Kemis, 13 Januari 2011
----------------------------------------------
”SARAN”(!!!) -- Untuk SBY:
“Bilang Saja, Saya tidak Mampu”
“Bilang saja saya tidak mampu”, adalah kata-kata keras dan tajam berasal dari Ahmad Syafii Maarif, mantan ketua Muhammadiyah. Memang dia orang Sumatera, orang Minang. Bukan orang Jawa. Omongannya, keluarnya 'ces pleng' begitu saja. Tidak kasar. Juga bukan 'kurang sopan'. Jelas! Tegas! Di satu fihak, saran itu supaya SBY mundur saja sebagai Presiden RI, meskipun belum penuh masa jabatannya sebagai presiden yang dua kali berturut-turut terpilih langsung. Di lain fihak, diberikan alasan yang jelas, Yaitu 'tidak mampu'. Maka, tidak bisa ada salah tafsir. Bukan karena melakukan pelanggran hukum berat, seperti korupsi atau melakukan pelanggaran HAM berat.
* * *
Kalangan cendekiawan, cukup mengenal siapa Ahmad Syafii Maarif ( lahir: 1935). Dalam tahun 1985 terbit bukunya: Islam dan masalah kenegaraan : studi tentang pecaturan dalam Konstituante. Buku tsb adalah sebuah revisi dari tesis PH.D-nya, berjudul “Islam as the basis of state” yang diraihnya di University of Chicago (1982).
Kritikan tajam Ahmad Syafii Maarif kepada SBY tsb adalah sebagian dari kritik yang diajukan oleh sembilan orang tokoh agama. Selain Maarif, terdapat
Andreas A Yewangoe, Din Syamsuddin, Uskup D Situmorang, Biksu Pannyavaro, Salahuddin Wahid, I Nyoman Udayana Sangging, Franz Magnis Suseno, dan Romo Benny Susetyo. Mereka beranggap bahwa pemerintahan Presiden Yudhoyono, sesudah lebih setahun menjabat, --- dan sebelumnya SBY sudah lima tahun menjabat presiden pilihan langsung, -- telah gagal mengemban amanah rakyat. Pemerintah terlalu banyak berbohong atas nama rakyat.
Maarif tidak membatasi kritiknya hanya pada SBY. Tetapi juga sampai ke kepala desa. Maarif mengingatkan pemerintah, mulai presiden hingga kepala desa, untuk membuka telinga lebar-lebar. "Telinganya harus dibuka untuk mendengar aspirasi rakyat. Jangan ditutupi telinganya." . . . Ditegaskannya bahwa selama pemerintahan SBY tidak ada perubahan yang fundamental, khususnya bersangkutan dengan beleid yang mantap mengenai masalah kemiskinan, kesulitan ekonomi dan hukum, yang tidak bisa ditegakkannya.
Selanjutnya para pemuka agama itu berrencana mengajak umat mereka melawan kebohongan pemerintahan Presiden Yudhoyono.
Salah seorang dari sembilan tokoh agama itu, Romo Benny Susetyo, ketika membacakan pernyataan bersama mereka, menandaskan sbb: "Kami menghimbau elemen bangsa, khususnya pemerintah, untuk menghentikan segala bentuk kebohongan publik" Para tokoh lintas agama sepakat, bahwa sistem ekonomi neo-liberalisme yang dijalankan pemerintah telah gagal meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,8 persen.
Benny: "Rakyat kecil tidak pernah merasakan keadilan dari pertumbuhan ekonomi semu itu. Ini berlawanan dengan tuntutan Pasal 33, UUD 1945," Ekonomi Indonesia sudah keluar dari jalur Undang-Undang Dasar (UUD-RI). Kecenderungan pasar bebas dalam sistem ekonomi Indonesia adalah penghianatan terhadap apa yang tercantum di pembukaan UUD 1945. Kondisi tersebut, diperburuk oleh sikap pemerintah yang masih mengedepankan pencitraan. Demikian Romo Benny Susetyo.
* * *
Demikianlah, --- Sampai sembilan pemuka agama dan kepercayaan menyatakan kritik terbuka demikian kerasnya kepada pemerintah, khususnya kepada Presiden SBY. Ini bukanlah hal yang biasa. Mereka-mereka itu bukan petinggi parpol, bukan politikus, juga bukan aktivis media. Mereka adalah orang-orang yang sehari-harinya bergumul dengan masalah ilmu, pendidikan, kepengajaran, kepercayaan dan religi. Bahwa mereka sampai memerlukan tampil menyuarakan rasahati dan penderitaan masyarakat luas, --- itu menunjukkan kepedulian mereka atas nasib bangsa ini. Juga menunjukkn sudah betapa seriusnya keadaan negeri dan bangsa.
* * *
Juga tokoh parpol oposisi Ketum PDI-P, Megawati Sukarnaputra, dengan tajam mengecam kebijakan SBY selama ini. Mega menilai bahwa SBY telah gagal meletakkan fondasi dasar untuk tercapainya kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.
Mega menilai pemimpin yang hanya mementingkan pembangunan citra. sebagai sumber kegagalan.
Jusuf Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
tidak kurang keras dan tajam sekali dalam penilaiannya terhadap janji dan politik SBY. Wanandi: "Apa yang dijanjikan Presiden SBY untuk memacu perekonomian tidak ada yang berjalan". Berbagai klaim keberhasilan pertumbuhan ekonomi nasional setelah 15 bulan periode kedua pemerintahan Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhyoono (SBY) dianggapnya hanya isapan jempol belaka.
Fokus pencitraan dan pergulatan kepentingan politik menghabiskan energi
pemerintah untuk mendorong roda ekonomi nasional bergulir dengan cepat
di tengah persaingan menjadi pemain dominan dalam percaturan ekonomi
global.
Wanandi menegaskan "Semua klaim
* * *
Bambang Soesatyo, Anggota Badan Anggaran DPR dan Wakil Ketua Umum Kadin, dengan argumentasi menguraikan, bahwa, berselang puluhan jam setelah pemerintah mengumumkan sukses pengelolaan ekonomi negara per 2010, klaim keberhasilan (pemerintah) itu langsung dicampakkan rakyat.
Ke-tidakpercayaan pada diri sendiri, menyebabkan pemerintah lebih memuja statistik dan mendengar apa kata orang asing, namun takut mengakui kegagalannya menyejahterakan rakyat.
Saat Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, memaparkan penilaian keberhasilan kebijakan pemerintah itu, Awal Januari 2011, --- Jutaan ibu rumah tangga, bahkan juga para bapak rumah tangga, sedang menggerutu karena nilai tukar uang belanja harian keluarga-keluarga anjlok akibat kenaikan tajam harga kebutuhan pokok.
Ada beberapa keluarga diantaranya tewas akibat mengkonsumsi tiwul karena tak sanggupmembeli beras. Demikian ditandaskan Bambang Soesatyo.
* * *
Begitu antusias pemerintah mengklaim keberhasilannya selama ini, demikian pula maraknya komentar kritis dan tajam media dan masyarakat, termasuk tokoh-tokoh pemuka agama seperti yang diuraikan di atas. Semua mengungkap dan membongkar kepalsuan serta kebohongan klaim keberhasilan pemerintah itu.
Penderitaan disebabkan tekanan ekonomi yang mencekik rakyat kecil, termasuk golongan tengah yang luas, tidak bisa diselubungi dengan klaim 'keberhasilan pertumbuhan ekonomi', seperti dikatakan Menteri Hatta Rajasa.
Apakah jalan buntu yang dihadapi pemerintah SBY ini bisa dicari solusinya pada suatu politik tambal sulam? Dengan mengadakan suatu 'perubahan kabinet', misalnya. Mengganti menteri yang satu dengan menteri lainnya. Apalagi bila tindakan itu semata-mata untuk memperoleh tambahan dukungan parpol di DPR. Supaya bisa berkuasa terus. Juga untuk lebih lanjut menumpulkan daya kritis sementara politisi dan parpol.
Ataukah jalan keluar itu, seperti yang disarankan oleh Ahmad Syafii Maarif kepada Presiden SBY, yaitu:
“BILANG SAJA SAYA TIDAK MAMPU”.
* * *
Yang tidak boleh berhenti, adalah kegiatan pengontrolan, teristiwewsa oleh media yang bertanggungjawab yang peduli nasib negeri dan bangsa ini, terhadap tindak-tanduk politik pemerintah -- adalah pengugkapan, kritik, pembongkaran masyarakat, khususnya kritik terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang berorientasi pada modal asing, pada Bank Dunia dan IMF,
* * *
No comments:
Post a Comment