Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 07 Februari 2012
-------------------------------
BEBERAPA RANGKUM Dari PUISI-PUISI FITRI NGANTHI WANI,
* * *
Sekitar puisi-puisi Wani, putrinya Widji Thukul, publikasinya diteruskan lagi hari ini. Dari yang berjumlah 88 sajak itu sudah dan masih akan dikutip lagi untuk pembaca yang belum memiliki buku kumpulan puisi Wani, atau belum pernah membacanya.
Semakin jelas bahwa Wani, yang mulai menulis sajak-sajaknya ketika ia masih di SD, ketika masih berumur 10 th , --- perkembangannya: sebagai penyajak, proses pematangan dan pendewasaannya berlangsung dalam pergolakan yang heibat dan penderitaan hidup disebabkan oleh penindasan oleh kekuasaan rezim Orba yang melakukan persekusi diskriminasi dan pengucilan terhadap keluarga Widji Thukul .
Mari kita ikuti puisi pertama dari buku kumpulan puisi-puisi Fitri Nganthi Wani ( 1999-2007), a.l berikut ini:
* * *
SURAT BUAT INDONESIA
Kepada
Indonesiaku
Kamulah tempat lahirku
Kamulah tumpah darahku
Wahai pertiwiku
Inginku mohon padamu
Perhatikan nasib rakyatmu
Mereka tak bisa nikmati hari bagiamu
Mereka masih menderita
Mereka hanya memikirkan makan untuk keluarga
Sampai di sini dulu permohonanku
Wahai Indonesiaku
17 Agustus 1999
* * *
Harus diingat, puisi ini ditulis oleh Wani, ketika ia masih berumur 10 tahun. Umur sekecil itu, masih di SD, namun, telah bisa melahirkan puisi yang punya arti dalam dan sarat dengan kesadaran yang disebabkan oleh perjuangan hidup, --- kepedihan, kesedihan dan penderitaan, sebagai anak orang 'buron'.
* * *
Wani sangat merindukan bapaknya pulang. Dalam waktu cukup lama ia masih belum bisa percaya bahwa bapaknya tak akan pulang-pulang lagi. Jadi korban “Tim Mawar” Kopassus TNI-AD, yang melakukan 'pembersihan dan pelikwidasian' atas kekuatan oposisi di sekitar PRD, setelah meletusnya 'Peristiwa Sabtu Kelabu' di kantor PDI Mega, di Jl Diponegoro 56, Jikt. Khayati puisi Wani berikut ini:
PULANGLAH, PAK!!
Pulanglah, Pak
Kami sekeluarga menunggumu, Pak
Kawan-kawanmu juga menunggumu, Pak
Pulanglah, Pak
Apakah kamu tidak tahu
Indonesia pecah, Pak?
Pipa-pipa menancap di seluruh tubuh pertiwi kita
Asap-asap dari pabrik-pabrik
Mengotori pertiwi kita , Pak
Limbah-limbah membuat sungai-sungai
Dan kali-kali tercemar
Kami terpaksa tutup hidung, Pak
Pertiwi kita manangis
Pertiwi kita butuh kamu, Pak
Pulanglah, Pak
Apakah kau tidak ingat aku lagi
Aku, anakmu, Pak
Aku, adik, ibu dan semua orang merindukanmu, Pak
Apakah hanya dengan doa-doa saja
Aku harus menunggu?
Penguasa, Kembalikan Bapakku!!!
15 Mei 2000
* * *
Mei 2000, Wani baru memasuki umur 11 tahun. Penguasa sudah berganti. Rezim Orba sudah terguling dengan tergulingnya Presiden Suharto. Maka kini Wani menuntut kepada Penguasa untuk mengembalikan bapaknya. Tapi penguasa baru yang tahu benar duduk perkaranya pura-pura atau berlagak 'pilon'.
* * *
Dalam puisinya MAAFKAN AKU INDONESIA, Wani dengan berani dan lantang mengungkapkan situasi kehidupannya sebagai orang miskin dan anak 'buron'.
MAAFKAN AKU INDONESIA
Bendera-bendera merah putih
Dipasang di depan rumah-rumah
Melambangkan arti hari bahagia Indonesia
Tapi maafkan aku Indonesia
Karena tak punya bendera
Benderaku hanya dua potong kain bekas
Yang disambung
Yang merah robek seperempat
Tapi djahit lagi oleh nenekku
Maafkan lagi aku Indonesia
Karena hanya bisa nyanyikan
Lagu Indonesia Raya
Sekali lagi maafkan aku Indonesia
Karena hanya puisi ini
Hadiah yang dapat kuberi
17 Agustus 2000
* * *
Rasa keadilan, kesadaraan dan pengalaman pribadi dan keluarga dikucilkan pertama-tama oleh penguasa dan apratnya, juga oleh maswyarakat sekeliling, telah berangsur-angsur membentuk jiwa dan karakter Wani untuk BERANI BERLAWAN TERHADAP KETIDAK ADILAN. Tentu, melalui alat perjuangan satu-satunya yang dimilikinya, PROTES KERAS melalui PUISI-PUISI.
Salah satu diantaranya, berikut ini:
BERIKAN AKU KEADILAN
Saat ini malam kian sepi
Mataku tak sanggup terpejam
Pikiranku kacau, membayang masa-masa itu
Masa rumahku digrebeg polisi
Karena bapakku terlampau berani
Suarakan nasib rakyat dalam puisi-puisi
Aku juga terngiang
Kala ibuku mati-matian berjuang
Demi hidup kami ia berdagang pakaian
Lari sana lari sini
Demi kehidupan yang lebih berarti
Kini sekian tahun sudah bapakku menghilang
Keluargaku taklengkap, ibuku banting tulang
Dengan peluh-peluh asanya ibu dapatkan uang
Akupun teringat adikku
Ia relakan sepedanya untuk modal ibu
Namun selalu ceria hadapi masa kanak-kanaknya
Tuhan, aku tahu inilah cobaan
Lewat penguasa yang kikir dan hidup senang
Keluargaku terinjak penuh kesedihan
Tuhan, bisikkan pada nurani mereka
Tuk berikan keluargaku
Keadilan yang sempurna . . .
3 Februari 2001
* * *
No comments:
Post a Comment