Tuesday, March 15, 2011

TSUNAMI Dan SAHABAT-SAHABAT JEPANG

Kolom IBRAHIM ISA

Selasa, 15 Maret 2011

-------------------------------


TSUNAMI DI SENDAI, Radiasi Nuklir Di FUKUSHIMA Dan SAHABAT-SAHABAT JEPANG


Beberapa hari sudah berlalu. Sejak Jum'at pekan lalu, ketika musibah TSUNAMI melanda Sendai, sebuah kota di Timur Laut Jepang. Bencana alam itu telah menhancur-luluhkan dan menyedot ke lautan apapun yang terdapat di daratan. Hingga hari ini media mancanegara, radio dan TV, surat kabar dan majalah tak henti-hentinya memberitakan tentang korban manusia yang jatuh dan kerusakan besar yang diakibatkan oleh Tsunami Sendai. Belum lagi musibah tsb teratasi, -- penduduk dihadapkan pada bahaya radiasi disebabkan dua kali ledakan dalam tiga hari yang terjadi pada reaktor nuklir Fukushima Daiichi.


Begitu dahsyatnya tsunami Sendai (9.0 menurut Skala Richter), sampai-sampai Papua Indonesia, yang ribuan kilometer letaknya dari epicentrum tsunami Sendai, juga kena dampaknya. Di tiga kecamatan di Papua, yakni di Muara Tami, Abepura dan Jayapura selatan, 67 rumah penduduk rusak dan seorang penduduk tewas.


KRISIS TERBURUK SEJAK PULUHAN TAHUN

Perdana Menteri Jepang Kan, menyatakan, bahwa situasi saat ini dengan gempa bumi, tsunami, dan reaktor nuklir pada dasarnya merupakan krisis yang terburuk dalam waktu 65 tahun belakangan ini, sejak Perang Dunia II. Dikatakannya bahwa situasi di reaktor Fukushima tetap memprihatinkan.


Setiap hati-nurani insan normal di permukaan planit ini, tak-bisa-tidak merasakan dan mengkhayati penderitaan dan kesedihan penduduk Sendai dan sekitar serta seluruh rakyat Jepang menghadapi musibah bencana alam terbesar yang dialami Jepang selama puluhan tahun. Rakyat Indonesia yang belum lama dilanda musibah bencana alam tsunami di Aceh dan berkali-kali gempa bumi serta abu panas serta lahar gunung berapi, lebih-lebih lagi merasa simpati dengan penderitaan rakyat Jepang.


Oleh karena itu amat sulit di mengerti 'Berita Harian', sebuah s.k,. di Malaysia menjadikan penderitaan rakyat Jepang sebagai bahan 'lelucon'. Dibuatlah karikatur 'robot Jepang' yang lari tunggang-langgang dikejar 'tsunami'. Syukur, di Malaysia masih terdapat sikap dan pandangan ´mainstream´ yang normal. Sehingga karikatur 'Berita Harian' tsb diprotes keras pelbagai kalangan Malaysia. Dinyatakan bahwa karikatur olok-olok tsb menunjukkan tidak sensitifnya media terhadap penderitaan rakyat Jepang. Kemudian s.k. ´Harian Berita ´ menyatakaan permintaan maaf. Untunglah masih ada semangat 'mawas diri'. Itupun setelah cukup luas kalangan yang menggugat 'Berita Harian'. Yah, “ The damage has been done”.


* * *


Bencana alam sedahsyat Sendasi dan Fukushima hendaknya menjadi pelajaran bagi pemerintah Jepang dan negeri-negeri yang sering terlanda bencana alam, seperti Indonesia, Filipina dan Tiongkok. Agar menyimpulkan pengalaman selama ini, supaya mampu memberikan 'early warning', mempersiapkan penduduk dan warga sehingga membatasi korban yang di derita. Serta secepat mungkin memberikan bantuan yang sangat gawat diperlukan penduduk yang menderita.


* * *


SAHABAT-SAHABAT JEPANG

Bukan sesuatu yang kebetulan aku menaruh perhatian pada Jepang. Teringat musim panas tahun 1960, ketika brsama Eddy Abdurrakhman Martalegawa, anggota DPR, Supriyo, wartawan Antara dan seorang anggota DPR dari golongan nasionalis (lupa namanya) mengunjungi Jepang. Kami menghadiri Konferensi Internasional Anti-Bom A dan Bom H, di Tokyo dan kemudian berkunjung ke Hiroshima dan Nagasaki, kota-kota yang dibom Atom oleh Amerika Serikat.


Seorang warganegara Jepang, peserta konferensi, -- mantan serdadu Balatentara Dai Nippon yang menduduki Indonesia, --- tiba-tiba menghampiri aku setelah aku mengucapkan pidato. Dengan air-mata berlinang-linang ia menyatakan peneyesalannya di hadapanku dan teman-teman lainnya peserta Konferensi. Ia malu dan menyesal atas penderitaan dan korban yang ditimbulkan oleh tentara Jepang selama pendudukan Jepang atas Indonesia.


Aku betul terharu! Kupeluk mantan tentara Jepang itu. Kunyatakan bahwa penderitaan rakyat Indonesia oleh tentara pendudukan Jepang, adalah akibat politik agresi pemerintah militeris Jepang. Yang ketika itu, bersaing dengan Amerika Serikat dan Inggris memperrebutkan sumber bahan bakar di Asia. Aku terharu karena bekas serdadu Jepang itu, ternyata telah tiba pada kesadaran nurani manusiawi seperti itu. Ternyata sikap manusiawi seperti dia itu tidak terbatas pada satu orang Jepang saja.


Pada tahun enampuluhan aku memperoleh dua orang teman 'baru' orang Jepang. Jelas, mereka itu adalah orang-orang sosialis-progresif. Mereka itu adalah wakil-wakil Jepang (Masao dan Yoko Kitazawa) di Sekretariat Tetap Organisasi Setiakawan Asia-Afrika di Cairo (AAPSO), Mesir. Dua orang sahabat Jepang ini juga tidak sekali-dua kali menyatakan amarahnya dan juga penyesalannya atas politik penguasa militeris Jepang ketika itu yang mencetuskan Perang Pasifik dan menduduki Indonesia. Suatu tindakan perang agresi oleh Jepang yang mengakibatkan korban jiwa dan materi begitu besar pada rakyat Indonesia dan Asia, kata Masao. Bersama wakil-wakil dari Aljazair, Tanzania, Cameroun, Guinea, Tiongkok, Vietnam Selatan (Front Pembebasan Vietsel), kami selalu kerjasama dan berkordinasi dalam rangka pelbagai kegiatan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme ketika itu (1960-1965).


Di Beijing, RRT, kami juga kenal seorang yang berasal dari kaum ningrat Jepang. Namanya Saiyonji. Ia bekerja keras bertaqhun/tahun lamanya mempromosi hubungan kebudayaan, ekonomi dan persahabatan antara rakyat Tiongkok dan Jepang. Ketika itu Tiongkok masih belum ada hubungan diplomatik dengan Jepang. Perang Dingin masih merajalela dan Tiongkok masih diblokir menduduki tempat sahnya di PBB. Karena AS dan sekutunya tetap mempertahankan wakil Kuomintang Taiwan menduduki kursi Tiongkok di PBB.


* * *


Akhir tahun lalu seorang sahabat dari Radio Nederland, menginformasikan bahwa di Belanda ada suatu organisasi kemanusiaan bernama Dialoog Nederland-Japan. Kegiatan mereka yang utama adalah mengusahakan rekonsiliasi antara Belanda dan Jepang. Kaitannya dengan korban di kalangan orang-orang Belanda penghuni kamp-kamp interniran Jepang di Indonesia dan tempat lain. Aku menyatakan bersedia kontak dengan mereka.


Prof Muraoko, ketua Studigroep Dialoog Nederland-Japan ketika itu, mengundang aku sebagai orang Indonesia yang mengalami pendudukan Jepang untuk ambil bagian dalam Konferensi tahunan mereka. Ikut memberikan masukan dalam konferensi tsb yang diadakan dalam bulan Oktober tahun lalu. Lihat sumbanganku di Blogspot. .


Sejak itu aku diminta untuk duduk di dalam pengurus organisasi mereka. Ketua Dialoog yang baru adalah Hans Lindeijer (Belanda). Anggota pimpinan lainnya adalah Fumi Hoshino, Anton Stephan (Belanda), Hideko, Yukari Tangena Suzuki dan seorang lagi.


Disitulah aku mendapat sahabat-sahabat Jepang yang baru lagi. Semuanya melakukan kegiatan sepenuh hati demi tercapainya pengertian mengenai masa lampau dan melihat ke depan untuk rekonsiliasi.


* * *


Maka ketika hari Jumat pekan lalu musibah tsunami dan gempa melanda Sendai, Fukushima dan Tokyo, fikiranku terus tertuju pada sahabat-sahabat Jepang itu. Apakah keluarga mereka yang di Jepang ada yang terkena musibah. Dengan sendirinya timbul rasa prihatin dan simpati pada sahabat- sahabat Jepang itu.


Sebuah email dengan ucapan prihatin dan simpati kukirimkan kepada sahabat-sahabat Jepang itu. Mereka segera memberikan reaksi tanggapan tanda haru dan terima kasih disampaikannya rasa simpati dengan penderitaan rakyat Jepang. Terasa hubungan persahabatan dan saling mengerti dengan sahabat-sahabat Jepang itu semakin mendalam.


Demikianlah.


Terjadinya suatu bencana alam di Jepang, akhirnya telah meningkatkan saling pengertian dengan teman-teman baru dari Jepang.


Situasi seperti ini:

Bertemu dan bersahabat dengan orang-orang Jepang dan Belanda yang melakukan kegiatan kemanusiaan demi rekonsiliasi antar-bangsa, kemudian menjadi sahabat baik mereka di negeri Belanda ---- Adalah suatu kejadian yang tak pernah terbayangkan dalam benakku. Mengingat bahwa sebgai orang Indonesia, aku pernah hidup di bawah kekuasaan militer Jepang. Kemudian ambil bagian dalam perlawanan terhadap Belanda.


Namun, akhirnya bisa bertemu dalam suasana kemanusiaan dan saling mengerti.

Alangkah indahnya pertemuan dan persahabatan ini. * * *



No comments: