Monday, April 16, 2012

SUKMAWATI “TUNJUK HIDUNG” SUHARTO

Kolom IBRAHIM ISA

Senin, 16 April 2012

-----------------------------

SUKMAWATI “TUNJUK HIDUNG” SUHARTO


Mungkin disebabkan membaca berita kemarin bahwa pengadilan negeri Norwegia mulai hari ini mensidangkan kasus penembakan oleh Anders Behring Breivik yang menewaskan 77 orang (pemuda-pemudi pendukkung sosial demokrasi Norwegia ) dalam dua serangan brutal, Juli tahun lalu, --- --- Seorang mailist melemparkan kembali berita “Tempo, Desember 2011, mengenai:



PELUNCURAN BUKU SUKMAWATI sekitar “KUDETA MERANGKAK SUHARTO”



* * *



Dengan itu, peluncuran buku Sukmawati tsb menjadi “hangat” kembali. Paling tidak bagi mereka yang baru sekarang ini membaca berita peluncuran tsb. Kiranya tidak saja pembaca mailist tsb yang baru membaca berita peluncuran buku Sukmawati. Besar kemungkinan lebih banyak lagi yang belum mengetahui tentang peluncuran buku Sukmawati tsb.



Maka, baiklah diangkat lagi berita ini dengan menyiarkan kembali pemberitaan “Tempo” tsb dan juga artikel yang ditulis di Kolom Ibrahim Isa (13 Maret, 2012).



Mengenai Peristiwa 1965, aksi “G30S”, dan kemudian digulingkannya Presiden Sukarno oleh fihak militer dan pendukungnya, serta “naiknya” Jendral Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia, dan ditegakkannya rezim Orde Baru . . . . . serta pembunuhan masal yang berlangsung ketika itu terhadap warga yang tidak bersalah, tanpa proses peradilan apapun , --- itu semua ---- masih jauh dari cukup pemberitaan, dokumentasi, pembicaraan, seminar, studi dan penelitian. Meskipun sejak jatuhnya Presiden Suharto oleh gelombang pro-demokrasi dan REFORMASI, sudah semakin banyak jumlahnya.

Makin banyak yang ditulis, diriset, distudi dan dibicarakan secara luas di kalangan masyarakat maupun di kalangan akademik, itu makin baik. Semua itu demi bangsa ini secara baik dan mendalam belajar dari pengalaman sejarah bangsa sendiri. Hal mana selama lebih dari 30 tahun berkuasanya rezim Orba, bukan saja dibengkalaikan, penulisan sejarah bangsa dijadikan monopoli mutlak penguasa dan sejarawan-sejarawannya. Di atas dasar monopoli ini penguasa telah merekayasa, memelintir dan memalsu sejarah bangsa. Suatu “kejahatan-ilmu” yang biasa dilakukan oleh penguasa lalim yang otoriter dan diktatorial. Suatu warisan yang mereka keloni dari Paul Joseph Goebels (1897-1945), Menteri Propaganda Nazi Jerman.



* * *



Apa yang dilakukan SUKMAWATI SUKARNOPUTRI, merupakan sumbangan penting dalam usaha PELURUSAN, katakanlah PENULISAN KEMBALI SEJARAH BANGSA yang sudah direkayasa penguasa itu.



  • * *

    SUKMAWATI SUKARNO MENGUNGKAP . . . . . SUHARTO Adalah SEORANG BRUTUS!!

    Sukmawati Sukarno menulis buku.

    * * *

    Masih dalam rangka mengingatkan kita semua tentang perlunya mengungkap
    sampai ke-akar-akarnya komplotan Jendral Suharto merebut kekuasaan
    negara dan pemerintahan dari Presiden Sukarno, dengan memanipulasi
    SUPERSEMAR, kiranya perlu dicatat bahwa,


    "MISTERI" SEKITAR SUPERSEMAR, TAK LAIN ADALAH SUATU REKAYASA KAMPUNGAN UNTUK MEMBIKIN PUBLIK JADI BINGUNG. REKAYASA SEKITAR SUPERSEMAR, DALANGNYA ADALAH SUHARTO CS UNTUK MENGALIHKAN PERHATIAN DARI MASALAHYANG HAKIKI SEKITAR SUPERSEMAR.

    TANYAKAN KASUS SEKITAR SUPERSEMAR KEPADA MABES TNI ANGKATAN DARAT.
    KARENA MEREKALAH YANG PALING TAHU "MISTERI" SEKITAR SUPERSEMAR.
    "MISTERI" SUPERSEMAR ADALAH SUATU KOMPLOTAN.

    SILAKAN BACA DUA JILID BUKU "REVOLUSI BELUM SELESAI",
    BERISI PIDATO-PIDATO PRESIDEN SUKARNO SETELAH 1 OKTOBER 1965
    YANG DI-BLACK OUT OLEH SUHARTO CS.

    DI SITU BUNG KARNO MENJELASKAN APA ITU SUPERSEMAR.
    SAMASEKALI BUKAN MISTERI!!*

    ** * **

    Di bawah ini dimuat sebuah ulasan yang bisa dibaca di situs -- ROSO
    DARAS -- 6 Maret, 2012.

    * * *

    KESAKSIAN SUKMAWATI SUKARNOPUTRI
    "CREEPING COUP D'ETAT MAYJEN SUHARTO"

    Akhirnya, salah satu putri Bung Karno, Sukmawati Sukarnoputri menulis buku.
    Judulnya "Creeping Coup d"Etat Mayjen Suharto". Ini adalah buku
    kesaksian seorang Sukmawati. Di cover dalam ia menambakan sub judul
    "Kesaksian Hari-hari Terakhir Bersama Bapak...". Secara tema, topik
    "kudeta merangkak" Suharto terhadap Sukarno, bukanlah topik baru. Akan
    tetapi, embel-embel kesaksian pribadi putri Putra Sang Fajar, menjadikan
    buku ini tetap menarik dikoleksi.

    Sejarawan Asvi Marwan Adam berkenan memberi kata pengantar di halaman
    depan. Judulnya, "Kudeta Merangkak Suharto dan Kudeta Merangkak MPRS".
    Asvi mencoba mempertegas situasi politik yang mengiringi jatuhnya Bung
    Karno. Bahwa bukan saja kudeta merangkak oleh Suharto semata, tetapi di
    sisi lain, MPRS pun melakukan upaya kudeta yang sama dalam upaya
    mengukuhkan Suharto menjadi Presiden.

    Saat peristiwa Gestok terjadi, Sukma menulis, "Saya adala saksi sejarah
    yang masih remaja, yang merasakan suasana dan dampak dari peristiwa yang
    sangat mengejutkan itu. Suatu peristiwa yang masih merupakan misteri
    penuh teka-teki dalam hidup saya...."

    Sukmawati juga mengisahkan, "Baru kali ini aku melihat ekspresi wajah Bapak
    seperti saat itu. Terlihat suatu 'shock' dan kesedihan dalam jiwanya.
    'Kasihan Bapak, ada apa ya?' batinku bertanya-tanya."

    Sukma lantas melukiskan ingatannya ke hari-hari mencekam di bulan
    Oktober tahun 1965. Ia menulis, pada tahun 1965, masih hangat dalam
    benakku, cerita film Hollywood berjudul 'Cleopatra" yang diperankan oleh
    aktris cantik Elizabeth Taylor. Dari cerita sejarah itu, aku belajar
    tentang nilai kesetiaan dan pengkhianatan. Bahwa seorang Kaisar Romawi
    Julius Caesar dikhianati oleh seorang Brutus, merupakan suatu tragedi
    yang mengerikan dan bisa terjadi... Pada kenyataanya, bahwa tragedi
    pengkhianatan terjadi juga pada abad ke-20, tanggal 1 Oktober 1965, di
    Indonesia".

    Ya, Suharo adalah seorang Brutus, dan Sukarno ibarat Julius Caesar.

    Point dari "kudeta merangkak" atau "kudeta bertahap" yang hendak diusung
    dalam kesaksian Sukmawati tak lain adalah empat tahap upaya penggulingan
    Sukarno.

    Tahap I,
    pada tanggal 1 Oktober 1965. Saat itulah terjadi tragedi
    penculikan dan pembunuhan beberapa jenderal TNI-AD oleh kelompok G-30-S
    yang dipmpin Letkol Untung dengan pasukan AD (berseragam
    Tjakrabirawa/pasukan pengawal presiden). Pada hari itu, juga melalui
    RRI, Letkol Untung mengumumkan tentang dibentuknya Dewan Revolusi, dan
    juga tentang Kabinet Dwikora demisioner. Padahal, hanya presidenlah yang
    berwenang mendemisionerkan kabinetnya.

    Tahap II
    , tanggal 12 Maret 1966. Letjen Suharto sebagai Pengemban
    Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) membubarkan PKI. Padahal,
    presiden dan pimpinan parpollah yang berwenang membubarkan partai politik.*

    Tahap III,
    tanggal 18 Maret 1966. Letjen Suharto meerintahkan
    penangkapan 16 Menteri Kabinet Dwikora, yang merupakan kelanjutan aksi
    mendemisionerkan Kabinet.

    Tahap IV
    , tanggal 7 Maret 1967. Pencabutan kekuasaan Presiden RI,
    Mandataris MPRS, Pangti ABRI, PBR, Dr Ir Sukarno oleh MPRS dengan Tap
    MPRS XXXIII/1967yang diketuai oleh Jenderal A.H. Nasution. Sedangkan Tap
    MPRS XXXIII/1967 tersebut jelas inkonstitusional karena hanya MPR hasil
    Pemilu yang berwenang memberhentikan Presiden. /(roso daras)

    * * *



    Sukmawati Luncurkan Buku Kudeta Merangkak

Diposkan oleh Diana AV, 16 Oct 2011

YOGYAKARTA:-Sukmawati Soekarnoputri, puteri keempat mendiang Bung Karno meluncurkan sebuah buku kesaksian sejarah “kudeta” sang ayah. Buku berjudul “Creeping Coup D’etat” merupakan catatan kesaksian Sukmawati terhadap apa yang terjadi setelah Gerakan 30 September (G 30 S) Partai Komunis Indonesia 1965.

Kegundahan pencarian kebenaran membuat saya menulis buku ini,” kata Sukmawati saat peluncuran bukunya di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta, Kamis 8 Desember 2011 malam.

Sukmawati mengatakan, kudeta terhadap Soekarno yang sesungguhnya bukanlah kudeta oleh Partai Komunis Indonesia tetapi oleh Dewan Jenderal yang dikendalikan oleh Mayor Jenderal Soeharto. Namun, Dewan Jenderal yang sesungguhnya justru dibantai oleh Soeharto.

Dia menegaskan, komandan kudeta pada waktu itu adalah Soeharto dengan alat tentara Angkatan Darat. Memang diakui ada sebab lain yaitu DN Aidit sebagai pemimpin PKI terkecoh dengan intrik internal Angkatan Darat. Selain itu juga keblingernya pimpinan PKI, lihainya Nikoli (neo kolonialisme/asing) dan oknum-oknum di pemerintahan.

Dijelaskan, kudeta merangkak dalam teori Cornell oleh Ben Anderson ada empat yaitu kudeta empat tahap. Pertama yang menjadi target presiden, kedua panglima, ketika orang yang dalam pemerintah dan partai pendukung.

Tetapi cara kudeta yang dilakukan terhadap Soekarno berbeda. Yaitu pertama jenderalnya dulu yang dibantai, kedua menteri-menteri (16 menteri) dalam kabinet Trikora ditangkap dan dipenjara tanpa proases pengadilan, lalu pembantaian partai pendukung dalam hal ini PKI. “Baru presidennya disingkirkan tidak boleh memerintah kembali,” kata Sukmawati.

Karena sang ayah dikudeta secara perlahan itu, lalu diperlakukan dengan tidak adil, Sukmawati tidak akan pernah memaafkan Soeharto.

Ketua Umum Partai Nasional Indonesia dan Marhainisme itu menyatakan terbitnya buku itu supaya ada perubahan paradikma stigma yang menyudutkan PKI dan PNI pada waktu itu yang dipersalahkan tanpa ada proses hukum.

Buku 160 halaman terbitan kerjasama Yayasan Bung Karno dan Media Pressindo ini mengulas secara detail dan kronologis kudeta yang dilakukan Soeharto terhadap Soekarno.

Bapak waktu itu tidak dekat dengan Soeharto, yang paling dekat adalah A Yani yang menjabat Panglima Angkatan Darat,” kata dia.

Kata pengantar dalam buku itu ditulis oleh Asvi Warman Adam, peneliti LIPI. Ia menuliskan, kudeta merangkak adalah rangkaian kegiatan untuk mengambil kursi kepresidenan secara bertahap sejak 1 Oktober 1965 hingga 1966.

Upaya pengambilan kekuasaan memang dilakukan kelompok Soeharto secara serius,” kata Asvi dalam kata pengantar buku itu.

Surat perintah sebelas Maret (Supersemar), tulis dia, bukan keluar secara mendadak atau bukan inisiatif mendadak M Jusuf, Basuki Rahmat dan Amir Machmud. Pada 9 Maret 1966 Soeharto melalui Jenderal Alamsyah telah mengutus dua penguasa yang dekat Bung Karno (Dasaad dan Hasyim Ning) ke Istana Bogor untuk membujuk beliau menyerahkan pemerintahan.

Tidak berhasil dibujuk, maka dilakukan penekanan terhadap Bung Karno, antara lain dengan demonstrasi besar-besaran mahasiswa pada 11 Maret 1966,” tulis Asvi.

MUH SYAIFULLAH



* * *



No comments: