Kolom IBRAHIM ISA
Jum'at, 29 Juli 2011
------------------------------
Cakap-Cakap SEJARAH Di Redaksi “HISTORIA ONLINE” Bersama BONNIE TRIYANA c.s.
Salah satu acara menarik, penting dan bermanfaat bagiku di Indoneisa, adalah kunjungan atas undangan, -- ke Redaksi Majalah Historia Online di Jakarta. Kantornya di tingkat empat (kalau tak salah). Luasnya lumayan.
Disitulah sejumlah sejarawan, jurnalis dan penulis muda, harapan bangsa, dari pagi sampai tengah malam, tak kenal lelah, menggeluti masalah sejarah bangsa dan negeri kita serta mancanegara. Misi mereka sungguh fital: Membikin masyarakat kita, kaum muda kita, PEDULI SEJARAH.
Melalui penelitian, studi dan penulisan (kembali) peristiwa dan kasus sejarah, dengan serius, tapi juga menarik dan populer, mempresentasikannya kepada masyarakat. Maksudnya agar mudah diingat serta tersimpan baik dalam memori. Memberikan sumbangan agar generasi muda Indonesia dewasa ini -- menjadi 'history minded'. Mentrapkan ajaran Bung Karno – yang populer dinyatakan dalam dua kata: “JAS MERAH” -- Jangan sekali-kali melupakanj sejarah!
* * *
Betapa tak terharu, bangga dan inspiratif. Menyaksikan tenaga-tenaga muda yang begitu bersemangat dan antusias mentrapkan visi dan misinya!
Aku gembira sekali dan merasa terhormat dapat undangan dari pemimpin redaksinya Bonnie Triyana, untuk cakap-cakap sejarah dengan generasi muda pengelola Majalah Historia Online.
* * *
“Explorer” Ibn BATUTTA -- INI JUGA Tokoh SEJARAH
Mari beralih tema sejenak, ke masalah hangat lainnya.
Soalnya, karena itu juga sehubungan dengan masalah sejarah. Begini ceriteranya: Mingguan Amerika, 'Time Magazine” (nomor 1– 8 Agustus, 2011), mendjadikan tema pokok majalahnya pekan nanti, adalah masalah ISLAM. Tidak kurang dari 60 halaman diperuntukkan bagi masalah tsb dengan judul: “TRAVELS THROUGH ISLAM; Discovering a world of change and challenge in the footsteps of the 14th century explorer IBN BATTUTA”. Dalam bahasa kita, diterjemahkan bebas: “Perjalanan Di Dunia Islam: Menemukan suatu dunia yang (sedang) berubah dan tantangan di sepanjang jalan yang ditempuh Ibn Batutta, Pengembara Abad Ke-XIV”.
Pengembara Ibn Batutta adalah tamatan sekolah hukum dari Tangier, Maroko, Ia berasal dari suku Berber. “Time Magazine” menarik persamaan antara Ibn Battuta dengan Marco Polo (Itali) dan Laksamana Zheng He (Tiongkok). Ketiga exoplorer sejarah dunia tsb oleh Time Magazine masing-masing dijuluki sebagai ONE MAN'S ODYSSEY, Pengembara Seorang Diri.
Menarik sekali untuk sedikit didalami pandangan dan apa saja kesan-kesan cendekiawan dan penulis Tangier ini, Ibn Battuta. Ia, berangkat dari kampung halamannya dengan meninggalkan keluarga dan handai taulannya, Sejak itu selama kurang-lebih 30 tahun ia melakukan perjalanan panjang dan lama. Mengembara di “Dar El Islam”, yaitu negeri-negeri Afrika Utara, Asia Minor, Eropah,Timur Tengah dan sampai ke Tiongkok.
Perhatian Time Magazine pada 'Dar El Islam-nya' Ibn Battuta ini kok seperti kebetulan bersamaan waktu dengan terjadinya peristiwa pemboman teroris di Oslo dan pembantaian terhadap pemuda-pemudi Partai Buruh Norwegia yang sedang melakukan kegiatan bersama di Pulau Utoeya . Korbannya mencapai kurang lebih 90 orang terbunuh. Padahal tiulisan Time Magazine itu dipersiapkan jauh sebelum terjadinya “masaker Norwegia” tsb.
Memang, -- 'pembantaian di Norwegia”(22/7), menimbulkan semacam 'titik-balik' dalam sikap (Barat terutama) terhadap 'terorisme'. Selama ini, orang memandang aksi-aksi teror utama di dunia adalah, -- yang dinyatakan sebagai 'terorisme Islam' . Suatu cara untuk mencapai tujuannya dengan melakukan aksi-aksi radikal-ekstrim. Yang, untuk memperoleh dampak dan 'kejutan' yang diharapkan, menyasar pada manusia-manusia biasa yang tak bersalah dan tak ada sangkut pautnya secara langsung dengan hal yang diisukan oleh si pelaku teroris itu.
Cara-cara ini a.l. ditandai oleh aksi orang-orangnya Osama Bin Laden di New York, Manhattan Twin Towers (9/11), yang menimbulkan korban sampai 3000 orang terbunuh.
Titik balik pandangan ini -- tercermin a.l di sepucuk surat-kiriman-pembaca yang disiarkan oleh s.k. The Independent (Daily), London, 25 Juli 2011, sbb:
“Now that the architect of the Norwegian massacre turns out to be a blue-eyed, blond, white, Christian, right-wing fundamentalist, (Anders Behring Breivik, a 32-year-old Norwegian) --where have all the so-called experts on "Islamic terrorism" suddenly gone? .
Dalam bahasa kita: Sekarang ini ketika ternyata bahwa arsitek pembantaian Norwegia, sdalah seorang Norwegia yang bulé, orang fundamentelis Kanan Kristen, bernama Anders Behring Breivik, -- dimanakah gerangan mereka-mereka itu berada, yang katanya pakar tentang “terorisme Islam”. Kok tiba-tiba menghilang? . . .
Terjadinya 'titik-balik' dalam pandangan terhadap masalah 'terorisme' juga bisa terlihat dari sikap pelbagai partai kiri di Eropah yang dewasa ini mengambil posisi ofensif terhadap partai-partai ekstrim kanan. Sedangkan partai-partai kanan tsb mengambil posisi 'defensif'' . Berusaha mendenstansiir parpolnya dari terorisme di Norwegia.
* * *
Tapi, mengenai Ibn Batutta dan kaitannya dengan 'masaker Norwegia' kita stop di sini untuk sementara. Didulukan sekitar kunjunganku dan acara CAKAP-CAKAP SEJARAH DENGAN TEMAN-TEMAN DI REDAKSI HISTORIA ONLINE.
* * *
Cakap-cakap yng dipandu oleh Bonnie Triyana itu mengambil fokus sekitar Gerakan Kemerdekaan Asia -Arika di paro pertama dan kedua abad ke-XX. Salah satu puncak kebangkitan bangsa-bangsa Asia dan Afrikam melawan kolonialisme dan imperialisme untuk kemerdekaan nasional, pasca Perang Dunia II, adalah diselenggarakannya Konferensi Asia-Afrika di |Bandung dalam bulan April 1955.
Dibicarakan saling hubungan antara Konferensi Asia-Afrika di Bandung, yang dihadiri oleh 29 negeri dan daerah (baik yang sudah mencapai kemerdekaannya maupun yang masih dalam proses perjuangan), --- dengan Gerakan Solidaritas Rakyat-Rakyat Asia Afrika, yang bermarkas di Cairo, Mesir, sejak akhir tahun limapuuhan abad lalu. Dalam diskusi diperoleh kejelasan bahwa Konferensi Bandung (1955) adalah berstatus resmi, mewakili negara-negara dan pemerintah A-A; sedangkan Gerakan Solidaritas AA dengan organisasinya AAPSO – Afro-Asian People's Solidarity Organization, adalah suatu gerakan rakyat yang 'non-governmental'. Tetapi yang saling berkordinasi dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.
Sangat membesarkan hati adanya perhatian besar hadirin mengenai masalah perjuangan rakuyat Asia-Afrika untuk kemerdekaan nasional yang penuh.
* * *
Antara lain juga hangat dibicarakan mengenai pergolakan dan perlawanan rakyat terhadap rezim Gadhafi di Lybia. |Mengapa, misalnya, terhadap ketiadaan demokrasi dan HAM di banyak negeri lainnya, seperti di Timur Tengah, sebagai contoh, Saudi Arabia, dunia Barat tidak peduli samasekali. |Sedangkan di Lybia, sampai kekuatan bersenjata NATO ikut turun tangan. Diperoleh pemahaman bahwa campur tangan langsung Barat – Nato di Lybia, sebab utamanya ialah, karena di Libya terdapat sumber minyak yang besar. Sedangkan penguasanya, rezim Gsdhafi, bukan suatu rezim yang pro-Barat. Beda dengan misalnya rezim di Saudi Arabia atau di Emirat Arab. Selain itu rezim Gadhafi memang pernah terlibat dalam aksi tgeror terhadap Barat.
Masih terdapat hal-hal lain yang muncul dalam diskusi yang dipandu oleh Redaksi Hisotria Online. Semua itu menarik dan mendapt perhatian besar dalam pendiskusian, baik yang bersangkutan dengan masalah dalam negeri maupun mengenai dunia internasional.
Pertemuan semacam yang diselenggarakan oleh Redaksi Historia Online, seperti ini ternyata bermanfaat sekali, dalam rangka memperluas wacana, menambah input dan menguji pandangan masing-masing mengenai masalah aktuil dalam dan luar negeri.
* * *
No comments:
Post a Comment