Kolom IBRAHIM ISA
Kemis, 21 Juli 2011
----------------------------
SEBUAH “MADRASAH” DI KAKI BUKIT DESA BATULAWANG – CIPANAS
Mengunjungi Indonesia dewasa ini, banyak yang bisa dilihat. Umpamanya saja: -- Sebuah 'mal' atau 'mol', belum selesai pembangunannya. Sudah mulai dibangunan 'mol' yang baru lagi, di suatu tempat lain. Yang sedang dibangun ini konon katanya lebih canggih dari yg sebelumnya. Atau pasar baru di tempat lainnya. Muncul sebuah supermarket baru modal Korea Selatan. Katanya telah mengambil oper supermarket Makro. Menimbulkan kesan, bahwa, 'daya beli' masyarakat Indonesia luar biasa heibatnya. Ramainya bukan main orang berkunjung ke 'mol'- 'mol'. Cobalah jalan-jalan ke daerah pertokoan lainnya, ke Mangga Dua, Jakarta. Wah ramainya manusia pada berbelanja. Apa benar sudah begitu makmur rakyat kita ini?
Maka mudah timbul rasa 'kagum'.
Kesan yang begini ini, pasti timbul, jika orang hanya memandang ke satu jurusan saja dari kota-kota besar di Indonesia dewasa ini.. Benarlah kiranya, mudah sekali akan menarik kesimpulan keliru, mengenai situasi Indonesia dewasa ini.
Apalagi pers (pro-pemerintah) terus-terusan mempropagandakan 'pertumbuhan' ekonomi yang 'mantap'. Selain itu, makin tertarik saja modal mancanegra untuk lebih banyak lagi menanam uangnya di negeri ini. Sehingga bisalah orang tak begitu menghiraukan lagi keadaan lainnya dari wajah masyarakat. Misalnya, semakin bertambahnya jumlah pengangguran. Lajunya inflasi. Kenaikan harga keperluan hidup sehari-hari, semakin banyaknya drop-outs murid-murid sekolah, semakin sulitnya bagi yang berpenghasilan 'minima' untuk melanjutkan sekolah bagi anaknya ke sekolah menengah, apalagi ke perguruna tinggi.
Tapi yang paling gawat, yang paling-paling gawat ialah, . . . . . semakin menganganya jurang antara yang kaya-raya dan yang miskin-papa. Seperti kata Prof Sediono Tjokronegoro, burjuasi Indonesia memang tumbuh, dan lapisan tengah masyarakat memang menebal. Tapi masih lebih tebal dan lebih banyak lagi jumlahny lapisan rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Ini tampak jelas jika meluangkan sedikit waktu untuk berkunjung ke 'perkampungan kumuh' (tak usah terlalu jauh, tengok saja yang letaknya berderet di sepanjang jalan tol menuju Bandara Sukarno-Hatta).
Atau pergilah ke pedesaan miskin terpencil, yang jumlahnya tidak kecil.
* * *
Tampaknya modal asing, dari Asia, Eropah dan Amerika semakin 'betah' di negeri kita. Logis! Indonesia, negerinya kaya dan tenaga buruh murah. Tambahan lagi -- para pejabat bersangkutan amat mudah 'ditemani', 'dikeloni', dibikin 'jinak', dengan senang hati mereka-mereka itu, 'melayani' urusan dan kepentingan kaum modal asing. Berbagai cara 'biasa' dilakukan kaum modal asing untuk memupuk 'sahabat' di kalangan pejabat dalam negeri!!
Kepentingan (ekonomi) mereka sudah erat bertautan tak terpisahkan lagi.
INDONESIA TAK SAMA DENGAN TIONGKOK
Karena sama-sama negeri Asia yang sedang berkembang, sering kudengar dan baca di masyarakat kita, pertanyaan, mengapa Tiongkok bisa berkembang ekonominya, tetapi negeri kita masih begini-begini saja? Bahkan semakin parah!
Coba lihat kita kebanjiran terus barang-barang komoditi Tiongkok. Lalu cenderung mencari kambing hitamg mengapa kita kalah bersaing!
Jangan bikin kesalahan! Secara sederhana, cepat-cept menarik persamaan antara keadaan Indonesia dengan situasi ekonomi RRT, atau situasi ekonomi RRT dengan situasi krisis keonomi AS. Bukankah belakangan ini ramai sementara komentator menarik persamaan antara 'krisis properti' di Tiongkok (dengan mengambil contoh munculnya 'kota-kota hantu' – 'ghost city' Zhengzou, dengan 'krisis properti' di Indonesia, menjelang lengsernya Suharto. Mingguan AS, Time Magzine, bahkan memberitakan bahwa diTiongkok terdapat 70 juta apartemen kosong. Gawat!
Mungkin memang ada persamaan antara Indonesia dan RRT.. Misalnya, RRT secara besar-besaran mengundang masuk modal asing dan mengadakan joint-ventur dll dengan modal asing.
Tetapi ada perbedaan fundamentil Tiongkok dan Indonesia. Tiongkok adalah suatu negeri yang mutlak dipimpin satu partai besar yang kaya pengalaman dan terkonsolidasi, yaitu Partai Komunis Tiongkok (PKT). Melalui menarik pelajaran dari pengalamannya sendiri, PKT menyimpulkan program jelas bagaimana memanfaatkan dan mengontrol modal asing, untuk kepentingan pembangunan ekonomi dan teknologi dalam negeri. Mereka nyatakan pembangunan politik/ekonomi negeri itu, adalah praktek pembangunan Sosialisme Tiongkok. Tentu itu hak mereka menyatakan tipe ekonomi apa yang mereka sedang bangun di negerinya itu!
Tiongkok berusaha keras menarik pelajaran dan pengalaman dari apa yang mereka anggap bisa dimanfaatkan dari 'keunggulan' kapitalisme. Yang menjadi prinsip pembimbing utama ekonomi negeri ialah, bahwa, sumber-sumber kekayaan negeri yang mengkhajati kehidupan pokok rakyat, tetap ada di dibawah kekuasaan negara. Bagaimana negeri kita? Apakah sumber-sumber kekayaan bumi dan air Indonesia masih dikuasai oleh kita sendiri? Atau sudah ludes dilelang pada asing.
Orang boleh-boleh saja punya pendapat ini atau itu, -- yang didasrkan atas teori klasik ini atau teori modern itu. Lalu mengambil kesimpulan sendiri mengenai sistim ekonomi dan sistim politik yang bagaimana yang dibangun di Tiongkok. Apakah itunamanya sosialisme, neo-liberalisme, revisionisme-modern (remo), ataukah kapitalisme negara. Mengenai kempulan apapun yang diambil tentang tipe apa ekonomi yang sperti apa yang dibangun di Tiongkok itu, itu sepenuhnya tak ada yang bisa melarangnya.
Tetapi, patut juga dilihat kenyataannya, bahwa di saat hampir semua negeri kapitalis manca-negara dilanda krisis properti, krisis finansil-ekonomi dan merosotnya nilai mata uang mereka, --- namun TIONGKOK TAK BERANJAK. Barat dan sementara kalangan melihat dengan penuh harapan, sekali tempo Tiongkok akan 'kesandung' dan akan dilanda krisis ekonomi. Muncullah berita sekitar yang disebut 'ghost city', Zhengzhou. Namun belakangan kita baca di pers Barat, sudah 'ghost-city-ghost city' itu pada 'hidup kembali'. Ada yang mencoba menjelaskan mengapa Tiongkok bisa demikian: Karena Tiongkok paling kaya kas negaranya!!!
Hingga kini nyatanya: Negeri yang paling stabil ekonominya, dewasa ini, adalah TIONGKOK.
* * *
NASIB RUYATI BINTI SAPUBI – DARI BEKASI
Realitas yang hakiki di Indonesia, lebih banyak lagi yang menjengkelkan. Yang memilukan!. Untuk memulai, coba tengok nasib TKW yang merana dan fatal, terhisap dan tertindas.. Karena berani berlawan terhadap kesewenang-wenangan majikannya, nasib TKW, – R u y a t i binti Sapubi, asal Bekasi, Jabar, – – berakhir dengan hukuman 'pancung'.
Entah berapa orang TKW lagi yang masih meringkuk di penjara Saudi Arabia yang sedang menanti dieksekusi pancung kepala. Itulah nasib TKW 'kita'. Di dalam negeri mereka diperas habis-habisan, sekaligus diangkat-angkat dipuji sebagai 'pahlawan devisa'. Tak tanggung-tanggung pertunjukan kemunafikan para pejabat negeri ini. Oleh negeri-negeri yang katanya religius, seperti Saudi Arabia, Emirat dll, TKW Indonesia diperlakukan sewenang-wenang. Berani-berani berlawan terhadap perlakuan sewenang-sewenang majikan, bisa berakhir dengan eksekusi pancung, seperti nasib Ruyati binti Sapubi.
Masyarakat, khususnya ormas berkaitan dengan TKW cepat memberikan reaksi. Dianggap pemerintah dan aparatnya di Saudi maupun di Indonesia, teledor dan pasif. Pidato Presiden SBY di sidang ILO sekitar TKW waktu itu, ternyata hanyalah rayuan kata-kata indah tentang bagaimana kaum pekerja di Indonesia diperhatikan dan diurus baik oleh pemerintah. Suatu pernyataan yang 'jauh api dari panggang'. Tak nyambung dengan keadaan kongkrit nasib TKW.
Hanya, . . . . . perhatikan, h a n y a sesudah tersebar berita Ruyati binti Sapubi dipancung, barulah ramai pemerintah Indonesia, Deparlunya dan KBRI di Saudi Arabia. Mereka berkoar bahwa telah dilakukan 'segala sesuatu' untuk menyelamatkan Ruyati.
* * *
NAZARUDIN BIN P.D.
Satu kasus lagi yang membosankan tetapi tak boleh dianggap sepi. Benarlah adanya: Hampir setiap hari nama itu ada di pers, radio dan TV Indonesia dewasa ini. : NAZARUDIN. Sekarang ini Nzarudin menuding-nuding dan mengancam-ancam adan mengintimidasi fihak lain.
Siapa dia? Semua tau dia adalah mantan bendahara Partai Demokrat. Partai yang berkuasa sekarang.Partainya Presiden SBY. Katanya sudah 'keluar' dari PD dan DPR. Tapi orangnya masih 'aman dan selamat'. Mula-mula berlindung di Singapura. Baru saja ia menghilang dari Singapura.
Nazaruddin dinilai melanggar etika, karena berupaya menyuap petinggi Mahkamah Konstitusi dan dicurigai terlibat tindak pidana. Kala itu ia disebut-sebut terlibat penyuapan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam, sebesar Rp 3,2 miliar terkait dengan proyek pembangunan wisma atlet SEA Games di Palembang. Sekarang ia sudah lari dari Singapura entah kemana.
Begitu 'ramainya' kasus korupsi diberitakan dan dikomentari media cetak dan media elektronik, sehingga bisa-bisa timbul kesan: -- Di Indonesia dewasa ini tak ada yang lebih 'sensasionil', yang lebih 'laku' dibaca orang, selain kasus korupsi. Soalnya, karena hampir semua kasus korupsi melibat elite dan penguasa. Njerempet-nyerempet pejabat negara yang tertinggi RI.
Kelanjutan dari keadaan seperti ini? Muncullah cetusan: Negeri ini sudah nyaris bangkrut. Bukan bangkrut ekonomi, karena Indonesia, bumi, air dan lautannya terlalu kaya. Tetapi bangkrut moral dan etika. Bangkrut ideologi dan politik!! Bangkrut hati nurani!
* * *
“MADRASAH TSANAWIYAH (Mts) ABDOELLAH BASTARI”.
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS BAGI SELURUH SISWA
Tibalah pada cerita yang sesungguhnya dari semula ingin kusampaikan sebagai cerita utama. Tapi, biasalah. Melantur dulu ke yang lain-lain. Karena dalam proses penulisan terasa tokh penting juga yang 'sampingan' itu untuk disampaikan kepada pembaca.
Cerita ini bukan mengenai MADRASAH-nya, semata. Tetapi mengenai manusia-manusianya, guru-gurunya yang mengelola sekolah mendidik siswa-siswanya, mengenai siswa-siswanya yang belajar di situ.
PAK RONGGO, KEPALA SEKOLAH TELADAN
Orang-orang yang melihat negeri kita 'serba salah' dan suatu ketika mencetuskan kata-kata 'malu jadi orang Indonesia', tak bisa disalahkan punya pandangan pesismis. Juga mungkin bisa sedikit ditolerir mereka yang seringkali bersikap sinis dan 'pasrah' kalau bicara mengenai nasib bangsa dan negeri ini.
Namun, bangsa ini, rakyat ini, INDONESIA, adalah bangsa yang sudah bertekad menegakkan negara sendiri, Republik Indonesia yang beridiri sama tinggi dan duduk sama rendah, di antara bangsa-bangsa merdeka lainnya di dunia ini. Bangsa dan rakyat ini, dalam perjalanan sejarahnya sejak Proklamasi Kenerdekaan, menunjukkan tekad juang dan kemampuannya membela kemerdekaannya. Juga telah berhasil menumbangkan sebuah rezim angkara murka, yaitu rezim Orba di bawah Jendral Suharto. Serta merestorasi sementara hak-hak demokrasi untuk maju terus menegakkan keadilan dan kemakmuran bagi semua.
Itulah alasan dan sebab pokok mengapa di kalangan masyarakat, dikalangan rakyat, tidak sedikit terdapat 'orang-orang yang optimis'. Mereka itu adalah orang-orang yang punya nyali untuk mengarungi hidup sulit dan mengatasi kendalan di jalan kemajuan.
Orang-orang demikian itu kita temui di sebuah desa, desa BATULAWANG, CIPANAS, Kabupaten Ciandjur. Mereka-mereka itu adalah guru-guru yang mengelola sekolah SMP/SMA bernama MADRASAH TSANAWIYAH.
Motor dan pengelola ulet sekolah dikaki bukit, jauh dari kota, adalah PAK RONGGO. Seorang mantan tentara, putra seorang perwira TNI yang disebabkan oleh politik 'bersih lingkungan' rezim Orba, tidak punya hari depan dalam kehidupan tentara. Melalui lika-liku kehidupan akhirnya terjun di desa Batulawang, mengabdikan dirinya demi pendidikan generasi baru Indonesia.
Keras keinginanku untuk menceriterakan kepada pembaca betapa semangat pantang mundur dari kepala sekolahnya Pak Ronggo. Mengapa seorang tamatan Fakultas Keguruan Universitas Sanata Darma, Jogyakarta, dan rekan-rekan guru lainnya yang semuanya berijzah S1 itu, sampai mau mengajar di sebuah desa terpencil. Karena dari cerita ini, bisa disaksikan betapa, nun jauh disana di balik bukit Batulawang, Cipanas, Jawa Barat, berkarya manusia-manusia Indonesia yang rajin dan ulet 'menggembalakan' anak-anak didik, harapan bangsa dan negeri. Sudah tujuh tahun lebih, setiap hari, pada cuaca panas terik atau hujan dan angin ribut, tanpa absen mereka mencurahkan tenaga dan fikirannya mendidik siswa-siswa SMP dan SMA ' Tsanawiyah'.
Tuturan ini bukan bersumber dari bacaan atau cerita orang. Ini kusaksikan sendiri bersama keluarga Farida Husni yang sudah 7 tahun lamanya memberikan dukungan kuat pada Madrasah ini. Kami di situ ketika dilangsungkan upacara pengumuman lulus ujian negeri dan penyampain berita LUAR BIASA BAHWA MURID-MURIDANYA SERATUS PERSEN LULUS UJIAN NEGERI!!
Aku ingin pembaca mengetahui bahwa di negeri kita, ada manusia-manusia biasa, tapi tokh istimewa seperti itu. MERKA DENGAN SEPENUH HATI, MENGABDIKAN TENAGA DAN FIKIRAN, KEMAMPUAN DAN SEMANGAT PANTANG MUNDUR MEREKA, DEMI PENDIDIKAN GENERASI BARU YANG SEDANG TUMBUH MEMBESAR DAN MENDEWASA.
Tidakkah kita merasa bangga dan amat berterimakasih kepada putra-putri bangsa seperti itu?
Luluhlah semua apatisme, sinisme dan rasa pesimis, betapapun kecilnya yang masih nyelinap di hati sanubari kita.
Hasil dharma-bakti Pak Ronggo dan rekan-rekan gurunya, amat mengagumkan: Selama 7 tahun terus-menerus mendidik siswa-siswa SMP dalam keadaan serba kurang (pernah sekolah itu mondok di kandang ayam dan kemudian mesjid) – tokh hasilnya: SABAN TAHUN MURID-MURID YANG UJIAN NEGERI SMP, semua 100% lulus. Gaji guru-gurunya tak sampai setengah juta rupiah.
Tokh mereka bertahan dan tak tergiur oleh kehidupan kota. Mereka tetap tinggal di desa itu dan meneruskan darma-baktinya.
* * *
No comments:
Post a Comment