Thursday, February 10, 2011

Untuk SBY: “Bilang Saja, Saya tidak Mampu” *

*Kolom IBRAHIM ISA*
Kemis, 13 Januari 2011
---------------- -----

SARAN”(!!!) -- Untuk SBY:
“Bilang Saja, Saya tidak Mampu” *

“Bilang saja saya tidak mampu”, adalah kata-kata keras dan tajam berasal
dari *Ahmad Syafii Maarif*, mantan ketua Muhammadiyah. Memang dia orang
Sumatera, orang Minang. Bukan orang Jawa. Omongannya, keluarnya 'ces
pleng' begitu saja. Tidak kasar. Juga bukan 'kurang sopan'. Jelas!
Tegas! Di satu fihak, saran itu supaya SBY mundur saja sebagai Presiden
RI, meskipun belum penuh masa jabatannya sebagai presiden yang dua kali
berturut-turut terpilih langsung. Di lain fihak, diberikan alasan yang
jelas, Yaitu 'tidak mampu'. Maka, tidak bisa ada salah tafsir. Bukan
karena melakukan pelanggran hukum berat, seperti korupsi atau melakukan
pelanggaran HAM berat.


* * *


Kalangan cendekiawan, cukup mengenal siapa Ahmad Syafii Maarif (lahir:
1935). Dalam tahun 1985 terbit bukunya: *Islam dan masalah kenegaraan :
studi tentang pecaturan dalam Konstituante. *Buku tsb adalah sebuah
revisi dari tesis PH.D-nya, berjudul “Islam as the basis of state” yang
diraihnya di University of Chicago (1982).


Kritikan tajam Ahmad Syafii Maarif kepada SBY tsb adalah sebagian dari
kritik yang diajukan oleh sembilan orang tokoh agama. Selain Maarif,
terdapat Andreas A Yewangoe, Din Syamsuddin, Uskup D Situmorang, Biksu
Pannyavaro, Salahuddin Wahid, I Nyoman Udayana Sangging, Franz Magnis
Suseno, dan Romo Benny Susetyo. Mereka beranggap bahwa pemerintahan
Presiden Yudhoyono, sesudah lebih setahun menjabat, --- dan sebelumnya
SBY sudah lima tahun menjabat presiden pilihan langsung, -- telah gagal
mengemban amanah rakyat. Pemerintah terlalu banyak berbohong atas nama
rakyat.


Maarif tidak membatasi kritiknya hanya pada SBY. Tetapi juga sampai ke
kepala desa. Maarif mengingatkan pemerintah, mulai presiden hingga
kepala desa, untuk membuka telinga lebar-lebar. "Telinganya harus dibuka
untuk mendengar aspirasi rakyat. Jangan ditutupi telinganya." . . .
Ditegaskannya bahwa selama pemerintahan SBY tidak ada perubahan yang
fundamental, khususnya bersangkutan dengan beleid yang mantap mengenai
masalah kemiskinan, kesulitan ekonomi dan hukum, yang tidak bisa
ditegakkannya.


Selanjutnya para pemuka agama itu berrencana mengajak umat mereka
melawan kebohongan pemerintahan Presiden Yudhoyono.


Salah seorang dari sembilan tokoh agama itu, *Romo Benny Susetyo*,
ketika membacakan pernyataan bersama mereka, menandaskan sbb: "Kami
menghimbau elemen bangsa, khususnya pemerintah, untuk menghentikan
segala bentuk kebohongan publik" Para tokoh lintas agama sepakat, bahwa
sistem ekonomi neo-liberalisme yang dijalankan pemerintah telah gagal
meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat 5,8 persen.


Benny: "Rakyat kecil tidak pernah merasakan keadilan dari pertumbuhan
ekonomi semu itu. Ini berlawanan dengan tuntutan Pasal 33, UUD 1945,*"
Ekonomi Indonesia sudah keluar dari jalur Undang-Undang Dasar (UUD-RI).
Kecenderungan pasar bebas dalam sistem ekonomi Indonesia adalah
penghianatan terhadap apa yang tercantum di pembukaan UUD 1945. Kondisi
tersebut, diperburuk oleh sikap pemerintah yang masih mengedepankan
pencitraan. Demikian Romo Benny Susetyo.


* * *

Demikianlah, --- Sampai sembilan pemuka agama dan kepercayaan menyatakan
kritik terbuka demikian kerasnya kepada pemerintah, khususnya kepada
Presiden SBY. Ini bukanlah hal yang biasa. Mereka-mereka itu bukan
petinggi parpol, bukan politikus, juga bukan aktivis media. Mereka
adalah orang-orang yang sehari-harinya bergumul dengan masalah ilmu,
pendidikan, kepengajaran, kepercayaan dan religi. Bahwa mereka sampai
memerlukan tampil menyuarakan rasahati dan penderitaan masyarakat luas,
--- itu menunjukkan kepedulian mereka atas nasib bangsa ini. Juga
menunjukkn sudah betapa seriusnya keadaan negeri dan bangsa.


* * *

Juga tokoh parpol oposisi Ketum PDI-P,*Megawati Sukarnaputra*, dengan
tajam mengecam kebijakan SBY selama ini. Mega menilai bahwa SBY telah
gagal meletakkan fondasi dasar untuk tercapainya kesejahteraan rakyat
dan keadilan sosial.


Mega menilai pemimpin yang hanya mementingkan pembangunan citra. sebagai
sumber kegagalan.


*Sofyan Wanandi*, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
tidak kurang keras dan tajam sekali dalam penilaiannya terhadap janji
dan politik SBY. Wanandi: "Apa yang dijanjikan Presiden SBY untuk memacu
perekonomian tidak ada yang berjalan". Berbagai klaim keberhasilan
pertumbuhan ekonomi nasional setelah 15 bulan periode kedua pemerintahan
Presiden Presiden Susilo Bambang Yudhyoono (SBY) dianggapnya hanya
isapan jempol belaka.

Fokus pencitraan dan pergulatan kepentingan politik menghabiskan energi
pemerintah untuk mendorong roda ekonomi nasional bergulir dengan cepat
di tengah persaingan menjadi pemain dominan dalam percaturan ekonomi
global.

Wanandi menegaskan "Semua klaimekonomi dsb> itu adalah semu. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai
bukanlah timbul dari hasil kinerja pemerintah. Ekonomi (nasional)
mengalami pertumbuhan karena dunia usaha dan masyarakat (Indonesia
sendiri) yang berjuang sendiri untuk sekedar bertahan atau mencari
peluang untuk berkembang".

* * *

*Bambang Soesatyo*, Anggota Badan Anggaran DPR dan Wakil Ketua Umum
Kadin, dengan argumentasi menguraikan, bahwa, berselang puluhan jam
setelah pemerintah mengumumkan sukses pengelolaan ekonomi negara per
2010, klaim *keberhasilan (pemerintah) itu langsung dicampakkan rakyat.


Ke-tidakpercayaan pada diri sendiri, menyebabkan pemerintah lebih memuja
statistik dan mendengar apa kata orang asing, namun takut mengakui
kegagalannya menyejahterakan rakyat.


Saat Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, memaparkan
penilaian keberhasilan kebijakan pemerintah itu, Awal Januari 2011, ---
Jutaan ibu rumah tangga, bahkan juga para bapak rumah tangga, sedang
menggerutu karena nilai tukar uang belanja harian keluarga-keluarga
anjlok akibat kenaikan tajam harga kebutuhan pokok.


Ada beberapa keluarga diantaranya tewas akibat mengkonsumsi tiwul karena
tak sanggup membeli beras. Demikian ditandaskan Bambang Soesatyo.


* * *


Begitu antusias pemerintah mengklaim keberhasilannya selama ini,
demikian pula maraknya komentar kritis dan tajam media dan masyarakat,
termasuk tokoh-tokoh pemuka agama seperti yang diuraikan di atas. Semua
mengungkap dan membongkar kepalsuan serta kebohongan klaim keberhasilan
pemerintah itu.


Penderitaan disebabkan tekanan ekonomi yang mencekik rakyat kecil,
termasuk golongan tengah yang luas, tidak bisa diselubungi dengan klaim
'keberhasilan pertumbuhan ekonomi', seperti dikatakan Menteri Hatta Rajasa.


Apakah jalan buntu yang dihadapi pemerintah SBY ini bisa dicari
solusinya pada suatu politik tambal sulam? Dengan mengadakan suatu
'perubahan kabinet', misalnya. Mengganti menteri yang satu dengan
menteri lainnya. Apalagi bila tindakan itu semata-mata untuk memperoleh
tambahan dukungan parpol di DPR. Supaya bisa berkuasa terus. Juga untuk
lebih lanjut menumpulkan daya kritis sementara politisi dan parpol.


Ataukah jalan keluar itu, seperti yang disarankan oleh Ahmad Syafii
Maarif kepada Presiden SBY, yaitu:


“BILANG SAJA SAYA TIDAK MAMPU”.


* * *


Yang tidak boleh berhenti, -- adalah kegiatan pengontrolan, teristiwewa
oleh media yang bertanggungjawab yang peduli nasib negeri dan bangsa
ini, terhadap tindak-tanduk politik pemerintah -- adalah pengugkapan,
kritik, pembongkaran kebobrokan masyarakat, khususnya kritik terhadap
kebijakan ekonomi pemerintah yang berorientasi pada modal asing, Bank
Dunia dan IMF.



* * *

No comments: