Sabtu, 18 Desember 2010
----------------------------------
SEKITAR LAUT TIONGKOK SELATAN
“Ancaman” Dari Tiongkok Atau Dari Jepang?
Hari Jum'at y.l kantor berita RRT – Republik Rakyat Tiongkok, Xinhua, menggugat 'arahan' yang telah disahkan oleh pemerintah Jepang mengenai strategi pertahanan Jepang masa selanjutnya. Kebijakan arahan pertahanan Jepang yang baru itu, mengungkap hal yang berbeda dari sebelumnya. Perhatian militer Jepang sekarang ini, terang-terangan difokuskan pada apa yang dinamakannya, 'ancaman kekuatan militer' Tiongkok. Menanggapi 'arahan pertahanan baru'Jepang itu, Xinhua menyatakanya sebagai suatu kebijakan yang 'tak bertanggungjawb'.
Pada masa 'perang dingin' kebijakan militer AS/Jepang ditujukan terhadap ancaman dari arah Uni Sovyet. Kini ujung tombak pertahanan Jepang diarahkan pada 'bahaya militer Tiongkok'.
Kebijakan arah pertahanan militer Jepang ini akan dipusatkan pada pengembangan angkatan lautnya. Jepang akan membangun lebih banyak kapal selam dan pesawat terbang militer yang canggih. Ini dengan latar belakang situasi, -- sejak beberapa waktu terjadinya sengketa antara RRT dan Jepang mengenai kepulauan Dianyu (penamaan oleh RRT) atau Senkaku (penamaan Jepang), di Lautan Tiongkok Selatan.
Di sekitar kepulauan Dianyu atau Senkaku tsb telah terjadi bentrokan antara kapal nelayan penangkap ikan Tiongkok dengan patroli angkatan laut Jepang. Beberapa pelaut Tiongkok ditahan Jepang. Tetapi kemudian dilepaskan kembali, setelah RRT melakukan protes keras bekali-kali kepada Jepang.
Jadi, memang ADA ketegangan dan konflik antara RRT dan Jepang, mengenai masalah kepulauan Diaoyu atau Senkaku.
* * *
Tetapi 'tudingan' Jepang tentang 'ancaman militer Tiongkok'! ?? Tidakkah itu terdengar seperti “maling teriak maling”?
Tidakkah itu penjungkir-balikkan logika sejarah? Orang tidak akan lupa agresi Jepang ke Tiongkok Timur Laut dan pendudukan terhadap Tiongkok, di tahun tigapuluhan abad lalu. Sampai berakhirya Perang Dunia II. Sejarah mencatat bahwa Tiongkok diagresi dan diduduki oleh balatentara Dai Nippon. Juga ingatan masyarakat dunia masih segar sekitar pembantaian masal oleh tentara Jepang terhadap penduduk sipil kota Nanking. Siapa pula bisa lupa tentang Perang Pasifik. Orang tahu siapa pelaku kejahatan kemanusiaan tsb terhadap rakyat Tiongkok di masa lampau?
Sekarang bisa-bisanya kalangan pemerintah Jepang menuding Tiongkok yang selama puluhan tahun lebih menjadi korban agresi Jepang dan imperialisme Barat, dewasa ini merupakan 'ancaman militer' terhadap Jepang dan Asia.
Suara ini sudah lama kudengar dalam versi yang berbeda. Begini ceritanya: Suatu ketika (2001) aku mengunjungi Dr Ruslan Abdulgani, mantan menlu dan wakil RI di PBB. Dalam percakapan di kantornya di Pejambon, Ruslan menyatkan berbangga dapat kantor tsb dari presiden Abdurrahman Wahid. Omong punya omong, sampailah pada masalah siapa yang merupakan bahaya baru di Asia. Dari mana datangnya bahaya tsb?
Ruslan Abdulgani dengan tegas mengatakan kepadaku: “Menurut saya bahaya baru bagi Indonesia dan Asia, datang dari Tiongkok. Bukan dari Jepang atau negara lainnya”. Demikian Ruslan Abdulgani.
* * *
Selanjutnya, Peter Hatcher, wartawan The National Times/ The Morning Herald ,sebuah koran Australia (juli 2010), menulis dalam nada yang sama. Intinya: “Awas bahaya ambisi teritorial Tiongkok!” . Judul artikel Peter Hatcher, sbb: "Tiongkok Ngebut Untuk Merealisasi Ambisi Teritorialnya".
Peter Hatcher memulai artikelnya sbb:
"Dalam sebuah ucapannya, pemimpin Tiongkok Deng Xiaoping (rupanya dengan mengutip sebuah pepatah pada zaman Dinasti Tang, I.Isa) mendesak para warganegara untuk "menyembunyikan kebolehan kalian dan tunggu sampai tiba saatnya”. (Pernyataan) itu adalah 20 tahun yl. Sekarang tampaknya para pemimpin Tiongkok beranggapan bahwa 'sudah tiba saatnya'. Dalam suatu redefinisi yang tegas mengenai tempatnya di dunia, Tiongkok menjadikan Laut Tiongkok Selatan dalam katagori 'intisari kepentingan nasional', merupakan klaim teritorial yang tidak bisa diperrundingkan – sebagaimana halnya masalah Taiwan dan Tibet. Tiongkok telah menarik garis merah pada peta Asia dan menghadapi siapa saja yang melanggarnya."
"Ini menempatkan Tiongkok langsung berkonflik dengan klaim lima tetangganya, dan menantang dominasi Angkatan Laut AS di perairan itu". Demikian Peter Hatcher (PH).
Apa yang dikemukakan oleh penulis PH dalam artikelnya di The Morning Herald/The National Times, adalah interpretasinys sendiri mengenai sikap Tiongkok terhadap wilayah di Lautan Tiongkok Selatan. PH tanpa ragu-ragu telah menuding Tiongkok dewasa ini sedang 'merebut waktu untuk merealisasi ambisi teritorialnya. Ini suatu tuduhan serius terhadap Republik Rakyat Tiongkok.
* * *
Tulisan Peter Hatcher tsb mengundang banyak komentar. Keseluruhannya ada 110 komentar. Ada yang membenarkan pandangan PH. Bahkan memperkuatnya. Ada pula yang dengan tegas membantahnya.
Salah seorang pembaca yang menamakan dirnya "Peninjau" (13 Juli) menjawab PH sbb:
" (Pendapat PH) ini tipikal pandangan jurnalis Barat yang menabuh gendang-tanda-bahaya dan mencurigai maksud-maksud Tiongkok. Apa yang dikatakan dalam pepatah pada Dinasti Tang itu (yang dikutip PH) sebenarnya bunyinya adalah sbb: "Gali lubang (perlindungan) dalam-dalam, isi gudang-gudang (persediaan) dan jangan sekali-kali melakukan hegemonisme". Ini berbeda dengan komentar yang menyatakan bahwa 'Tiongkok menempatkan dirinya sebagai pusat dalam alam semesta'. Arti yang sesungguhnya dari pepatah itu, ialah, agar 'mengambil sikap moderat dan menghindari sikap yang ekstrim'.
"Tiongkok mengklaim Kepulauan Diaoyu (Pulau-pulau Senkaku) dan kepulauan Nan Sha, Xi Sha dan Dong Sha (Spratley dan Paracels), didasarkan atas catatan sejarah bahwa, warganya hidup dan menangkap ikan di dekat kepualauan tsb jauh sebelum orang lain melakukannya. Kepualauan Diaoyu secara sefihak oleh AS diberikan kepada Jepang setelah Perang Dunia II tanpa berkonsultasi dengan Tiongkok dan Taiwan.
"Mengenai kasus Tiongkok mengirimkan 10 kapal yang dikatakan telah melampaui "rantai pertahanan pertama", Peter Hatcher tampaknya lupa bahwa negara-negara Barat (di masa lampau) mengirimkan angkatan laut mereka untuk menaklukkan seluruh dunia. Pertama-tama (yang melakukannya) adalah Belanda. Kemudian Spanyol, diikuti oleh Inggris ( yang pernah menyombongkan diri, bahwa matahari tidak pernah tenggelam di wilayah Britania Raya". Dan sekarang AS. Masing-masing menurut kekuatan nasionalnya. Kontras dengan keadaan itu, Tiongkiok sekali tempo memiliki kekuatan angkatan laut terkuat di bawah Zheng He. Itu keadaan pada periode Dinasti Ming. Tetapi Tiongkok tidak pernah mengagresi siapapun. Tiongkok hanya melakukan kegiatan perdagangan dan kebudayaan.
"PH juga seenaknya saja menghapuskan kenyataan bahwa AS dan Korea Selatan baru-baru ini mengumumkan hahwa mereka akan mengadakan latihan angkatan laut bersama. Dalam latihan bersama yang melibatkan sebuah kapal induk Amerika Serikat, “USS George Washington”. Dan berlangsung di Lautan Kuning, pas didepan pintu-laut Tiongkok sebelah Timur, tanpa menghiraukan protes yang diajukan oleh Tiongkok. Tiongkok seperti India punya hak memiliki kapal induk. Tetapi berbeda dengan India, Tiongkok belum membikinnya samasekali.
* * *
Justru karena terutama masalah ini menyangkut Tiongkok, baik kita lihat bagaimana sikap pemerintah Republik Rakyat Tiongkok mengenai masalah tsb.
Perdana Mentri RRT Wen Jiabao menjelaskan di hadapan Sidang Ke-65 Majlis Umum PBB, September 2010 a.l tentang keadaan negara Tiongkok dewasa ini . Ia juga menanggapi berbagai kecurigaan dan kekhawatiran mengenai masa depan Tiongkok.
Dikatakannya a.l : “Walaupun GDP Tiongkok sudah menempati urutan ke-3 di dunia, tapi GDP perkapita hanya merupakan 1/10 negara-negara Barat. Tiongkok tetap berada pada tahap sosialisme, dan merupakan negara berkembang. Ini adalah keadaan fundamental negara Tiongkok, dan keadaan Tiongkok yang sebenarnya."
“Target strategis Tiongkok adalah merealisasi modernisasi pada pertengahan abad ini. Puluhan tahun ke depan, rakyat Tiongkok akan menempuh jalan reformasi, keterbukaan terhadap dunia luar dan pembangunan secara damai. Jalan tersebut sudah mengubah nasib negara Tiongkok dan sudah mendatangkan kesejahteraan kepada rakyat Tiongkok, maka harus terus dipertahankan dan disempurnakan serta tidak boleh diubah dengan alasan apapun.
Oleh karena itu, Tiongkok akan memusatkan tenaga untuk mengembangkan ekonominya, memperdalam reformasi mekanisme, memperluas keterbukaan, mengembangkan pendidikan dan iptek, dan mengembangkan kebudayaan unggul kaum Tinghoa.
“Tiongkok akan menempuh jalan perkembangan secara damai. Intisari perkembangan damai adalah mengupayakan lingkungan internasional yang damai untuk mengembangkan diri sendiri, dengan perkembangan sendiri mendorong perdamaian dunia.
"Dalam proses perkembangan, Tiongkok akan terus mengupayakan dan memperbesar titik penting (persamaan besar) dengan negara-negara lain. Pembanguan Tiongkok tidak akan merugikan siapa-siapa, dan juga tidak mengancam siapa pun. "Tiongkok akan berusaha keras untuk selalu mencari dan mengusahakan persamaan besar dengan tetangga-tetangganya.
Demikian sikap pemerintah RRT, mengenai pembangunan dan perkembangan ekonominya, serta sikapnya sebagai anggota masyarakat internasional.
* * *
Sehubungan dengan adanya maksud Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN untuk mengadakan pembicaraan membahas masalah persengketaan antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN mengenai Laut Tiongkok Selatan dan kebebasan pelayaran di perairan Laut Tiongkok bisa dibaca sikap RRT sbb:
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Jiang Yu (21/9) mengatakan, Tiongkok dengan tegas menentang negara-negara yang tidak bersangkutan mencampuri masalah Laut Tiongkok Selatan.
“Tiongkok berpendirian bahwa, masalah Laut Tiongkok Selatan hanya perselisihan antar berbagai negara terkait di bidang kedaulatan wilayah, serta hak dan kepentingan maritim, dan bukannya masalah antara Tiongkok dan ASEAN. Juga bukan masalah regional dan internasional. Oleh karena itu, masaalah tsb harus diselesaikan secara damai melalui konsultasi bersahabat antara kedua pihak yang berkepentingan.
Tiongkok mempertahankan pendirian "mengesampingkan perselisihan, senantiasa berupaya mendorong negara-negara terkait menyelesaikan dengan layak masalah Laut Tiongkok Selatan melalui konsultasi bilateral.
"Situasi di Kawasan Laut Tiongkok Selatan stabil secara menyeluruh dewasa ini. Hubungan antara Tiongkok dengan berbagai negara ASEAN juga sedang dikembangkan dan diperdalam secara menyeluruh. Saling percaya di bidang politik juga diperdalam terus. Tiongkok memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan terhadap berbagai pulau dan perairan di Lautan Tiongkok Selatan.
Kami berpendirian konsekuen bahwa masalah Laut Tiongkok Selatan harus diselesaikan secara damai melalui konsultasi bersahabat antara negara-negara yang bersangkutan. Kami dengan tegas menentang negara-negara yang tidak bersangkutan mencampuri urusan Laut Tiongkok Selatan, menentang diinternasionalisasi, multilateralisasi dan diperluasnya masalah Laut Tiongkok Selatan, karena hal itu tidak saja tidak mendorong penyelesaian masalah, bahkan memperumit."
Mengenai masalah kebebasan pelayaran di Laut Tiongkok Selatan, Jiang Yu mengatakan:
"Kami senantiasa menjamin kebebasan semua pelayaran dan penerbangan berbagai negara berdasarkan undang-undang internasional di perairan Laut Tiongkok Selatan, ke depan kami juga akan terus bertindak demikian.
Argumentasi apa saja yang membesar-besarkan ketegangan situasi, menimbulkan konfrontasi bahkan keretakan hubungan antara berbagai negara, semuanya itu bertentangan dengan keinginan bersama berbagai negara di kawasannya yang mengupayakan perdamaian, perkembangan dan kerja sama."
* * *
Kiranya masalahnya jelas. Memang tedapat perbedaan tanggapan terhadap situasi sekitar Laut Tiongkok Selatan. Disatu pihak Barat dan sekutu-sekutunya. Difihak lain, terdapat pandangan fihak RRT.
Perlu diperhatikan perkembangan berikut ini: Jepang amemutuskan mengalihkan 'sasaran' militernya pada Tiongkok. Dalam melaksanakan pertumbuhan dan modernisasi militernya, Jepang menggunakan dalih munculnnya apa uyang meerka katakan, 'bahaya ambisi teritorial Tiongkok'. Sudah sejak lama kalangan konservatif dan militeris Jepang hendak memperbesar terus tentara 'pertahanan' Jepang. Meskipun menurut UUD-nya, Jepang dilarang mengirimkan kekuatan militernya keluar negeri. Sekarang golongan Jepang tsb menemukan dalih yang dapat sokongan dari Barat dan pendukungnya di Asia, yaitu mengenai apa yang mereka katakan -- 'ancaman ambisi teritorial Tiongkok'.
* * *
Masalah internasional yang menyangkut beberapa negara di sekitar Laut Tiongkok Selatan, pasti bisa diselesaikan melalui perundingan damai dan bersahabat diantara yang bersangkutan. Karena fihak Tiongkok yang dituduh oleh fihak Barat dan Jepang hendak merealisasi ambisi teriorialnya, jelas menyatakan bersedia mengadakan perundingan bilateral yang bersahabat dan damai. Selain itu dengan keras menolak campur tangan luar yang tidak ada urusan di Laut Tiongkok Selatan.
* * *
Bagi orang awam, seperti penulis ini, yang kurang bahan, pengetahuan dan fakta mengenai tata-hukum perairan internasional di Laut Tiongkok Selatan, serta pula belum menguasai segala dokumen dan fakta baik yang mengenai masa lampau, maupun yang sekarang, tidaklah mudah untuk memahami persoalannya, tanpa mengadakan penelitian dan studi yang seksama.
* * *
No comments:
Post a Comment