Thursday, January 10, 2013

*AKU BANGGA JADI ORANG INDONESIA . . .*

*Kolom IBRAHIM ISA*
*Rabu, 09 Januari 2013**
-----------------------*


*AKU BANGGA JADI ORANG INDONESIA . . .*

“*/Sorry ya, Aku tidak malu jadi orang Indonesia”, (Rosihan Anwar)./*


“Aku bangga jadi orang Indonesia . . “ , ungkapan tsb adalah letupan 
“reaktif” ketika membaca tulisan yang sesekali menyatakan bahwa 
penulisnya “malu jadi orang Indonesia”. Memang ia kebetulan dilahirkan 
sebagai orang Indonesia.


* * *


Dua hal aku sependapat dengan mendiang mantan wartawan kawakan, *Rosihan 
Anwar*, yang lebih suka disebut “wartawan senior”.


Pertama, -- ketika Rosihan berreaksi keras terhadap cetusan sementara 
orang yang “merasa malu sebagai bangsa Indonesia”. Ikuti sajak Rosihan 
menentang korupsi: Yang dibacakan pada acara Deklamasi Puisi di Gedung 
Da'wah Muhammadiyah di Jakarta, 31 Desember 2004. Dan yang Rosihan juga 
bacakan dalam acara pertemuan keluarga wartawan senior pada tanggal 9 
Januari 2005, di Jakarta, a.l berbunyi sbb:


*/. . . . . . ./*


*/'Akan tetapi drakula-drakula Indonesia tetap perkasa
Beroperasi 24 jam, ya malam ya siang mencari korban
Sehingga sia-sialah aksi melawan korupsi membasmi drakula
Yang telah merasuki rongga dan jiwa aparat negara
Yang membuat media memberitakan
Akibat bisnis keluarga pejabat, Tutut-Tutut baru bermunculan.

'Aku orang terpasung dalam terungku kaum penjarah harta negara
//Akan aneh bila berkata aku malu jadi orang Indonesia
Sorry ya, Aku tidak malu jadi orang Indonesia//
Kuhibur diri dengan sajakku magnus opus karya sang Empu
Sajak pendek yang berbunyi:
Katakan beta
Manatah batas
Antar gila Dengan waras
Sorry ya, inilah puisiku melawan korupsi
Siapa takut?'/*


Dalam sajak di atas Rosihan tegas sekali melawan kultur dan praktek 
korupsi yang merjalela di negeri kita, TETAPI bukanlah karena iut DIA 
JADI MALU SEBAGAI ORANG INDONESIA.


Mari baca lagi ungkapan Rosihan, yang dengan tegas-tegas memisahkan 
antara kelakuan dan moral bejat sementara orang Indonesia dengan . . . . 
INDONESIA sebagai suatu BANGSA:

/*
'Aku orang terpasung dalam terungku kaum penjarah harta negara
Akan aneh bila berkata aku malu jadi orang Indonesia
Sorry ya, Aku tidak malu jadi orang Indonesia*/



*/* * */
*

Berikutnya, aku sefikiran dengan Rosihan, ialah ketika Rosihan 
memberikan penilainnya yang positif mengenai arti historis Konferensi 
Asia-Afrika di Bandung (1955) dan peranan Indonesia di dalam konferensi 
bersejarah itu. Tulis Rosihan a.l :

*'Indonesia sukses menyelenggarakan KAA walaupun keadaannya masih sukar 
dan pengalamannya masih kurang. Tapi, Indonesia tetap maju ke depan dan 
aktif bergerak dalam human pilgrimage, perjalanan umat manusia.*

*'Apakah pengetahuan sejarah tentang KAA itu tidak memberi inspirasi dan 
optimisme bagi generasi sekarang untuk menatap masa depan? Saya yakin 
ada, karena itu ada gunanya memperingati 50 tahun KAA Bandung. God bless 
Indonesia.'*Demikian Rosihan Anwar tentang arti sejarah Konferensi AA di 
Bandung (1955).


Di sini Rosihan menunjukkan bahwa ia benar-benar BANGGA SEBAGAI ORANG 
yang merupakan bagian dari BANGSA INDONESIA.


* * *


Begitu membudayanya korupsi, semakin parahnya kemerosotan politik dan 
moral para elite kalangan berkuasa, dan merjalelanya mafia hukum . . . 
namun, tidak seharusnya kita mengindenfikasikan karakter dan ciri bangsa 
ini sebagai bangsa yang sudah “bobrok dan bejat”. Dan sudah ada di tepi 
jurang kehancuran. Sehingga karena itu lalu “menjadi malu jadi orang 
Indonesia”. Mereka lalu hilang harapan dan tidak bisa lagi melihat hari 
depan yang cerah dan jaya bagi bangsa dan tanah air ini. Pandangannya 
mengenai haridepan bangsa dan negeri ini . . . . mandek, muram, guram 
dan pesimis . . . . . Terbenamlah mereka-mereka itu dalam arus jiwa yang 
. . . . pasrah!!


*Bukankah seharusnya kita malah merasa bangga sebagai orang Indonesia? 
*Bangsa ini, dengan berani dan ulet dan dalam jangka panjang, dengan 
kekuatan perlawanan massa rakyat berjuang demgam penuh pengorbanan. 
Akhirnya berhasil merebut kemerdekaan dari kolonialisme Belanda. Bangsa 
ini telah berhasil tumbuh menjadi suatu bangsa berkepribadian yang 
sederajat dengan bangsa-bangsa merdeka lainnya.


* * *


Betapa tidak merasa bangga, ketika pada suatu kesempatan mendengar kisah 
*dr Suharman,*salah seorang dosen Universitas Gajah Mada yang kukenal 
pribadi. Ia menyampaikan sendiri kisahnya itu, pada suatu pertemuan di 
UGM, Yogyakarta (September 2012), dengan kami yang datang berkunjung ke 
*Wertheim Collection Library*di Universitas Gajah Mada tahun lalu. 
Dengan ongkosnya sendiri dr Suharman menghimpun dan mengajak beberapa 
siswanya (juga dengan ongkos sendiri) untuk bersama dia berkunjung ke 
suatu pelosok tanah air kita, yang amat terbelakang di Sumbawa. Di situ 
mereka bergaul dengan masyarakat setempat, terutama di lingkungan 
pendidikan untuk beberapa waktu lamanya.


*Tujuan kunjungan tsb ialah agar generasi muda harapan bangsa yang sudah 
berhasil mencapai pendidikan tinggi, . . . bisa mengkhayati keadaan 
kehidupan yang nyata mdari rakyat kita.*Menyaksikan sendiri kesulitan 
melakukan pendidikan dasar untuk rakyat, melihat sendiri keterbelakangan 
keadaan hidup dan pendidikan di pulau terpencil itu. Dengan demikian 
mengajak generasi muda yang terpelajar mengenal langsung betapa sulit 
dan terbelakangnya rakyat kita yang terpencil di paling plosok dari 
tanah air kita. Agar para mahasiswa generasi baru menyadari bahwa masih 
banyak yang harus dilakukan, yang harus diperjuangkan, demi membangun 
bangsa dan tanah air.


*Kegiatan mengenal rakyat sendiri, berusaha memberikan sumbangsihnya 
demi meningkatkan taraf pendidikan rakyat, akan dilakukan berulang kali 
oleh dr Suharman!*


* * *


*Gerakan Indonesia Mengajar, adalah sebuah gerakan yang *diinspirasi 
proses panjang yang dibangun selama bertahun-tahun. Proses ini adalah 
gabungan dari: 1) Pelajaran dari berbagai generasi, 2) Perjalanan 
aktivitas pengabdian maupun interaksi dengan berbagai masyarakat, 3) 
Pengetahuan modern yang dipetik dari dunia akademik global.


Mari ikuti a.l laporan Retno Widyastuti yang berjudul***Pesan Anies 
Baswedan kepada Pengajar Muda (pasca Penugasan)* 
*sbb:*


Tanggal 10 November 2011 yang lalu, *Pengajar Muda angkatan pertama* 
(periode November 2010 - November 2011) kembali dari lokasi penempatan 
mereka setelah *setahun bertugas*. Tentunya, dalam kurun waktu tersebut, 
mereka mendapatkan pengalaman hidup yang luar biasa kaya.

*Anies Baswedan selaku penggagas dan ketua Indonesia Mengajar 
*menyampaikan pesan bagi *Pengajar Muda *yang baru kembali dari 
desa-desa di pelosok itu, a.l sbb:



* * *

“Hari ini sebuah tugas telah purna. Perjalanan setahun yang penuh 
kenangan telah berakhir. Kalian akan memulai sebuah babak baru, mencari, 
dan menemui tantangan baru. Perjalanan kemarin menjadi bagian dari masa 
lalu kalian. Kebahagiaan, keharuan, kegetiran, problem, tetes air mata, 
dan keringatmu itu adalah bagian dari masa lalu.

Pengajar Muda, kalian telah memainkan peran bagi saudara sebangsa, 
sekecil apapun peran itu menurutmu. Kalian risih mendengarnya dan tak 
pernah mau disebut pahlawan, karena itu memang bukan urusanmu. Itu bukan 
urusan kita. Label-label itu adalah urusan para sejarawan nanti. Urusan 
kita adalah soal turun tangan atau lipat tangan. Kalian pilih turun 
tangan. Kalian pilih kemuliaan, kalian tak banyak cakap, kalian 
tinggalkan banyak urusan dan kalian terlibat langsung di berbagai 
penjuru tanah air.

Pengajar Muda yang tercinta, kalian sudah lewati sebuah fase luar biasa 
dalam hidupmu. Lihat masa depan dengan tegak dan penuh optimisme. 
Sesekali boleh kalian tengok ke belakang, sesekali kalian buka catatan 
harian semasa pengabdian di desa itu. Rasakan lagi denyut suasana batin 
hari-hari kemarin. Resapi desiran rasanya.  Sesekali buka foto-foto itu. 
Lihat lagi wajah murid-muridmu, lihat wajah adik kakakmu, wajah ayah ibu 
angkatmu. Permanenkan suasana desa tempat kalian mengabdi di kenanganmu.

*Kalian hadir di sana selama satu tahun, jadi penyala harapan bagi 
mereka*. Padamu harapan itu ditautkan. . . . .

Pengajar Muda, . . .Kalian hidup dalam memori mereka selamanya. . . . 
Lihatlah yang terjadi saat kalian kemarin meninggalkan desa itu: ada 
yang rakyat sedesanya turun gunung ke jalan raya untuk melepas kalian 
pulang, atau yang satu kampung berdiri di atas dermaga papan seadanya 
untuk melepas kalian pulang naik perahu kecil atau warga sekampung 
kumpulkan lembar seribuan rupiah lusuh kumal sambil bilang buat “ongkos 
Pak Guru pulang”, atau pidato perpisahan kepala sekolah yang suaranya 
tersedak tangis dan tak sanggup dia teruskan. Mereka lepaskan butir demi 
butir air matanya karena hatinya tak sanggup lepaskan kalian pulang. 
Butiran air di mata mereka adalah cermin kehadiran pengabdianmu di desa itu.

Pengajar Muda, camkan ini: bagi mereka, melepas kalian pulang terasa 
seperti melepas sebuah harapan.  Harapan itu serasa terbang dari 
genggaman mereka. Pasanglah foto desa dan foto murid-muridmu di dinding 
kamar tidurmu. Tatap foto itu dan tetapkan sebuah kalimat di hatimu: 
Saya akan terus hadir, saya tidak pernah pulang, saya akan selalu 
bersama saudara-saudara sebangsa.

Pengajar Muda, selama setahun kalian mewakili kita semua, mewakili 
seluruh bangsa ini, hadir di sana memberikan harapan buat saudara 
sebangsa. Kalian tak minta penghormatan karena kalian tahu penghormatan 
itu bisa semu dan dipanggungkan. Kalian terhormat bukan karena 
penghormatan tapi karena kalian pilih sebuah langkah yang penuh 
kehormatan. Kalian dapat kehormatan untuk hadir di desa itu, kalian 
masih muda tapi sudah ikut melunasi janji kemerdekaan kita: mencerdaskan 
saudara sebangsa. Sekecil apapun peran itu menurutmu, kalian telah pilih 
langkah terhormat.

Tiap kalian bangun pagi dan menyongsong tugas baru maka lihatlah foto 
itu dan ingatlah bahwa apapun yang kalian kerjakan nanti, yang serba 
sulit, yang serba berat adalah untuk meneruskan harapan mereka. Ingat 
lambaian tangan di tepi jalan raya, di tepi dermaga kayu, di depan 
sekolah-sekolah. Lambaian cinta tulus memancarkan harapan buatmu untuk 
tetap berjuang demi masa depan semua.

Bayangkan kesuksesan kalian itu dibayar dengan peluk kuat anak-anak yang 
mencintaimu. Bayangkan suatu saat nanti kalian pulang ke desa itu lagi, 
mendatangi tempat itu lagi dan dipeluk oleh anak-anak itu lagi. Suatu 
saat nanti, kalian jadi manusia dewasa yang berperan di republik ini, 
kalian jaga ikatan batin itu dengan mereka. Biarkan tali ikatan itu kuat 
agar mereka bisa selalu menarik manfaat ke desanya.

*Kemarin kalian menyalakan harapan, kalian menyalakan pelita, supaya 
gelap itu berubah jadi terang. Kini kalian masuki babak baru, tetapkan 
hatimu untuk menyalakan pelita dan harapan di seantero Indonesia. Kalian 
bukan hanya akan menerangi sebuah desa. Kalian akan hadir untuk 
menyalakan Indonesia kita jadi terang benderang.*



** * **



Pengajar Muda, di depan kalian kini ada peluang besar untuk meraih masa 
depan yang lebih baik buat semua. Pasang layar besar, cari angin yang 
kuat lalu arungi samudra dengan keyakinan dan keberanian. Di sana kalian 
akan temui gelombang besar, badai yang menggentarkan. Hadapi itu dengan 
keyakinan bahwa kalian akan besar, akan kuat, dan kelak setiap 
kehadiranmu akan punya efek yang dahsyat.

Jauhi sungai kecil walau indah dan tenang. Di sana mungkin dekat dengan 
pujian, banyak ketenangan. Jauhi itu. Pilihlah sungai besar, samudra 
luas yang arusnya kuat, yang penuh dengan tantangan. Arena yang bisa 
membuatmu dibentur-benturkan, dihantam tantangan. Arena yang bisa 
membuatmu makin kuat dan tangguh

*Persiapkan diri dengan baik tapi jangan pernah kalian gentar dengan 
benturan. Jangan pernah takut salah. Jangan takut dunia korporasi, 
jangan takut dunia pemerintahan, jangan takut dunia global.* Kalian 
masuki semua itu. Di semua sektor, republik ini perlu lebih banyak orang 
yang bisa menjaga kehormatan. Republik ini perlu lebih banyak orang yang 
pegang hati nurani secara radikal. Kalian jadi harapan kita semua. 
Kalian sudah rasakan bagaimana dicintai itu, kalian sudah rasakan 
bagaimana ketulusan itu. Bawa itu semua di gelanggang barumu.

Raihlah puncak-puncak tinggi itu, puncak-puncak yang jangkauannya sulit, 
yang tetes keringatnya banyak, yang kadang terasa pedih, yang bebannya 
berat. Tapi ingatlah wajah anak-anak itu, ingat lambaian tangan saudara 
sekampungmu itu selama kalian meniti perjalanan kerja dan hidup kalian 
nanti. Dan sesungguhnya, seberat-beratnya tantanganmu, tantangan yang 
mereka hadapi di kampung sana sering lebih terjal, jalannya sering tanpa 
penunjuk arah.

*Di tempat-tempat barumu nanti, yang mungkin senyap, mungkin jauh dari 
hiruk pikuk “perjuangan” tapi yakinlah bahwa kerja itu adalah bagian 
penting dari ikhtiar kolektif generasi baru anak bangsa ini*. Kerjakan 
hal-hal yang mungkin nampak tak penting dan tak heroik, tapi jalani itu 
dengan kesungguhan untuk menuju keberhasilan baru.

Ingat wajah saudara barumu di desa itu dan tetapkan dengan penuh percaya 
diri: akan kucapai puncak-puncak baru. Lalu kerja keraslah dan capailah 
puncak-puncak tinggi itu. Di sana kalian kumandangkan suara hati nurani. 
Jangan kalian pilih puncak-puncak rendah yang mudah dijangkau.

*Kalian sudah rasakan bagaimana sebuah karya betapapun kecilnya bisa 
menggulirkan perubahan.*  Songsong dan rasakan perubahan itu di 
arena-arena besar. Jelajahi jalan baru yang mendaki, jangan pilih jalan 
yang datar atau jalan turun. Jalan datar itu nyaman menjalaninya, jalan 
menurun itu ringan melewatinya. Sesungguhnya melalui jalan mendaki 
itulah kalian bisa mencapai puncak baru untuk mengumandangkan hati 
nurani, mengumandangkan pesan anak-anak desa pelosok itu.

Jalan mendaki itu bisa sempit dan bisa membuat kalian tak leluasa 
bergerak tapi jalani itu dengan kesungguhan dan totalitas: mendakilah 
terus. Begitu sampai di puncak kalian akan leluasa bergerak. Seruan 
kalian akan terdengar dan berdampak bukan saat masih di jalan sempit 
yang membuatmu tak leluasa bergerak. Seruan kalian akan bisa 
menggetarkan dan berdampak justru saat kalian sudah sampai di 
puncak-puncak baru. Di puncak itulah seruan kalian akan terdengar ke 
seluruh  penjuru.

Buatlah kita semua bangga karena punya saudara seperti kalian, punya 
saudara anak-anak muda tangguh yang bisa membawa kantung berisi hati 
nurani sampai ke puncak.  Buat kita bangga karena menyaksikan kantung 
hati nurani kalian tidak bocor di perjalanan walau terjal dan mendaki.

*Pengajar Muda, terbanglah tinggi, jelajahi dunia. Di tiap penerbangan 
tinggi yang melampaui benua, kalian ingat desa itu. Di tiap pintu 
gerbang negara yang kalian kunjungi, tuliskan sebuah pesan untuk 
kampungmu di pelosok itu agar adik-adikmu di sana bisa pancangkan mimpi 
yang tak kalah tinggi.*

Buat saudara-saudaraku yang mengelola program di Jakarta, teman-teman 
tidak berada di pelosok Indonesia, tapi ruang-ruang kontor itu jadi 
saksi bisu atas ketulusan yang tak kalah dahsyat. Teman-teman jauh dari 
perhatian, jauh dari lampu terang benderang tapi hatimu terangnya luar 
biasa.

Ketulusan teman-teman memancar dan menyilaukan. Teman-teman yang 
senyatanya menggelindingkan bola salju kecil itu jadi bola salju besar 
dan menggulir cepat. Pada teman-teman pahala besar dan kuat itu 
menempel. Teman-teman bekerja siang-malam untuk membesarkan, merawat, 
dan menggelorakan semangat pengabdian itu jadi seperti sekarang.  Juga 
untuk keluarga-keluarga di rumah, apresiasi kita yang luar biasa untuk 
mereka di rumah yang merelakan sebagian waktunya diambil untuk mengelola 
bola salju ini. Juga terima kasih dan apresiasi untuk Indika Energy yang 
sedari awal sekali sudah memberikan dukungan pada ikhtiar ini. Dukungan 
dari Indika Energy inilah yang telah memungkinkan sebuah ide menjadi 
realita. Dan, apresiasi untuk semua pihak yang mendukung sejak mulai 
gagasan hingga selesainya siklus pertama program ini. Mari bersama-sama 
kita jaga bola salju ini tetap putih, tetap bergulir, dan tetap membesar.

*Saudara-saudaraku Pengajar Muda, selamat menjalani fase baru hidup. 
Kalian anak-anak muda terpilih, kalian telah membuktikan bahwa kita 
masih punya cukup stok anak muda pejuang. Kalian membuktikan bahwa 
keluarga-keluarga Indonesia tetap keluarga pejuang dan kalian telah 
tanamkan bibit optimisme yang dahsyat. *Jaga ikatan persaudaraan ini, 
jaga tali nurani ini, jaga ketulusan ini, jadikan persaudaraan kita 
menjadi /hub of trust/yang bisa mendorong kemajuan di republik tercinta 
ini. Jadikan persaudaraan ini sebagai /fountain of hope/yang memancarkan 
harapan buat kita semua.

*Selamat Pengajar Muda, selamat saudaraku, selamat melanjutkan 
perjalanan....*



* * *

Itu adalah kata-kata mutiara patriotisme yang disampaikan oleh Anies 
Baswedan. Usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Anies Baswedan dan 
kawan-kawanny dengan para pendukungnya, bukankah *membuktikan bahwa kita 
harus BANGGA JADI ORANG INDONESIAN”*



Anies Baswedan dengan kegiatannya sekitar INDONESIA MENGAJAR, yang 
diprakarasinya telah memobilisasi para sarjana muda Indonesia untuk” 
“cancut tali wondo” turun ke desa-desa terpencil di pulau-pulau pelosok 
tanah air yang jauh dari kehiruk-pikukkan dan kemewahan Jakarta, 
Bandung, Surabaya, Medan, Ujung Pnadang dll kota besar. Di sana setahun 
lamanya mereka ikut hidup bersama rakyat yang miskin dan jauh dari 
kemewahan pusat.



*Dalam kegiatan dan hidup bersama rakyat, telah terbina perasaan CINTA 
TANAH AIR DAN CINTA BANGSA. *



Sungguh terhormat dan mulya usaha dan ketgiatan yang di lakukan 
INDONESIA MENGAJAR.



* * *



Sudah sepantasnyalah kita merasa bersyukur dan bahagia bahwa di kalangan 
kita, dari dalam tubuh bangsa Indonesia, masih ada seorang Anies 
Baswedan dan seorang Suharman. Tidak diragukan, ---- masih ada banyak 
lagi dan masih akan lahir lagi Suharman-Suharman dan Baswedan-Baswedan 
lainnya di kalangan bangsa ini.



*Bukankah kita patut pula MERASA BANGGA SEBAGAI ORANG INDONESIA 
tergoloong bangsa yang memilki manusia-manusia yang cinta tanah air dan 
bangsanya, yang dalam tindakan nyata berbuat DEMI KEPENTINGAN KEMAJUAN 
BANGSA INI??*



* * *



No comments: