Friday, December 10, 2010

Memperingati Hari Hak Azasi Manusia

Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 10 Desember 2010
---------------------------------------



(PRT) PEMBANTU RUMAH TANGGA -- SEBERAPA HAK-HAKNYA Sbg PEKERJA?
Suatu cara untuk memperingati peristiwa bersejarah Deklarasi HAK-HAK MANUSIA Universal PBB: -- Di satu fihak mengkhayati arti penting memperjuangkan hak-hak azasi manusia universal. Di lain fihak menghubungkannya dengan masalah kongkrit yg ada di hadapan mata. Ini adalah segi yang terpenting, Menyangkut masalah pentrapan. Itu hakiki! Konsistenkah berpegang pada prinsip?

* * *

Memperingati Hari HAM Universal, di negeri kita, berlangsung antara lain dengan diberikannya Yap Thiam Hien Award kepada aktivis HAM Indonesia, mendiang Asmara Nababan < wafat 28 Oktober 2010, dalam usia 64th>. Asmara Nababan adalah mantan Sekjen KomnasHam ( periode1993 – 1998). Ia salah seorang pendiri lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kontras dan Elsam. Masyarakat sepakat menilai Asmara Nababan sebagai pahlawan aktivis/pejuang HAM. Sewajarnya dalam rangka memperingati Hari Ham PBB, kita mengenangkan suri teladan penggiat HAM Indonesia, seperti tokoh Asmara Nababan.

Ada baiknya, mengenai pejuang/aktivis Asmara Nababan, kemudian ditulis lebih banyak lagi mengenai kepedulian dan pengabdiannya demi pemberlakuan hak-hak azasi manusia di negeri kita.

* * *

Dalam tulisan y.l mengenai Deklarasi Universil Hak-hak Azasi Manusia (PBB, 1948), disingggung mengenai pertanyaan yang sering muncul. Apakah prinsip-prinsip HAM Universil Deklarasi PBB 1948 tsb, benar-benar universil? Ataukah merupakan suatu cara untuk mencampuri urusan intern dalam negeri lain? Masalah ini sampai sekarang masih menjadi topik diskusi dan argumentasi yang hangat.

Pendapat dan pandangan yang diajukan umumnya bertolak dari situasi kongkrit negeri masing-masing. Contoh: Menlu rezim Orba ketika itu, Ali Alatas, menganggap krtik-kritik mancanegara, terhadap pelanggaran hak-hak manusia oleh rezim Orba, yang utama persekusi dan pembantaian masal terhadap lebih sejuta warga tak bersalah, dengan dalih terlibat dalam G30S, --- sebagai suatu campur tangan asing terhadap urusan dalam negeri Indonesia. Demikian pula kritik-kritik keras mancanegara terhadap agresi, pendudukan dan opresi Orba terhadap Timor Timur, dianggap mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.

* * *

Masalah yang ramai diberitakan media internasional dewasa ini: Adalah sekitar Pemberian Hadiah Nobel Untuk Perdamaian oleh suatu komite di Oslo, Norwegia, kepada seorang disiden Tiongkok, Liu Xiaobao. Komite Hadiah Nobel menilai Liu Xiaobao sebagai aktivis pejuang hak-hak manusia Tiongkok yang dipersekusi dan dipenjarakan. Untuk menyatakan sikapnya itu dan memberikan dukungan kepada disiden Liu Xiaobao, ia diberikan Hadiah Nobel 2010. Tiongkok menganggap Liu Xiaobao, tokoh penting dalam Peristiwa Tiananmen 1989, -- melakukan kegiatan subversi terhadap negara Tiongkok. Ia dijatuhi hukuman 11 tahun penjara, sebagai seorang kriminil.

Tiongkok berhasil mengajak 18 negeri memboikot upacara pemberian Hadiah Nobel di Oslo hari ini, 10 Desember 2010.

Masalah pentrapan hak-hak azasi manusia dipelbagai negeri, dan apakah ada apa yang dinamakan hak-hak azasi manusia universil, akan masih berlanjut terus.

* * *

Di negeri kita, Indonesia, setelah jatuhnya Presiden Suharto, melalui proses perjuangan yang sudah lama, tampaknya ada kesepakatan menerima Deklarasi Universil Hak-Hak Azasi Manusia . Situasi ini merupakan kemajuan bagi pendangan bahwa memang ada yang disebut HAK-HAK AZASI MANUSIA, seperti Deklarasi Universil PBB, 1948.

Di negeri kita hari penting ini (10 Desember) a.l diperingati dengan mengadakan seminar mengenai keadaan kaum Pekerja Rumah Tangga di Indonesia. Di periode 'tempo doeloe', pembantu rumah tangga disebut 'babu'. Entah dari mana asal kata 'babu' itu. Setelah merdeka, nama 'babu' berubah menjadi pembantu rumah tangga. Menurut Wikipedia, di Asia Selatan, kata 'babu' itu, artinya 'bapak' atau 'boss'. Suatu penghormatan bila orang disapa 'babu'. Tetapi ketika periode 'tempo doeloe', di zaman kolonialisme Hindia Belanda, babu itu adalah yang sekarang namanya disebut 'pembantu rumah tangga (PRT)'. Namanya sudah berubah, tetapi fungsi dan nasibnya kiranya kurang-lebih masih sama seperti 'tempo doeloe'.

Mempersoalkan hak-hak azasi manusia, pelanggaran serius dan tergawat yang dilakukan terutama oleh penguasa, pemerintah, seperti --- pelanggaran HAM terbesar yang pelakunya adalah penguasa militer ketika itu, di bawah komando Jendral Suharto, kemudian oleh rezim Orba dalam Pembantaian Masal setelah Peristiwa 1965 – dan tindak kekerasan dan opresi selama 32 tahun rezim Orba – semakin banyak terdapat di media Indonesia.

Begitu juga mengenai nasib pekerja wanita Indonesia yang mencari nafkah di luar negeri, khususnya di Malaysia dan di negeri-negeri Arab, banyak dberitakan dan didiskusikan. Karena nasib buruk yang diderita kaum pekerja wanita Indonesia di Malaysia dan khususnya di Arab Saudi, sampai-sampai Presiden SBY turun tangan buka suara protes membela nasib TKI.

* * *

Tetapi mengenai nasib PRT – Pembantu Rumah Tangga di Indonesia, rasanya masih kurang perhatian dan kepedulian.

Pada umumnya nasib mereka bergantung pada kemurahan hati dan kebaikan majikan yang mempekerjakannya. Tak bisa disangkal tidak sedikit ibu dan bapak rumah tangga, yang bermurah hati, sangat memperhatikan keadaan nasib
pekerja rumah tangga. Tidak sedikit anak-anak PRT (pekerja rumah tangga) sudah bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun memberikan pengabdiannya kepada seluruh keluarga tempat ia bekerja. Ada yag menyekolahkan anak-anak PRT, bahkan sampai ke perguruan tinggi. Ada juga PRT yang diongkosi naik haji. Pada waktu lebaran, dibolehkan membawa mobil bossnya untuk 'pulang mudik'. Itu semua merupakan kebaikan para ibu dan bapak rumah tangga yang amat memperhatikan PRT-nya.

Namun tidak sedikit pula PRT yang upahnya sangat sedikit. Ada yang berbulan-bulan tidak dibayar gajinya. Belum lagil syarat kerja sebagai PRT. Pokoknya 'tak ada jam kerja'. Selama belum tutup mata, belum tidur seluruh keluarga majikan, selama itu sang PRT harus setiap saat siap 'ditugaskan' ini dan itu. Pokoknya betul-betul dieksploitas. Juga ada majikan yang suka maki dan 'ringan tangan', alias memberikan tamparan atau tendangan kepada sang PRT. Persis seperti kejadian pada zaman kololonial/feodal dulu.

Oleh karena itu, sudah waktunya, ada peraturan kerja dari yang berwewenang bagi setiap PRT. Agar fihak majikannya tidak dibiarkan memperlakujkan PRT sewenang-wenang dan menentukan upah PRT semaunya saja! Sudah sejak kemerdekaan ada instansi yang mengurus masalah perburuhan, tetapi nasib pRT rupanya tidak termasuk nasib kaum buruh umumnya. Bukankah ini suatu diskriminasi terhadap para pekerja rumah tangga?

* * *

Dalam hubungan nasib PRT, perlu disambut dan didukung kegiatan seperti yang diadakan pada hari ini, yaitu SEMINAR MENGENAI PERBAIKAN SYARAT KERJA DAN NASIB KAUM PRT.

Para organisator seminar mengharapkan perhatian dan ikut sertanya pemeduli nasib PRT, agar berpartisipasi dalam seminar hari ini yang bertujuan, agar kita semua mendapat gambaran mengenai situasi dari Pekerja Rumah Tangga dan hak-hak mereka di Indonesia.

Dalam rangka Hari Hak Asasi Manusia, Erasmus Huis/Kedutaan Besar Kerajaan Belanda bekerja sama dengan International Labour Organisation (ILO)-Jakarta, akan mengadakan seminar mengenai Pekerja Rumah Tangga di Indonesia.

Masyarakat diundang untuk menghadiri seminar tersebut di atas dan berpartisipasi dalam diskusi dengan tujuan agar kita semua mendapat gambaran mengenai situasi dari Pekerja Rumah Tangga dan hak-hak mereka di Indonesia.

* * *

Di bawah ini dikutip acara seminar tsb: Yang antara lain terdiri dari sbb:

-- Pidato pembukaan oleh Ibu Drs. J.G.M. (Annemieke) Ruigrok, Wakil Duta
Besar Kedutaan Kerajaan Belanda,
-- Kata pengantar oleh Lotte Kejser, Chief Technical Advisor ILO
Lalu ada pertunjukan film mengenai Pekerja Rumah Tangga

Pembicara

– Bona Sigalingging, National Project Coordinator ILO
Topik Program ILO untuk pekerja rumah tangga; menuju 100 tahun International
Labour Conference Juni 2011
-- Rieke Dyah Pitaloka, anggota Parlemen, Komisi IX, DPR RI
Topik Keperluan legislasi untuk Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
-- Lita Anggraeni, Koordinator dari JALA PRT (Jaringan Nasional untuk PRT)
Topik Situasi Pekerja Rumah Tangga di Indonesia
Diskusi, Lusi Julia, Programme Officer ILO sebagai moderator

* * *

No comments: