Friday, October 18, 2013
MASIH SEKITAR PENGAKUAN "DE JURE" BELANDA . . . Penyessalan dan Pengakuan PM W. Kok
Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 16 Oktober 2013
---------------------
MASIH SEKITAR
PENGAKUAN "DE JURE" BELANDA . . .
Penyessalan dan Pengakuan PM W. Kok
* * *
Belanda mau mengakui, atau, tidak mau mengakui de jure, atas Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945, – – – Memang hala itu bukan masaalah sederhana bagi pemerintah Belanda. Prof Dr Saafruddin Bahar, historikus senior, dalam emailnya kepadaku kemarin dulu, membenarkan, . . . . bahwa masaalah tsb bagi Belanda seperti menghadapi buah simalakama. Mengakui salah. Tidak mengakui, APALAGI!
Meneruskan, memperluas dan mendalami masaalah ini, sungguh penting! Terutama bagi generasi muda kita. Dalam rangka mengkhayati sejarah bangsa, memantapkan kesedaran berbangsa!
Itlah sebabnya kita membalik sejenak ke masa ketika Wim Kok pemimpin PvdA, Parai Buruh Belanda, menjabat sebagai Perdana Menteri Belanda. Sekitat periode itu situasi hubungn Indonesia-Belanda punya syarat-syarat positif untuk memulai dengan landasan baru dalam hubungan kedua negeri ini. Di Belanda sedang memerintah kabinet PvdA yang pandangannya relatif lumayan terhadap Indonesia ketika itu. Dan di Indonesia ada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid hasil pemilu pertama setelah jatuhnya rezim Orde Baru Suharto.
Dalam situasi itulah menjelang kunjungan Presiden Gus Dur ke Belanda, aku melayangkan sepucuk SURAT TERBUKA kepadda PM Wim Kok , karena pada
saat-saaat yang krusial sesudah perang itu, dimana diletakkan dasar bagi
negeri kita untuk kemakmuran dewasa ini, Belanda masih bisa menarik
keuntungan dari bekas jajahannya. Demikian Giebels.
Dengan demikian, pemerintah kolonial Belanda, sampai dengan pertengahan
tahun limapuluhan, bukan saja telah mengeduk keuntungan sebesar-besarnya
selama lebih dari 300 tahun dari Indonesia, atas kerugian dan penderitaan
bangsa Indonesia, tapi juga telah menerima _suntikan_ finans dan ekonomni
dari Indonesia, untuk pemulihan dan pembangunan ekonominya sesudah Perang
Dunia II.
Makanya sekali lagi harus diulangi lagi disini apa yang diucapkan oleh
Meneer Bert Koendert, dalam membandingkan sikap Belanda terhadap Jepang yang nuntut Jepang
minta maaf, dengan sikap Belanda yang _berlagak pilon_ terhadap dosa-dosanya
di Indonesia, sebagai suatu sikap yang h i p o k r i t .
Mudah-mudahan sikap hipokrit Belanda ini berangsur-angsur bisa diatasi.
Sebabnya ialah karena kedua belah fihak, baik Belanda maupun Indonesia, akan
meneruskan hubungannya selanjutnya, atas dasar yang baru samasekali, bila
Belanda menyadari akan kedudukannya dalam sejarah kolonialnya terhadap
Indonesia.Dan jangan bersikap seperti sekarang ini, seperti kata pepatah
Indonesia: “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata, tidak
disadarinya”.
Tidak di luar dugaan saya, bahwa workshop tentang masalah hubungan masa
depan Belanda dan Indonesia, memberikan tanggapan yang positif terhadap
saran-saran yang diajukan untuk memperbaharui dasar-dasar hubungan antara
kedua negeri. Ini tercermin a.l. dari pendapat Prof Nico Schulte Nordholt.
Beliau menyarankan agar pada teks buku sejarah yang resmi untuk
sekolah-sekolah Belanda, dengan tegas dicantumkan bahwa hari Kemerdekaan
Indonesia adalah pada tanggal 17 Agustus 1945, dan bahwa tanggal 27 Desember
1949, adalah hari ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia . Memang
benar, lapisan luas masyarakat Belanda, bisa berfikir objektif, tidak
seperti sementara kaum elitenya, yang masih sulit untuk melepaskan diri dari
sisa-sisa pengaruh mentalitas kolonial _tempo dulu_. Dalam hal perubahan ke
pandangan yang maju, bisa dipastikan bahwa _Festival Pengetahuan_ PvdA
telah memberikan sumbangan yang positif.
Saya masih mengharapkan bahwa pada kesempaqtan Hari Nasional Peringatan
Proklamasi Republik Indonesia, pada tanggal 17 Agustus tahun ini, pemerintah
Belanda akan mempertimbangkan untuk menyatakan penyesalannya atas masa
lampaunya di Indonesia dan menghormati sikap dan pandanngan bangsa Indonesia
bahwa Sukarno adalah proklamator, presiden Republik Indonesia yang pertama,
dan adalah salah seorang _founding fathers_ dari nasion dan negara Republik
Indonesia.
* * *
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment