Thursday, December 2, 2010

“LE QUATTRO STAGIONI” A. VIVALDI Di “BIJLMERPARK THEATER”

IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita
Kemis, 02 Desember 2010
-----------------------------------------
“LE QUATTRO STAGIONI” A. VIVALDI
Di “BIJLMERPARK THEATER”

Selama hidupku tak pernah hadir mendengarkan orkes-klasik dari jarak begitu dekat, seperti pada hari Minggu yang lalu. Di “Bijlmer Parktheater”, di Anton de Komplein 240, Amsterdam Zuidoost. Bersama kami di situ: Cucunda Anusha Zahidi, ibunya, Yasmin; -- Pratiwi, si Sulung yang mentraktir kami berdua. Berlima kami dapat tempat duduk di barisan kedua dari depan. Dengan membeli karcis Euro - 10, seorang, bisa duduk dimana saja. Yang lebih pagi datang bisa milih tempat duduk terbaik.

“Bijlmer Parktheater” adalah gedung budaya indah yang baru saja rampung. Merupakan bagian dari Bijlmerpark baru yang sedang dibangun. Yang telah tegak di situ adalah Bijlmer Sporthal, dengan kolam renang dan ruangan sport berbagai cabang olahraga. Bijlmerpark baru, yang terdiri dari natur, sport dan kultur diharapkan selesai musim panas 2011.

Memang, BIJLMER itu INDAH DAN BERBUDAYA.

* * *

Tempat duduk kami, jaraknya dari pemain musik kukira hanya lima meter saja. Wah, alangkah indah bahagia dan nikmatnya dalam posisi itu, mendengarkan musik karya VIVALDI oleh para musikus dari “Koninklijk Concertgebouworkest”.

Hari itu yang diperdengarkan adalah karya A. Vivaldi yang paling terkenal :
“LE QUATTRO STAGIONI”, -- “EMPAT MUSIM”.

Anton VIVALDI (1678-1741), adalah putra seorang pamangkas rambut. Ia seorang violis yang kemudian menjadi pendeta. Ia dijuluki Il Prete Rosso (Pendeta Merah) mungkin karena warna rambutnya merah. Tapi, katanya, mungkin juga, julukan itu disebabkan ia sering terlibat dalam kasus-cinta. Vivaldi kemudian jadi guru biola di suatu rumah-piatu wanita di Venesia. Karya-karya konser, contata dan musik lainnya kebanyakan dipersembahkannya pada anak-anak yatim-piatu itu.

Watak gembira karya-karyanya mencerminkan kesenangan Vivaldi menciptakan musik. Inilah juga alasan terpenting mengapa musiknya begitu populer.

* * *

Yang membawakan musik indah Vivaldi, Minggu pagi itu, adalah, 8 orang musikus. Dua pemain biola wanita, tiga pemain biola putra , lalu seorang violoncellis dan seorang contrabas. Masih ada seorang pemain clavecimbel. Pimpinan: Pemain biola pertama Michael Gieler dan pemain biola pertama Henk Rubingh.

Heran aku! Mereka hanya delapan orang. Tapi yang disuarakan seakan konser filharmoni lengkap. Luar biasa!! Masing-masing pemain biola pada gilirannya tampil sebagai violis tunggal, pada bagian-bagian Musim Semi, Musim Panas, Musim Gugur dan Musim Dingin. Yang lainnya mengiringi. Tak terlukiskan betapa merdunya.

Ruangan konser yang digunakan Minggu itu, adalah ruangan untuk konser kecil atau untuk acara cabaret. Hampir semua tempat duduk yang kira-kira dua ratus itu penuh. Sambutan publik yang antusias dan puas tampak pada ovasi berdiri yang cukup lama.

Pada akhir acara diberi kesempatan untuk cakap-cakap dengan para musikus dan untuk (anak-anak) melihat-lihat alat musik “clavecimbel”. Seperti piano kecil yang suaranya khas.

Kami sempat bersalaman dengan para musikus sambil minum kopi panas dan sekedar kueh-kueh makanan kecil. Kataku pada Murti dan anak-anak serta cucu Anusha. Coba lihat, hanya dengan Euro 10, kita sudah bisa menikmarti musik Vivaldi. Tambah lagi seusai acara minum kopi panas dan makan kueh-kueah bersama para musikus.

Kukatakan lagi: Ini bisa terjadi, karena pemerintah, khususnya subsidi kotapraja Bijlmer untuk kegiatan kebudayaan masyrakat setempat, cukup besar.

Dalam penjelasan sebelum acara dimulai, pembicara sempat nyerempet mengeritik pemerintah kabinet Rutter (VVD/CDA/PVV), yang memutuskan mengurangi drastis subsidi untuk kegiatan budaya dan kultur masyarakat. Memang nyatanya budaya tak bisa terlepask dari politik. Semboyan 'seni untuk seni' sudah lama tak nyambung dengan realita kehidupan budaya! * * *

No comments: