Saturday, June 28, 2014

Pesan Penting Untuk JOKOWI -- (2) “LUKA BANGSA LUKA KITA”




Kolom IBRAHIM ISA
Kemis, 26 Juni 2014
-----------------------------

Pesan Penting Untuk JOKOWI -- (2)
LUKA BANGSA LUKA KITA”

* * *

Di Bagian-2, --- Tulisan mengenai buku Romo Baskara, berjudul “LUKA BANGSA LUKA KITA”, kita fokuskan pada bagian Penutup buku. Disitu penulis Baskara menggaris-bawahi arti penting REKONSILIASI sebagai jalan keluar bangsa ini dari kegelapan sejarah yang disebabkan oleh pelanggaran HAM berat sekitar Peristiwa 1965.

Sedangkan penerbit Pustaka Galang Yogyakarta, menekankan dengan kuat sekali, agar disadari sedalam-dalamnya oleh setiap warga, bahwa:

Banyak negara di dunia memiliki rekam jejak buruk, terkait kolektif dan pelanggaran HAM pada masa lalu. Sebut saja, Jerman, Afrika Selatan, Korea Selatan dan Argentina. Begitu pula Indonesia. Berbeda dengan negara-negara lain yang berani mengakui, mengolah, dan menmuntaskan kejahatan terhadap kemanusiaan, Indonesia sepertinya masih berjalan di tempat.

* * *

Dalam kata penutup bukunya, Baskara menyimpulkan arti penting REKONSILIASI bangsa, sebagai jalan keluar. Bukan untuk melakukan balas dendam. Proses seperti yang telah berlangsung di Palu, Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa usaha rekonsiliasi telah membuat langkah permulaan. Suatu langkah menuju REKONSILIASI NASIONAL yang di luar dugaan banyak orang. Tetapi nyatanya telah terjadi. Halmana menunjukkan bahwqa bangsa ini, punya kemampuan dan kesabaran untuk menyelesaikan masa lampau kekerasan yang telah melanda bangsa.

Yang bersalah mengakui kesalahannya dan minta maaf. Ini dilakukan oleh Wali Kota Palu. Para korban mendengarkan dan memberikan maaf. Para korban yang tidak bersalah itu wajar dipulihkan nama baiknya. . . dst.

Baskara T. Widjaya: “Kiranya peristiwa langka seperti itu bisa menjadi contoh baik yang selanjutnya bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang di tingkat lokal maupun nasional.”

Baik kita ikuti dengan seksama kesimpulan jalan keluar yang disarankan oleh
Baskara dalam bukunya. Ini bisa dibaca a.l dalam KATA PENUTUP bukunya, sbb:

PENUTUP
Pembaca budiman, di awal buku ini telah dikatakan bahwa salah satu tujuan penerbitnya adalah agar kit bnisa mendapatkan gambaran yng lebih jelas mengeni pelanggaran HAM yang berat terkait Peristiwa 1965-1966, dan menjadi lebih paham mengenai apa saja sebenarnya yang terjadi pada waktu itu, berikut dampaknya. Untuk itu, pada bagian depan buku ini, telah kita simak bersama gambaran umum dan konteks yang kurang lebih melatarbelakangi terjadinya Tragedi '65. Kemudian melalui Laporan Komnas HAM telah kita lihat pula bagaimana tragedi itu berlangsung dengan segala dampak yng diakibatkannya. Kita lihat disitu, tindak kekerqasan kolektif ternyata terjadi hampir secara merata di berbagai tempat di penjuru tanah air, meskipun pembantaian yang paling massal terjadi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Dari laporan akhir Tim Pengkajian Pelanggaran HAM berat Soeharto yang disusun oleh Sub- Tim Pengkajian Kasus 1965 juga bisa kita lihat bahwa pembantaian massal itu disertai dengan berbagai bentuk pelanggaran HAM lain yang tidak hanya merata, melainkan juga sistimatik. Pelanggarannya tidak hanya dalam bentuk siksaan fisik atau penghilangan secara paksa, melainkan juga melalui sistim politik yang represif dengan segala jenis aparat pendukung yang menjadi impelimentornya. Sebagaimana ditunjukkan dalam dua tulisan Aswi Warman Adam berikutnya, selama bertahun-tahun rakyat Indonesia berada dalam kungkungan rezim yang bengis seperti itu. Waktu itu, banyak orang berpikir bahwa sepertinya tak ada lagi harapan untuk menemukan jalan keluar.

Untunglah pikiran seperti itu tak sepenuhnya benar. Betapapun represifnya rezim pemerintahan yang berkuasa, ternyata harapan tetap ada. Kini, harapan itu bahkan semakin berkembang. Tulisan Stanley Adi Prasetyo dan Yosef Djakababa telah mengajak kita untuk tetap memiliki harapan itu, bahkan mencari jalan keluar serta menemukan alternatif atas situasi yang demikian. Harapan itu bisa diwujutkan salah satunya dalam bentuk usaha penulisan sejarah alternatif yang berbeda dari narasi resmi yang sarat kepentingan. Bisa juga dalam bentuk-bentuk lain.

Salah satu dari bentuk-bentuk lain itu adalah menyalakan kembali dan menjaga nyala api rekonsiliasi. Di bawah terang api rekonsiliasi ini para mantan pelaku dan para mantan korban diharapkan bisa saling bertemu, saling menceriterakan peristiwa tragis masa lalu itu dari pandangan dan pengalaman masing-masing, lalu bersama-sama mencari jalan keluarnya. Tujuannya bukan untuk melakukan balas dendam. Bukan pula untuk menuntut dilakukannya hal-hal yang tidak mungkin dilakukan. Tujuannya adalah untuk sekadar saling membuka diri sejujur-jujurnya. Yang bersalah diharapkan mengakui kesalahannyta; sedang yang waktu itu telah menjadi korban tanpa salah, segera dikemblikan nama baiknya. Sebagaimana telah kita lihat dalam tulisan Nurlaela Lamasitudju, pertemuan seperti itu sangat mungkin terwudjut. Dalam kasus di Palu, Sulawesi Tengah, Pak Wali Kota bahkan tak segan-segan mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara publik. Para korban pun memahami dan memberikan maaf kepada Pak Wali Kota. Kiranya peristiwa langka seperti itu bisa menjadi contoh baik yang selanjutnya bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang di tingkat lokal maupun nasional.

Apakah gagasan dan contoh-contoh yang ada dalam buku ini akan menginspirasi kita atau tidak; apakah akan kita biarkan berlalu begitu saja atau tidak, tentu semuanya terpulang kepada kita masing-masing. Namun demikian, apapun pilihan yang kita ambil, sekarang kita tahu bahwa bangsa kita pada masa lalu pernah melakukan tindak kekerasandan pelanggaran HAM secara massif dan sistematik terhadap wartanya sendiri, dan oleh sebqab itu perlu untuk segera mengambil langkah-langkah tertentu guna mengatasi dan mengolahnya. Jika tidak, bangsa kita akan terus-menerus beraqa dalam kegelapan dan dihantui beban sejarah kekerasan masa lalu, sehingga sulit untuk bisa melangkah maju dengan derap langkah yang penuh keyakinan. Kita mendukung setiap upaya untuk melibatkan sebanyak mungkin warga masyarakat dalam menarasikan kembaloi apa yang terjadi seputar Tragedi '65 dan setelahnya, serta mendorong setiap langkah menuju rekonsiliasi bangsa.”
Demikian KATA PENUTUP Baskara dalam bukunya tsb.

* * *

Banyak negara di dunia memiliki rekam jejak buruk, terkait kolektif dan pelanggaran HAM pada masa lalu. Sebut saja, Jerman, Afrika Selatan, Korea Selatan dan Argentina. Begitu pula Indonesia. Berbeda dengan negara-negara lain yang berani mengakui, mengolah, dan menmuntaskan kejahatan terhadap kemanusiaan, Indonesia sepertinya masih berjalan di tempat.

Jangankan sampai pada penuntasan, pada fase pengungkapan pun aktivis HAM seringkali menghadapi jalan buntu. Sebagai bukti, ketika Komnas HAM menyampaikan hasil penyelidikan dan kerja kersnya selama empat tahun kepqada pemerintah, laporan tsb langsung ditolak dan tidak pernah ditindaklanjuti. Upaya penuntasan masalah pelanggaran HAM pun akhirnya mengambang.

Buku ini hendak mengajak masyarakat mengupayakan penuntasan masalah pelanggran HAM di Indonesia bisa terrealisasi. Buku ini menyajikan Laporan Eksekutif Hasil Penyelidikan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966, dan disertai laporan pelanggaran HAM yang terjadi selama Orde Baru. selain itu ditampilkan pula tulisan-tulisan mengenai konteks terjadinya pembunuhan massal tahun 1965-19667, kekeraan terhadap para tapol di Pulau Buru, dan gagasan mengenai bagaimana seharusnya penanganan dan jalan keluar masalah pelanggarqn HAM.

Buku ini sangat penting bagi para pejuang kemanusiaan dan semua elemen maswyarakat yang peduli terhadpnya tegaknya keadilan di negeri ini. Secara khusus, buku ini penting bagi generasi muda Indonesia yangingoin mengenal lebih dalam sejarah bangsa dari sudut pandang yang lebih luas.

* * *


No comments: