Sunday, July 10, 2011

Kolom IBRAHIM ISA

Minggu, 10 Juli 2011

----------------------------


SAHABAT BARU: – Sejarawan BASKARA T. WARDAYA, Dan Siswa-siswinya


Diantara sahabat-sahabat-baru yang, beruntung sekali, aku dapat berkenalan langsung, berdiskusi dan menggalang saling pengertian dengan mereka, ialah seorang sejarawan dari generasi baru: DR. BASKARA T. WARDAYA SJ.


Bukan saja dengan sarjana muda ini. Tetapi juga dengan 6 orang siswa-siswinya yang diajaknya bersama ke hotel Ibis Malioboro, tempat aku mondok di Jogya ketika itu (24/7/2011). Mereka itu adalah Ligia Judith Giay, Magdalena Dian Pertiwi, Darwin Awat, Angga Josintha, Ismi Yati dan Dyah Merta. Para (maha)siswa-siswi yang enam orang itu, semuanya dari Fakultas Sejarah Universitas Sanata Dharma, Jogyakarta.


Sedangkan Dr Baskara adalah Direktur Pasca-Sarjana Universitas Sanata Dharma. Selain itu mengajar di Program Pasca-Sarjana Universitas Gajah Mada, Jogyakarta.


Bagiku pertemuan dan perkenalan dengan 'orang-orang baru', menggalang persahabatan serta bertukar fikiran dengan mereka-mereka, punya arti khusus dan penting sekali. Pertama-tama karena mereka-mereka itu adalah dari generasi muda. Mereka itu adalah pemuda dan pemudi Indonesia, harapan bangsa. Yang – syukur alhamdulillah – kesanku ialah bahwa, -- mereka-mereka itu jelas tak terkontaminasi oleh 'brainwashing' Orba.


Yang tak kalah penting lagi ialah mereka menempuh studinya, menimba ilmu dan kebijakan, di bawah bimbingan seorang cendekiawan pakar, sejarawan dari generasi baru pula, Baskoro T. Wardaya SJ. Biasa juga disapa ROMO BASKORO.


* * *


Penulisan kembali sejarah Indonesia, yang telah begitu direkayasa dan dimanipulasi oleh rezim dan 'pakar-pakar sejarah' Orba, untuk semata-mata mengabdi dan melegitimasi kekuasaan mereka, sedang berlangsung tak terbendungkan. Itu berlangsung terus dengan gairahnya di Indonesia dewasa ini. ---. Proses historis yang sedang berlangsung ini, amat memerlukan waktu cukup panjuang, ketelilitan dan kesabaran. Pekerjaan penelitian dan analisis yang seksama juga memerlukan orang-orang dan manusia-manusia yang punya dedikasi konsisten dan konstan pada kebenaran dan keobyektifan. Secara umum memang demikian prosesnya, bahwa, dalam usaha penulisan kembali sejarah, atau 'usaha pelurusan sejarah', sandaran dan sumber utama adalah seluruh masyarakat. Masyarakat, rakyat, 'orang-orang 'biasa' adalah sumber input dan kebijakan yang tak kunjung kering.


Sejalan dengan itu, bangsa ini amat memerlukan kehadiran sejumlah sejarawan dari generasi baru. Yaitu pemeduli-pemeduli dan penulis sejarah, dalam jumlah besar, yang berani berfikir bebas dan berdikari. Serta mampu mengambil kesimpulan sendiri. Pada bangsa kita dewsa ini, terutama setelah jatuhnya Suharto, bisa saksikan sejarawan-sejarawan dan pemeduli-pemeduli sejarah generasi baru serperti a.l. Baskara T. Wardaya, Aswi Warman Adam, A.N. Lutfhi, Bonnie Triyana, Hilmar Farid, Wilson, M. Nursam dan banyak lainnya lagi.


Cendekiawan senior sejarawan Indonesia yang berintegritas seperti (mendiang) Prof. Dr Sartono Kartodirjo, berangsur-angsur semakin dikenal masyarakat dedikasi, visi dan sumbangsihnya pada penelitisan dan penulisan sejarah Indonesia.


* * *


Barangkali akan lebih sederhana, dalam rangka 'mengenal' siapa sejarawan muda BASKARA T WARDAYA ( khususnya bagi pembaca yang belum mengenalnya), melakukannya melalui salah satu buku yang ditulisnya: BUNG KARNO MENGGUGAT . Buku yang diterbitkan, 2006, dan sampai 2008 sudah tujuah kali dicetak, adalah BESTSELLER. Tentu 'bestseller' bukan suatu jaminan bahwa buku itu pasti bermutu. Jaminan adalah integritas penulisnya.


Meskipun kenyataan Baskoro T. Wardaya memperoleh gelar master dan dan Ph.D - nya di Universitas Marquette, AS, tak kurang 8 tahun belajar di negeri itu, --- Namun, ia tidak segan ataupun rikuh, berani menggugat AS sebagai suatu superpower yang melakukan campur tangan terhadap masalah dalam negeri Indonesia. Khususnya kaitannya dengan Pemberontakan PRRI-Permesta, ( di deklarasikan 15 Februari 1958) dan kejadian sekitar Peristiwa 1965. Sejak awal, yaitu pada judul bukunya Baskoro mengungkap dan menggugat (CIA) – AS, berhubung dengan keterlibatannya itu.


Dengan jelas sekali di dalam Bagian II, buku “BUNG KARNO MENGGUGAT . . . .”, Baskoro mengungkap keterlibatan Amerika di Indonesia. Dalam Bagian III, subjudul – Menggugat Tragedi 1965, sejarawan Basksoro mengungkap lebih lanjut keterlibatan Washington dan Tragedi 1965.


Tulis Baskoro dalam bukunya yang sedang dibicarakan ini, (halaman 149), a.l sbb”:


    . . . . kita telah melihat bagaimana AS memiliki sejarah yang cukup kental berkaitan dng keterlibatannya dalam dinamika politik dan militer di Indonesia. Dalam peristiwa pemberontakan daerah PRRI dan Permesta, misalnya Amerika terlibat langsung, khususnya dalam bentuk bantuan militer kepada pihak pemberontak. Setelah pemberontakan gagal, pemerintah Amerika mengalihkan bantuannya kepada militer yang resminya “loyal” kepada pemerintah pusat yang dipimpin oleh Presiden Sukarno,. Dalam praktiknya, bantuan militer – yang terutama diberikan kepada Angkatan Darat – terutama dimaksudkan untuk membatasi kiprah PKI dan membatasi kekuasaan Sukarno menjadi sekecil mungkin. Sekaligus Amerika berharap bahwa dengan tersingkirnya PKI dan Bung Karno, Indonesia akan berada di bawah dominasi militer yang anti-Komunis dan yang berorientasi ke Barat. Apa yang terjadi selama dan setelah Tragedi 1965 ternyata sesuai dengan apa yang telah digariskan sebagai tujuan kebijakan luar negeri AS di Indonesia itu. Dengan kata lain, sangat besar kemungkinan bahwa – langsung atau tidak – pemerintah AS ikut berperan dalam apa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1960-an”. . . . .



* * *


Karya Baskoro, “BUNG KARNO MENGGUGAT G30S”, seperti ditulis penerbitnya, adalah buku “yang mencoba meliht Tragedi – 65 dalam perspektif yang lebih luas, khususnya berkaitan dengan hidup dan perjuangan Bung Karno. Dilihat pula peran berbagai pihak lain dalam tragedi itu. Dokumen-dokumen rahasia dari Dubes AS Mrshal Green dan memorandum CIA dikaji dengan steliti untuk melihat pula permasalahan yang ada. Satu hal penting yang selama ini dipendam oleh rezim Orba, adalah soal pembunuhan masal atas nama penumpasan pemberontakan PKI, yang dikaitkan dengan peristiwa 1 Oktober 1965. Ribuan orang dibantai tanpa proses pengadilan oleh tangan-tangan penguasa. Bilka tujuh orang perwira AD yang tewas akibat peristiwa Gestok dijadikan “Tujuh Pahlawan Revoklusi” (|Tuparev), bagaimana dengan ratusan iribu nyawa yang dibantai atas nama pebumpasan pemberontakan PKI itu?


Sebagai akhli sejarah, Baskara T. Wardaya mengajak pembaca bukan sekadar meributkan siapa dalang peristiwa Gestrok, tetapi juga membangun satu kesadaran advokasi: siapa yang bertanggungjawab atqs pembantaian masal usai peristiwa 1 Oktober tersebut, yang hingga kini masih menyisakan trauma tak berkseduhan?


* * *


Sungguh suatu pertanyaan yang merupakan tantangan pada setiap pemerintah Indonesia sesudah Reformasi, tantangan bagi pakar-pakar sejarah dan bagi siapa saja yang peduli pelurusan atau penulisan kembali sejarah bangsa ini.


* * *


Kiranya pembaca ingin sekali mengetahui bagaimana sikap Baskoro terhadap tokoh pemimpin bangsa BUNG KARNO? Biarlah kita baca kata-kata Baskoro sendiri dalam bukunya itu:


Sejak mudanya Sukarno memang memiliki kecenderungan untuk melawan kemapanan, terutama kolonialisme, imperialisme dan elitisme. Akan tampak pula bahwa Sukarno muda juga memiliki rasa solidaritas tinggi pada bangsanya. Pertemuannya dengan, dan refleksinya atas, petani “Marhaen”, misalnya merupakan salah satu momen terpenting dalam mempertemukan teori-teori sosial dengan realitas konkret masyarakatnya – katakanlah mempertemukan “buku” dan “bumi”. Iapun berseru agar kaum nasionalis, agama dan komunis bahu-membahu menentang ketidak-adilan di masyarakat. Namun tentu saja Bung Karno bukan seorang politikus yang tanpa cacat. Ada sejumlah kelemahan disana-sini yang kiranya perlu kita simak pula. Oleh karena itu pada halaman-halaman terakhir dari bagian ini, akan kita sertakan sejumlah catatan kritis terhadap gagasan-gagasan Sukarno muda itu.”


Selanjutnya tentu baik dibaca sendiri buku Barskoro tsb.


* * *


Akan bermanfaat untuk selanjutnya membaca tulisan-tulisan penting lainnyta, karya tekun Baskoro, seperti a.l:


    Baskara T. Wardaya (2001) Sejarah sebagai Pelajaran, bukan Warisan: Sebuah Pendahuluan, dalam Menuju Demokrasi: Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah, (PT Gramedia).


    Baskara T. Wardaya (2007) Membongkar Supersemar! Dari CIA hingga Kudeta Merangkak Melawan Bung Karno (Supersemar Revealed! From the CIA to the creeping Coup D'etat against Bung Karno), (Galang Press).

*

* * * *

    Tulisan ini tidak dimaksudkan sebagai suatu 'resensi' mengenai buku Baskoro: “Bung Karno Menggugat G30S”, tetapi, sekadar memperkenalkan secara santai, Baskoro dan pemikirannya megenai masaalah sejarah yang masih terus meliputi fikiran bangsa, dan yang menuntut jawaban yang jujur dan obyektif, teliti dan sebagai hasil suatu studi yang mendalam.



< Rentetan Catatan Kunjungan Ke Indonesia masih belum selesai>



* * *



No comments: