Sunday, January 27, 2013

**

*Kolom IBRAHIM ISA*
*Amsterdam, Minggu Pagi *
*20 Januari 2013*
*-----------------------*




*BANJIR MENGUBAH “WAJAH” JKT*


**



Minggu Pagi, . . . .

Setelah seminggu bekerja, sekolah, berbisnis atau melakukan kegiatan lainnya, orang-orang umumnya beristirahat. Pada “mbangkong”. Baru turun tempat tidur nanti jam 10, 11, atau jam 12 siang. Tentu, terkecuali mereka yang siap-siap untuk berangkat beribadah ke Baitullahnya para penganut agama Kristen.


Namun, begitu buka compu, . . . mengklik “E-mail ophalen” (masukkan e-mail) dan kemudian “Postvak In”, . . . hari ini, . . . tokh e-mail yang masuk sudah mencapai 150 item. Itu pasti bertambah terus. . . . . Biasanya seharinya tidak kurang 300-an email yang masuk. Belum lagi yang masuk di Facebook. Pokoknya begitu buka compu biasalah . . . . akan berjam-jam “nyantol” di situ.


* * *


Belakangan ini begitu memasuki media internet . . . setiap detik kita dihubungkan dengan suasana Jakarta memilukan yang dilanda musibah tahunan . .. *BANDJIR*. Membikin hati ini jadi gundah dan sedih. Ikut merasakan betapa penderitaan yang dialami penduduk Jakarta karena bencana alam ini. Terkadang melintas di fikiran:


Apakah benar, banjir ini bencana alama semata? Aku ingat ketika masih “bocah”, sebagai ÁNAK BETAWI”. Sungguh tak pernah mengalami banjir setiap tahun seperti dewasa ini? Apakah tak ada sebab l;ainnya? Tidakkah karena ulahnya manusia jail yang demi keuntungan pribadinya, yang menyebabkan banjir setiap tahun sperti ini?


Mas Goen (Goenawan Mohamad), kemarin membikin “sentilan” di Facebook-nya . . . dengan pesan mari periksa bersama, sesungguhnya apa yang menyebabkan Jakarta setiap tahun kenbanjiran begini!?


* * *


Kali ini ketika mengikuti liputan mengenai banjir di Jakarta, agak lain reaksi yang kualami . . .Beberapa hari ini bgitu banyak berita maupun foto-foto yang terpampang diinternet mengenai DERITA penduduk JAKARTA: B A N J I R L A G I:


Tanpa disadari, entah mengapa mataku terpancang pada sebuah email yang masuk dikirim oleh seorang yang menggunakan “nama-pena” . . . *AJEG* . . .


Ajeg mengungkap dan menyoroti, minta perhatian pembaca pada *SATU HAL PENTING* yang muncul dari musibah BANJIR di Jakarta. Itu ia simpulkan dalam judul liputannya: *BANJIR MENGUBAH “WAJAH” JKT.*


Ajeg melihat suatu fenomena yang mencerminkan watak asli rakyat kita, yaitu *SEMANGAT GOTONG ROYONG yang berdominasi* ketika menghadapi musibah banjir. Ajeg juga menyatakan bahwa semangat dan jiwa, nurani rakyat kita: GOTONG ROYONG, INILAH ASLINYA WATAK RAKYAT KITA . . . . .


Sehingga memperkuat perasaan dan sikap kita yang selalu *BANGGA JADI ORANG INDONESIA!!*


Ini antara lain yang ditulis Ajeg:
Secara sukarela penduduk yang lebih beruntung itu melakukan apa saja yang bisa mereka lakukan untuk membantu saudara-saudarinya yang tertimpa musibah banjir. Mulai yang memborong makanan-minuman serta kebutuhan sehari-hari seperti selimut, pakaian dalam perempuan, pembalut, maupun popok bayi, sampai sekedar menyumbang pakaian bekas, uang, maupun tenaga. Yang memiliki perlengkapan luar-ruang seperti tenda, kantong tidur, lentera, perahu karet dll juga tak mau ketinggalan. Tanpa ragu mereka keluarkan semuanya dari gudang. "Cuci gudang," kata mereka riang. Tak jadi soal, yang terpenting ikhlas dan bisa berfungsi.

“*Ya, di saat-saat seperti inilah kita bisa merasakan adanya kebersamaan itu. Menyaksikan bahwa rasa saling memiliki di antara warga telah mengalahkan segala kepentingan pribadi.
*Sekat-sekat sosial yang sehari-hari tampak kokoh pun roboh. **Tak kuat menahan gempuran niat untuk saling menyapa. *

Tulis Ajeg selanjutnya . ..


“*Pertanyaan pun segera disebar ke kawan-kawan di wilayah lain. Televisi-radio-internet pun disimak. Sejumlah simpul ditarik, berbagai analisa dibuat, dan ujungnya terhenti pada kesimpulan, wajah Jakarta berubah...Berubah bukan saja secara fisik perkotaan (itu pasti) tetapi lebih dari itu terjadi perubahan reaksi warga atas musibah kali ini. Reaksi yang begitu wajar. Tidak dibuat-buat dan tidak pula berlebihan. Reaksi yang sangat berbeda dibanding ketika banjir tahunan, banjir besar tahun 2002 dan 2007, bahkan dari banjir 2012. Tidak ada cercaan, tidak ada kecaman. Bagi saya pribadi & rekan, ini sebuah fakta yang sedikit mengejutkan. Tidak mungkin ini bentuk apatisme kalau mengingat adanya kerlipan di mata warga tadi.
. . . . .


Mari telusuri bersama lengkapnya LIPUTAN AJEG, sbb:
 
*BANJIR MENGUBAH “WAJAH” JKT*/

/Dari "dugeman" sepanjang malam tadi sangat bisa dirasakan/
/derita penduduk Jakarta terutama di tempat-tempat penampungan/
/penduduk yang tempat tinggalnya terendam banjir. Derita/
/yang beriak bergelombang ke segala arah itu, seperti biasa,/
/menerpa juga penduduk di wilayah yang kebetulan tidak terkena/
/banjir./

/Secara sukarela penduduk yang lebih beruntung itu melakukan/
/apa saja yang bisa mereka lakukan untuk membantu saudara-/
/saudarinya yang tertimpa musibah banjir. Mulai yang memborong/
/makanan-minuman serta kebutuhan sehari-hari seperti selimut,/
/pakaian dalam perempuan, pembalut, maupun popok bayi, sampai/
/sekedar menyumbang pakaian bekas, uang, maupun tenaga./
/Yang memiliki perlengkapan luar-ruang seperti tenda, kantong/
/tidur, lentera, perahu karet dll juga tak mau ketinggalan./
/Tanpa ragu mereka keluarkan semuanya dari gudang. "Cuci gudang,"/
/kata mereka riang. Tak jadi soal, yang terpenting ikhlas dan/
/bisa berfungsi./

/Ya, di saat-saat seperti inilah kita bisa merasakan adanya/
/kebersamaan itu. Menyaksikan bahwa rasa saling memiliki/
/di antara warga telah mengalahkan segala kepentingan pribadi./
/Sekat-sekat sosial yang sehari-hari tampak kokoh pun roboh./
/Tak kuat menahan gempuran niat untuk saling menyapa./

/Semua itu sebenarnya "pemandangan sehari-hari" yang biasa saja/
/di masyarakat kita setiapkali menghadapi musibah. Akan tetapi/
/pada musim banjir kali ini pemandangan itu sedikit berubah./
/Setidaknya di sejumlah kawasan Jakarta Selatan dan Timur yang/
/kami hampiri sepanjang Jum'at sore hingga Minggu pagi tadi./
/Sepanjang waktu itu tidak seorang pun dari kami mendengar satu/
/cercaan pun, apalagi kecaman, dari warga../

/Sebagian besar warga tetap tersenyum, atau berusaha tersenyum,/
/menerima keadaan yang tak terelakkan ini. Walaupun sangat lemah,/
/optimisme tampak berkelip di sorot mata penduduk. Saya, istri,/
/dan rekan-rekan baru menyadari hal ini pagi tadi setelah kembali/
/berkumpul di rumah./

/Pertanyaan pun segera disebar ke kawan-kawan di wilayah lain./
/Televisi-radio-internet pun disimak. Sejumlah simpul ditarik,/
/berbagai analisa dibuat, dan ujungnya terhenti pada kesimpulan,/
/wajah Jakarta berubah.../

/Berubah bukan saja secara fisik perkotaan (itu pasti) tetapi/
/lebih dari itu terjadi perubahan reaksi warga atas musibah/
/kali ini. Reaksi yang begitu wajar. Tidak dibuat-buat dan/
/tidak pula berlebihan. Reaksi yang sangat berbeda dibanding/
/ketika banjir tahunan, banjir besar tahun 2002 dan 2007,/
/bahkan dari banjir 2012. Tidak ada cercaan, tidak ada kecaman./
/Bagi saya pribadi & rekan, ini sebuah fakta yang sedikit/
/mengejutkan. Tidak mungkin ini bentuk apatisme kalau mengingat/
/adanya kerlipan di mata warga tadi./

/Fakta kecil ini sudah seharusnya semakin mendorong para petinggi/
/ibukota untuk bekerja lebih giat mengembangkan senyum warganya./
/Membuat ibukota ini menjadi tempat yang benar-benar laik huni bagi/
/manusia./

/Singkatnya, jangan sia-siakan dukungan dan kepercayaan warga kota./
/Sebab, para petinggi juga manusia seperti warganya. Jangan pernah/
/merasa lebih dari itu./

/http://www.youtube.com/watch_popup?v=f-zR65eXXPc&vq=large/




No comments: