Monday, March 7, 2011

MENYONGSONG “HARI WANITA INTERNASIONAL 8 MARET”-Bg-4

Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 07 Maret 2011
-----------------------------

MENYONGSONG “HARI WANITA INTERNASIONAL 8 MARET” Dan GERWANI (Bagian 4)

Besok, 08 Maret adalah HARI WANITA INTERNASIONAL.
Dewasa ini seluruh dunia memperingati dan merayakan Hari Wanita Internasional 8 Maret. Di dalam Piagam PBB yang disetujui bersama pada tahun 1945, tercatat persetujuan internasional pertama (antar-negara) yang secara khusus mengakui dan menegaskan hak-sama laki-laki dan wanita.

Bisanya kegiatan dan perjuangan wanita mancanegara mencapai sukses signifikan, dan sampai pada tingkat pengakuan dunia internasional mengenai perlunya terus-menerus memperjuangkan hak-hak manusia bagi kaum perempuan, adalah berkat perjuangan kaum perempuan sendiri. Sejak tahap permulaan di banyak negeri kegiatan dan perjuangan kaum wanita berjalan seiring dengan dan mendapat dukungan dan gerakan kaum sosialis, dan kaum kiri umumnya.

Penindasan dan ketidak-samaan hak yang diderita kaum wanita telah mendorong kaum wanita dengan berani bangkit berlawan terhadap ketidak adilan tsb. Dalam tahun 1908 tak kurang dari 15.000 wanita mengadakan mars demo di kota New York, AS, Mereka menggelorakan tuntutan jam kerja lebih pendek, upah lebih baik dan bahkan hak-pilih.

Bertolak dari pernyataan Partai Sosialis Amerika, dimulailah untuk pertama kalinya merayakan National Woman's Day. Itu terjadi pada tanggal 28 Februari 1909.

* * *

Pada tahun 1910, berlangsung Konferensi Internasional Kaum Pekerja Wanita, di Kopenhagen. Disitulah CLARA ZETKIN, Ketua Kantor Wanita Partai Sosial Demokrat Jerman, pertama kalinya mengajukan saran ditetapkannnya Hari Wanita Internasional. Clara Zetkin mengusulkan agar setiap tahun disetiap negeri pada hari yang sama diperingati dan dirayakan HARI WANITA INTERNASIONAL, dalam rangka mendukung tuntutan kaum wanita untuk keadilan. Sosialis Internasional yg diadakan di di Kopenhagen itu menyetujui saran Clara Zetkin.

Clara Zetkin sudah sejak masa mudanya adalah seorang tokoh sosialis yang amat gigih memperjuangkan hak-hak wanita. Dalam tahun 1889 Clara Zetkin mewakili wanita sosialis Berlin dalam suatu konferensi Internasiobnale Kedua, dimana diajukan resolusi mengenai hak-hak wanita dan masalah kerja-anak-anak.

* * *

Keputusan mengenai Hari Wanita Internasiobnal disambut dan didukung oleh konferensi yang dihadiri lebih dari 100 wanita dari 17 negeri. Pada tahun 1911 kaum wanita di Austria, Denmark, Jerman dan Swis, dalam jumlah sekitar satu juta orang, menghadiri rapat-rapat umum mengajukan tuntutan hak untuk memilih, hak sana dengan kaum laki-laki.

Sejak awal gerakan wanita internaional untuk sama hak melawan ketidak-adilan dan diskriminasi terhadap kaum wanita, berpadu dengan gerakan politik. Kongkritnya melawan Perang Dunia Pertama. Dalam tahun 1919 kaum wanita Rusia, mengisi Hari Wanita Internasional dengan tuntutan untuk perdamaian. Mereka menyerukan slogan “Roti dan Perdamaian”.

* * *

Bagi kita penting sekali untuk memahami tentang gerakan kaum wanita di negeri sendiri. Bagaimana gerakan wanita Indonesia yang meliputi tututan-tuntutan hak-hak sama sengan kaum laki-laki dan tututan-tuntutann politik negeri.

Di Bagian Ke-4 dari Kolom ini dilanjutkan tutur-cerita seorang aktivis Gerwani kepada Saskia Swieringa, mengenai gerakan wanita Indonesia pada tahun-tahun enampuluhan.

* * *

Prof. Dr Saskia Eleonora Wieringa:
PENGHANCURAN GERAKAN PEREMPUAN DI INDONESIA

Di kota kita juga giat, khususnya di kalangan kaum buruh. Buruh perempuan biasanya anggota SOBSI, tetapi di kampung kediaman mereka, mereka anggota Gerwani. Banyak diantara mereka itu merangkap keanggotaan. Itu mudah saja. Karena banyak soal-soal tentang nasib buruh-perempuan, sehingga memungkinkan kami untuk bekerjasama. Misalnya SOBSI dan Gerwani bekerjasama memperjuangkan hak cuti haid. Jika terjadi buruh perempuan dipecat, karena menuntut hak sah mereka untuk cuti haid, baik Gerwani maupun SOBSI akan tampil bersama membela buruh itu.

Gerwani juga sangat giat dalam usaha pemberantasan buta huruf. Banyak sekali kursus kursus-kursus PBH yang kami selenggarakan. Kami juga memperjuangkan hak-hak politik kaum perempuan, agar lebih banyak lagi perempuan yang menjadi anggota parlemen pusat dan daerah, atau agar mereka bisa dipilih menjadi lurah desa atau menteri, sama mudahnya seperti kaum laki-laki. Tentang hak-hak politik ini, terutama di desa-desa, banyak mengalami tentangan. Banyak golongan Islam yang memandang hal itu sangat menimbulkan perselisihan. Mereka tidak mau memberi hak apapun bagi perempuan. Juga tidak sedikit tuan tanah yang sangat konservatif.

Dalam aksi-aksi sepihak tahun 1960-an kaum perempuan ikut mengambil peranan aktif. Mereka tidak sekadar bersorak-sorai di garis pinggir. Di Kediri dan Jengkol, perempuanlah yang menghadang traktor-traktor tuan tanah, yang berusaha mengusir mereka dari tanah kediaman mereka. Dan perempuan itu jugalah yang mati ditembak tentara.

Memang benar, aksi-aksi ini banyak tidak disukai di desa-desa. Bahwa begitu banyaknya perempuan yang dibunuh, mungkin inilah sebabnya: Orang-orang Gerwani terlalu mandiri. Mereka membenci Gerwani. Mereka menghendaki agar perempuan hanya bergerak di bidang kemasyarakatan. Kadang-kadang mereka mengadakan arisan, bolehlah, seperti halnya semua organisasi perempuan lainnya. Tetapi di Gerwani, perempuan juga giat berpolitik. Ya, itulah hal yang sangat dibenci.

Saya sering merasa heran, bagaimana semuanya bisa menjadi serba salah begitu. Satu hal memang jelas. Yaitu bahwa Sukarno ndak konsekuen dalam menangani sisa-sisa fedoalisme yang masih ada di dalam maswyarakat kami. Inilah sumber malapetaka yang menimpa kami. Kami bekerja bersama dengannya di dalam Front Nasional yang anti-imperialis. Tetapi ia tidak pandai memegang panjinya, misalnya dalam pelaksanaan undang-undang land reform. PKI yang konsekuen, dan dalam hal ini kami bekerja bersana-sama dengannya . Tetapi sekarang hampir dilupakan samasekali. Juga koran-koran ketika itu, tidak banyak yang meliput aksi-aksi kami itu. Kaum laki-laki selalu ingin dilihat sebagai lebih militan dari kaum perempuan.

Kami di pihak Sukarno dalam konfrontasi menentang Malaysia. Tetapi sesungguhnya buat kami tidak terlalu menarik. Itu hanya untuk mengalihkan perhatian dari persoalan nasional saja. Karena itu sikap kami mula-mula agak maju-mundur. Tetapi akhirnya dengan bersemangat kami mendukungnya, dan bahkan mengirim sukarelawan.. Juga kaum perempuan di dalam PNI, Wanita Marhaen dan Wanita Demokrat, berbuat sama; begitu pula halnya beberapa organisasi perempuan lainnya.

Pada waktu itu saya sendiri tidak di Jawa. Pada 1962 saya, seorang diri ditugasi di pulau lain. Sering saya merasa sangat kesepian. Karena saya tidak baik mengerti bahasa, masyarakat, maupun kebudayaan setempat. Saya harus berusaha merasa kerasan ditengah-tengah lingkungan yang asing itu. Saya tinggal bersama kader-kader lain, dari PKI dan Pemuda Rakyat, di sebuah rumah yang besar. Seorang pemuda dari Pemuda Rakyat sering membantu saya. Kadang-kadang saya merasa begitu sedih, sehingga ingin menangis. Lalu, di saat-saat begitu, ia datang menghibur saya, menjelaskan hal-ihwalnya kepada saya, dan jika perlu juga membantu saya. Beberapa bulan pertama sering saya merasa sangat sedih, sehingga ingin segera pulang saja ke Jawa. Yang juga membuat terasa berat karena saya sebagai anak gadis, tidak biasa hidup sendirian di tengah orang-orng laki-laki asing. Orang sangat suka bergunjing. Maka saya selalu harus mempertahankan diri.

Daerah tempat penugasan saya pun daerah sulit.Mempunyai kebanggaan yang besar terhadap sejarah perlawanannya menentang Belanda, dan juga tidak terlalu senang terhadap Jakarta. Islam sangat kuat, laki-lakinya berwatak congkak. Saya perempuan Jawa, orang asing, tidak boleh sekali-kali menonjol-nonjolkan diri. Jangan sekali-kali saya berusaha menampilkan diri sebagai guru yang serba tahu. Jadi saya harus menunggu saja, sampai mereka sendiri datang kepada saya dan mengemukakan persoalan mereka. Kader-kader yang bekerja di daerah ini tidak banyak mendapat pendidikan, dan juga sangat sedikit pengetahuan mereka tentang apa sebenanrya yang dibela Gerwani, dan apa yang dicita-citakannya. Melalui rapat-rapat saya menjadi tahu, siapa-siapa di antara mereka yang paling cerdas. Lalu perempuan itu saya dekati, dan perlahan-lahan saya mencoba menerangkan serba sedikit tentang organisasi, kegiatan-kegiatannya, dan seterusnya dan seterusnya. Tetapi saya samaseklai tidak boleh menampak sebagai pemimpin. Untuk pemimpin haruslah seseorang dari daerah ini sendiri.,

Sungguh sangat berat buat saya untuk bisa menyesuaikan diri. Oleh karena saya tidak biasa hidup ditengah-tengah daerah yang sangat kuat Islamnya, dimana perempuan tidak bisa bergerak leluasa. Akhirnya saya mendapat jalan untuk lebih memudahkan orang-orang perempuan itu datang menhadiri rapat-rapat kami. Mereka banyak mengenal tari-tarian setempat. Laki-laki melarang istri mereka keluar rumah jika sendiri-sendiri, tetapi tidak jika merka pergi bersama-sama. Lalu kami membentruk kelompok-kelompok kesenian, menari dan menyanyi, yang tidak terlarang bagi kaum perempuan. Tetapi kami tidak berhenti di situ. Kelompok-kelompok ini kami beri isi. Kami berdiskusi tentang soal-soal sehari-hari bersama mereka. Dengan sangat mudah kita bisa mendidik perempuan tentang soal-soal ekonomi melalui kegiatan arisan. Sekali kita mulai bicara tentang bagaimana yang sebaik-baiknyta perempuan membelanjakan uangnya, seketika itu tibalah pada soal tentang kenaikan harga-harga. Dari situ lalu bisalah kita bicara tentang siapa yang bertanggung-jawab dalam persoalan harga tersebut. Lalu bisalah sudah kita mulai bicara secara langsung tentang pendidikan politik.

Sesudah akhirnya mereka mengerti tentang apa cita-cita Gerwani, banyak orang-orang perempuan yanng memberikan dukungan kuat pada kami, walaupun mereka itu beragama Islam. Mereka membenci suami mereka yang berpoligami, dan senang menghadiri rapat-rapat kami untuk membahas persoalan itu. Mereka juga sangat senang belajar bagaimana mebuat kue-kue, dan membahas masalah situasi politik. Yang paling menarik untuk anak-anak gadis ialah hak menikah atas dasar suka sama suka, sedangkan untuk ibu-ibu khususnya masalah perjuangan melawan poligami. Juga kaum buruh perempuan sangat senang mendapat dukungan kami untuk tuntutan mereka, agar tersedia balai penitipan anak dengan biaya pembayaran yang rendah.

(Bersambung)

* * *

No comments: