Rabu, 31 Agustus 2011
------------------------------
*BUNG KARNO PENYAMBUNG LIDAH RAKYAT INDONESIA – Cindy Adams**
**
**( Bagian 2 )*
Buku Otobiografi Bung Karno ini (pertama terbit 1965), seperti yang DISAMPAIKAN kepada Cindy Adams, jurnalis/wartawan terkenal Amerika, adalah satu-satunya dokumen tercetak yang ditulis dan terbit ketika Bung Karno masih hidup. Dan ketika sementara tokoh yang disebut namanya dalam 'ceritanya' kepada Cindy Adams, masih hidup. Seperti, sebut saja, mantan wakil presiden Moh Hatta. Lalu Jendral Nasution. dll.
Bung Karno, menceriterakan tentang perundingan yang berlangsung antara Bung Karno sendiri, Moh Hatta dan Syahrir --- begitu pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Balatentara Jepang. *Lebih krusial dan lebih penting lagi, --- Bung Karno mengungkapkan tentang persetujuan*yang mereka bertiga capai untuk menyatukan S*trategi dan Taktik perjuangan kemerdekaan selama pendudukan Jepang.*
Mereka mengatur kordinasi kegiatan semasa perjuangan di bawah pendudukan militer Jepang, dalam suatu periode persiapan riil, di bidang politik, mental, organisasi dan MILITER, --- menjelang lahirnya INDONESIA MERDEKA. Strategi dan taktik perjuangan yang mereka gariskan, berdasarkan perhitungan teliti dan matang, bahwa keberadaan militer Jepang di Indonesia itu HANYA bersifat sementara. Ketiga tokoh pemimpin perjuangan bangsa itu, yakin bahwa Jepang akan dikalahkan oleh Sekutu dalam Perang Pasifik yang sedang berkobar ketika itu. Dengan hati-hati dan teliti mereka mengkombinasikan antara pekerjaan legal terbuka dengan pekerjaan rahasia di bawah tanah, --- antara Bung Karno, Moh Hatta dan Syahrir.
Mereka bertiga menyadari bahwa mereka harus bekerja keras tetapi hati-hati, menggunakan kepala dingin. Untuk memperoleh konsesi politik penting dari Jepang, mereka harus bersedia memberikan konsesi. Bung Karno dan Hatta harus menggunakan kesempatan untuk melakukan pendidikan politik dan mental pada bangsa, khususnya para pemuda. Mereka berkesimpulan bahwa konsesi kepada Jepang menuntut adanya 'koperasi' dari fihak Indonesia, terutama dari pemimpin-pemimpin nasionalnya. Ini amat dibutuhkan Jepang dalam peperangan mereka melawan Sekutu. Mereka tahu bahwa Jepang tidak mungkin berkonfrontasi dengan rakyat Indonesia, tidak mungkin memusuhi rakyat Indonesia. Mereka tahu pula mereka terpaksa memberikan konsesi-konsesi. Memanfaatkan situasi unik ini, Bung Karno, Hatta dan Syahrir masing-masing memainkan peranan mereka masing-masing dalam kegiatan perjuangan selama pendudukan militer Jepang, dengan riil mempersiapkan saatnya INDONESIA merebut kemerdekaan nasional.
Di dalam Bab-20 dari bukunya itu, Bung Karno agak rinci menguraikan proses berkumpul, berunding dan persepakatan tiga tokoh pimpinan nasional itu,
(Baik kita ikuti teliti), a.l sbb:
“Malam itu aku pergi ke rumah Hatta dan kami mengadakan pertemuan pertama untuk membahas taktik perjuangan. 'Bung dan aku pernah terlibat perselisihan yang dalam', kataku. 'Meski di satu waktu kita pernah tidak saling menyukai, sekarang kita menghadapi satu tugas yang jauh lebih besar daripada tugas yang pernah kita lakukan masing-masing. Berbagai perbedaan menyangkut masalah partai atau strategi tak perlu ada lagi. Sekarang kita satu. Bersatu di dalam perjuangan bersama'.
'Setuju', kata Hatta.
Kami berjabat tangan dengan sungguh-sungguh. 'Ini', kataku, 'merupakan simbol kita sebagai Dwitunggal. Kita berikrar dengan sungguh-sungguh untuk bekerja berdampingan, tak akan pernah bisa dipisahkan sampai negeri kita merdeka sepenuhnya.
Bersama-sama Syahrir, satu-satunya orang lain yang hadir, rencana-rencana untuk gerakan di waktu mendatang kami susun dengan cepat. Telah disepakati, kami akan bekerja dengan dua cara. Di permukaan secara terang-terangan dan di bawah tanah secara rahasia. Yang satu melaksanakan tugas yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain.
'Untuk memperoleh konsesi-konsesi politik di dalam pelatihan militer dan pekerjaan pemerintahan bagi rakyat kita, kita harus menunjukkan sikap mau kolaborasi', kataku.
'Jelas kekuatan Bung adalah berhubungan dengan massa', Hatta menguraikan. 'Jadi Bung harus bekerja secara terbuka'.
'Betul, Bung akan membantuku karena Bung sebagai seorang nasionalis terlalu menyolok untuk bekerja di bawah tanah'.
'Tinggal aku', kata Syahrir, 'untuk bergerak di bawah tanah dan mengorganisir urusan menangkap siaran radio dan gerakan rahasia lainnya.'.
Tambah Bung Karno, “Sebenarnya strategi kami itu merupakan satu-satunya kemungkinan yang bisa dijalankan. Kami tidak punya pilihan lain. “Inilah kesempatan yang telah lama kita tunggu”, kataku bersemangat. --
* * *
Semua fakta ini diungkap dalam buku Otobiografi Bung Karno. Jelas dan rinci. Dengan demikian luluh pulalah, omongan dan dongengan di pinggir jalan, yang menuduh bahwa Bung Karno melakukan 'kolaborasi' sebagai 'antek Jepang', sedangkan Syahrir dikatakan menolak kerjasama dengan Jepang. Rekayasa penggambaran situasi demikian itu adalah pemelintiran fakta sejarah bangsa.
* * *
Peneliti Senior LIPI, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menulis dalam kata pengantar buku Bung Karno itu, a.l: “Sukarno mau bekerja sama dengan Jepang karena merasa dapat memanfaatkannya untuk perjuangan''. 'Dengan biaya pemerintah Jepang akan kita didik rakyat kita menjadi penyelenggara pemerintahan. Untuk memberi perintah, tidak hanya menerima perintah. Untuk mempersiapkan menjadi kepala dan adminstrator'. Jepang memberikan kesempatan kepada Sukarno untuk berpidato di depan 50.000 sampai 100.000 orang. Dengan demikian ia beroleh peluang untuk menanamkan kesadaran rakyat, membangkitkan dan menggelorakan semangat mereka”. Demikian Asvi Adam.
Maka aneh sekali bahwa seroang *Abubakar Lubis*, dalam bukunya, “Kilas Balik Revolusi, Kenangan, Pelaku dan Saksi”, menulis bahwa perundingan SEGITIGA, Sukarno – Hatta- Syahrir --- *'tidak pernah ada'?*Sedihnya, Abubakar Lubis, mengklaim dirinya sebagai 'pelaku' dan 'saksi' dari peristiwa sejarah itu. Sedangkan Syahrir dalam bukunya “OUT OF EXILE”, (New York 1949), jelas sekali menulis tentang telah berlangsungnya serta peranan dari perundingan dan persetujuan yang dicapai oleh Bung Karno – Hatta – Syahrir. Persis seperti yang diuraikan Bung Karno di dalam bukunya.
Sungguh di luar dugaan, orang yang memperkenalkan diri sebagi pelaku dalam perjuangan sekitar proklamasi 17 Agustus, mengarang KEBOHONGAN yang dungu demikian itu. Suatu percobaan sia-sia hendak melecehkan kebijakan dan pengetahuan bangsa kita, khususnya generasi muda, mengenai sejarah bangsa.
* * *
Buku Bung Karno “OTOBIOGRAFI. . . ., adalah riwayat hidupnya sendiri yang diceriterakannya sendiri. Unik sekali!
Penerbit pertama The Bobbs-Merril Company, INC (New York), menulis a.l, sbb: Sebagaimana diungkapkannya sendiri di dalam buku penting dan mengagumkan serta mempesonakan ini, krisis itu adalah sesuatu yang selalu terjadi dalam penghidupannya – suatu krisis yang sering distimbulkannya sendiri. Tetapi adalah justru dalam saat-saat (krisis) itu, sebagaimana halnya terjadi pada begitu banyak pemimpin besar dalam sejarah, ia berfungsi secara efektif. Memang, adalah kemampuan untuk melihat momen krisis dan merebut waktu. Besamaan dengan itu kepribadiannya yag karismatik, membuatnya menjadi pemimpin yang berwewenang dari bangsa ke-enam besarnya dan berpenduduk yang kelima terbesar di dunia. Sebuah negeri yang mungkin seperti halnya Tiongkok, memegang kunci untuk haridepan Asia. . . . . . . . .
Di dalam otobiografinya ia telah memberikan kepada dunia sebuah potret yang langka dan tulus ikhlas mengenai dirinya dan bangsa yang dipimpinnya.
Dan suatu pemahaman yang benar tentang Sukarno dan Indonesia bisa merupakan kunci bagi haridepan seluruh Asia.
Suatu tanggapan dan penilaian yang tidak berkelebihan mengenai buku Bung Karno dan mengenai pribadi Bung Karno.
Ini sesuai dengn harapan Bung Karno mengenai alasan mengapa ia menguraikan otobiografinya.
“HARAPANKU HANYALAH, AGAR (BUKU INI) DAPAT MENAMBAH PENGERTIAN YANG LEBIH BAIK TENTANG SUKARNO DAN DENGAN ITU MENAMBAH PEGERTIAN YANG LEBIH BAIK TERHADAP INDONESIA TERCINTA'
Sungguh rendah hati kata-kata Bung Karno tsb. Hakikatnya Buku Bung Karno tsb, seperti ditulis oleh Guruh Sukarno Putra dalam kata sambutan penerbitan edisi revisi, atas nama YAYASAN BUNG KARNO:
“Buku ini merupakan karya yang paling lengkap mengenai kehidupan, cita-cita politik, perjuangan, harapan-harapan serta latar belakang langkah-langkah yang diambil oleh Bapak Bangsa itu.
(Bersambung)
* * *
No comments:
Post a Comment