan yang disampaikannya kepada Presiden Obama ketika berkunjung ke Indonesia nanti, begitu gamblang dan begitu jelas.
Amnesty International – USA mengingatkan kepada Presiden Obama, a.l. sbb:
“ Ketika berkunjung di Indonesia nanti, kami mendesak dengan kuat untuk mengadakan pertemuan dengan mereka-mereka yang membela hak-hak azasi manusia dan para keluarga korban kesewenang-wenangan negara, teristimewa para warganegara sipil yang dibunuh pada periode kekacauan politik 1965. Kami juga mendesak Anda untuk memberikan pernyataan terbuka peranan apa yang dimainkan dalam Kemintraan Komprehensif AS-Indonesia dan tekankan bahwa hak-hak azasi manusia akan memainkan peranan penting sama pentingnya dengan peranan perdagangan dan keamanan. . . . .”
* * *
Thursday, November 11, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment