Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 22 Maret 2011
-----------------------------
“BOEKENWEEK 2011”
* * *
Apakah itu di kereta-api, di metro, tram ataupun bus – terutama di kereta api. Biasanya waktu yang ditempuh dengan kereta-api, dimanfatkan penumpang untuk membaca. Paling tidak membaca satu berita penting, artikel pendek, – bahkan membuka laptopnya untuk membaca bahan penting, atau (yaaa !?>, untuk bekerja. Atau menekuni bahan-studi. Selama perjalanan dengan k.a., kecuali beberapa orang saja, penumpang-penumpang itu bukan ngobrol lewt HP-nya, atau 'tenguk-tenguk' sambil menguap.
Umum sekali. Mereka membaca, membaca, dan membaca. Langsung maupun membaca yang di HP (tilpun genggam) yang sudah begitu canggih, sehingga bisa internet, kirim email dan motret segala.
Membaca sudah menjadi kebiasaan dan hobi. Sudah menjadi kultur orang-orang di Belanda. Seperti halnya di banyak negeri di Eropah, Amerika, Jepang dan banyak negeri lainnya.
* * *
Maka suka membaca itu, dipupuk, dipromosi lebih lanjut. Dan sudah lama kebiasaan ini dilembagakan. Untuk menunjang hobi dan kultur membaca, a.l di Amsterdam, misalnya, entah berapa banyak jumlah perpustakaan umum yang didirikan. Hampir di setiap kecamatan ada perpustakaan umum. Begitu juga di propinsi-propinsi lainnya di Belanda. Belum lagi perpustakaan yang dikelola oleh perguruan-perguruan tinggi dan lembaga ilmiah.
Di Oosterdoksstraat 110, pusat kota Amsterdam, --- Kira-kira10 menit jalan kaki dari stasiun Amsterdam CS, di situ belum lama dibangun sebuah perpustakaan umum OBA, Openbare Bibliotheek Amsterdam, setinggi 7 tingkat. Perpustakaan Umum ini dibuka pada tanggal 07 Juli 2007. Merupakan perpustakaan umum terbesar dan termegah di seluruh Belanda. OBA dibuka dari jam 10.00 pagi sampai jam 10.00 malam. Hanya pada tahun baru saja ditutup. Sejak berdirinya setahun tidak kurang dari 1,8 juta pengunjungnya. Setiap harinya sampai 5.000 orang, tua-muda dan besar-kecil datang ke situ. Paling atas terdapat café-restoran. Kalau mau, awak bisa seharian suntuk di situ. Bagi yang datang dengan sepeda
Pengunjung, termasuk bukan anggota, bisa menggunakan internet g r a t i s . Paling tidak ada 110 computer unuk mengakses catalog digital perpustakaan. Lebih dari itu terdapat 490 computer yang bisa digunakan pengunjung untuk internet, meng-'gugel' dan 'men-twitter'.
Sungguh suatu pelayanan umum yang tak terbayangkan bagi seseorang (yg kurang mampuj) yang haus ilmu dan pengetahuan? Suatu pelayanan masyarakat yang bagus, untuk meningkatkan taraf pengetahuan dan horizon pandangan seseorang yang mau memperluas dan memperdalam pengetahuannya.
* * *
Tibalah cerita kali ini pada fenomena “BOEKENWEEK” – Pekan Buku di Belanda. Bisa dikatakan adalah suatu usaha untuk melembagakan kultur membaca masyarakat. “Boekenweek 2011”, adalah pekan buku yang ke-76. Karena diadakan setiap tahun, maka paling sedikit Boekenweek Nederland sudah berlangsung 76 kali, atau 76 tahun.
Sudah menjadi tradisi pada setiap Boekenweek Belanda ditentukan suatu tema. Selanjutnya diterbitkan yang disebut 'Boekenweekgeschenk', Hadiah Pekan Buku. Kali ini Boekenweek menyoroti, mengangkat dan memberi penghargaan pada tema riwayat-hidup. Dengan motto “Curriculum Vitae – Potret Tertulis”, Boekenweek mengangkat cerita oto-biografi, catatan harian dan dokumen-dokumen lainnya. Hadiah atau 'boekengeschenk' tsb adalah kado dari pepustakaan umum.
Seorang penulis asal Iran, yang sekarang telah menjadi penulis Belanda, namanya KADER ABDOLAH (lahir di Teheran 1956), diminta untuk menulis dalam rangka Boekenweek. Tulisannya itu menjadi “Boekenweekgeschenk”, hadiah Pekan Buku.
“Boekenweekgeschenk' yang ditulis oleh Kader Abdolah, adalah sebuah novelette berjudul “De Kraai”, -- “Gagak”. Untuk memenuhi keperluan masyarakat telah dicetak sebanyak 951.000 eksemplar novelette “De Kraai”.
Buku novelette pertama itu diserahkan kepada Kader Abdolah pada suatu acara pembukaan Boekenweek, 16 Maret 2011, oleh mantan PM Belanda, Ruud Lubbers. Mengapa khusus Ruud Lubers menyampaikannya. Hematku disebabkan oleh beberapa hal. Dikemukakan bahwa buku yang ditulis Kader Abdolah untuk “Boekenweekgeschenk”, adalah cerita mengenai “VLUCHTELING”, pengungsi. “De Kraai”, bercerita mengenai seorang 'vluchteling' , pengungsi, yang menyelamatkan diri dari rezim Ayatollah Khomeini. Kemudian bermukim di Belanda. Seluruh novelette menceriterakan saling hubungan dua kultur: Persia (Iran) dan Belanda. Sang 'vluchteling' sebelumnya ambil bagian aktif dalam perjuangan rakyat Iran menumbangkan rezim Syah Pavlevi.
Sebab lainnya, kiranya, karena penulisnya sendiri, Kader Abdollah adalah seorang eksil, pengungsi. Mantan PM Belanda Ruud Lubbers adalah mantan Komisaris Pengungsi dari organisasi PBB. Semuanya nyambung, begitulah kira-kira fikiran para penuyelenggara Boekenweek
Kader Abdollah sudah menjadi penulis Belanda, namun fikiran dan hatinya tak lepas dari tanah air dan bangsa serta kebudayaan Iran yang amat dicintainya. Bagi yang biasa baca buku-buku Belanda pasti kenal nama itu. Sebab Kader Abdollah telah menulis tidak kurang dari 15 buku, termasuk best-sellernya 'Het Huis van De Moskee' (2005) dan satu set buku luar biasa, yaitu “De Koran” (2008) yang merupakan sebuah terjemahan atau lebih tepat pamahaman penterjemah mengenai Al Qur'an, dan “De Boodsschapper” (2008), 'Nabi'.
Sangat menarik bahwa satu set buku yang ditulis oleh Kader Abdollah menyangkut buku suci Islam dan Nabi Muhammad. Sepasang buku-buku itu ditulisnya khusus untuk pembaca Belanda, karena Kader menganggap bahwa orang-orang Belanda sebetulnya tidak mengerti betul Islam itu yang seperti apa. Yang sering mereka dengar adalah fitnahan Geert Wilders dan kaum ekstrim kanan Eropah, mengenai segi-segi negatif Islam. Ternyata masyarakat Belanda amat menghargai motif dan usaha Kader Abdollah. Untuk bukunya 'Het Huis van de Moskee”, karya sastra Kader tsb oleh suatu pemilihan lewat internet dinyatakan sebagai roman Nederland terbaik di segala waktu, setelah karya novel Harry Mulisch, “De Ontdekking van De Hemel”.
Sepengetgahuanku, dewasa ini, Kader Abdollah adalah manusia pengungsi yang amat langka. Adalah satu-satunya yang sebagai 'alochtoon', orang bukan asli, sebagai seorang eksil yang dengan sukses mengintegrasikan diri. Dalam jangka waktu lima tahun belajar bahasa Belanda, ia berhasil menulis novelnya dalam bahasa Belanda. Aku tak pernah mendengar ada orang seperti itu. Kader Abdollah menyadari bahwa sebagai penulis ia harus tetap setiap pada profesinya dalam kehidupannya di manapun. Dan sebagai seorang eksil yang bertekad beritegrasi dengan masyarakat dan kultur Belanda, ia harus belajar dan belajar – membaca dan membaca literatur Belanda. Memahami dan mengkhayati kebudayaan Belanda.
Dikatakan Kader Abdollah berhasil dalam mengintegrasikan dirinya sebagai wqarganegara Belanda. Kader tidak sekadar memiliki paspor Belanda. Lebih penting lagi ia memahami dan mampu mengkhayati kekayaan literatur dan kultur Belanda. Halmana amat tidak mudah baginya, karena sebelumnya ia tidak pernah mengenal negeri dan orang Belanda.
Yang lebih penting lagi ialah bahwa KESUKSESAN BERINTEGRASI itu justru karena Kader Abdollah tidak meninggalkan akarnya. Ia tetap seorang asal Iran, yang mencintai bangsa dan negerinya Iran. Ia tetap peduli pada asalnya dan mempertahankan identitasnya sebagai orang Iran yang berkebudayaan Persia.
* * *
Menghargai kesuksesannyua sebagai penulis Belanda, Universitas Groningen telah menganugerahkannya gelar kehormatan, gelar DOCTOR HONORIS CAUSA (H.C.), pada tahun 2009 y.l. Ketika novelnya Het Huis van De Moskee keluar edisi Perancisnya, Kader Abdollah memperoleh gelar “Chevalier dans l'Ordre des arts et des lettres”, dari Perancis. Kader memperoleh banyak award untuk karya-karyanya yang ditulisnya dalam bahasa Belanda, dan banyak diantaranya sudah diterjemahkan kedalam 21 bahasa asing lainnya
* * *
Ini adalah sekelumit cerita untuk memperkenalkan sekitar 'Boekenweek 2011” di Belanda, dan penulis Iran Kader Abdollah yang sudah menjadi penulis Belanda, dengan tetap mempertahankan identitasnya sebagai seorang sastrawan asal Iran yang mencintai negeri dan bangsanya.
Masih ada yang interesan yang bisa diceriterakan sekitar KADER ABDOLAH. Barangkali untuk lain waktu.
* * *
1 comment:
Salam Bapak Ibrahim,saya juga sangat suka dengan buku-buku karangan kader abdolah, sekarang ini saya sedang baca bukunya yang berjudul de kraai(burung gagak) tapi belum selesai, dan saya sangat terkesan dengan ceritanya yang judulnya trek vogel, yang ia umpamakan kawanan burung itu seperti dirinya, terbang dari satu tanah ke tanah yang lain.Mencari tempat yang aman.Saya sangat suka filosofinya,,Sebenarnya saya punya keinginan menerjemahkan buku-buku kader abdolah ke dalam bahasa Indonesia, tapi apakah orang Indonesia berminat membaca buku-bukunya?Saya masih bingung.
Post a Comment