*Kolom IBRAHIM ISA*
*Senin, 29 Agustus 2011*
*-----------------------------*
*SELAMAT LEBARAN! - SELAMAT LEBARAN! – MOHON MAAF LAHIR BATHIN*
“Dulu”, pada bulan Agustus 1952, adalah pertama kalinya aku mampir di Amsterdam. Dalam perjalanan ke Kopenhagen, Denmark. Untuk menghadiri suatu pertemuan internasional. Keadaan Belanda ketika itu, sungguh tidak bisa dibayangkan akan berkembang seperti sekarang ini. Selama beberapa hari di Belanda, ikut hadir dalam Perayaan 17 Agustus di KBRI, Wassenaar (lupa siapa Dubesnya ketika itu), disitulah aku jumpa orang-orang Indonesia yang hadir. Di jalan-jalan tak sekalipun bertemu dengan orang Indonesia.
Coba saksikan sekarang! Setiap hari kalau keluar rumah di Amsterdam Bijlmer Arena, mesti bertemu dengan orang atau teman setanah air.
Bagaimana dengan orang-orang Asia lainnya, dulu itu? Apalagi! Tak pernah jumpa. Kalau ingin makan di restoran Tionghoa, harus pergi ke Zeedijk, Amsterdam. Disanalah bisa menjumpai orang-orang Tionghoa yang sudah bermukim di Belanda dan membuka restoran serta toko-toko lainnya. Orang India, orang Pakistan dan orang Asia lainnya, tak pernah kujumpai di Zeedijk.
Sekarang Di Zeedijk selain banyak orang Tionghoa, juga telah berdiri sebuah kelenteng Tionghoa. Bagus dan indah. Banyak pengunjungnya.
Di Kraaiennest, lima menit bersepeda dari tempat tinggal kami di Haag en Veld, banyak tampak orang-orang Surinam, Hindustan, India, Tionghoa, Paskitan dan INDONESIA. Juga bisa disaksikan sebuah Mesjid megah dan gagah, yang didirikan oleh para pemeluk Islam di wilayah Zuidoost. “Mesjid Tabiah” di Kraaienest itu lebih indah terbanding sementara mesjid yang kulihat di Jakarta.
Setiap menjelang Lebaran Haji, Idil Adha, setiap kali pula kaum Muslimin di Belanda, berangkatlah bersama-sama melakukan ibadah Haji.
Tak jelas sekarang sudah berapa banyak mesjid yang didirikan di Nederland. Di Amsterdam saja, paling sedikit terdapat lebih dari sepuluh mesjid tempat kaum Muslimin beribadah.
* * *
Bertambahnya mesjid di Amsterdam, menunjukkan tidak kecilnya jumlah kaum Muslimin. Mereka terdiri dari (kebanyakan) orang-orang Turki dan Maroko di
Belanda. Banyaknya orang Muslim Turki dan Maroko ini asal-muasalnya dari kebijakan Belanda meng-'impor' buruh migran dari Turki dan Maroko. Ekonomi Belanda di tahun 70-an abad lalu tumbuh cepat sekali dan memerlukan banyak buruh (murah). Lalu datang orang-orang Suriname, yang asal Jawa, Pakistan dan India yang beragama Islam bermukim di Holland. Sesudah Peristiwa 1965 juga terdapat orang-orang Indonesia yang terhalang pulang.
* * *
Memang begitulah keadaan dan pemandangan Amsterdam ketika aku pertama kali berkunjung ke situ. Amat sangat berbeda dengan kedaannya sekarang.
Ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Belanda, orang-orang Belanda yang mayoritasnya beragama Kristen pada pokoknya mengikuti faham 'multikulturalisme, dan 'pluralisme'. Di Indonesia, faham ini kiranya dikenal sebagai faham atau filsafah BHINNEKA TUNGGAL IKA. Mengakui adanya dan menghormati keragaman kebudayaan, kultur, agama dan keyakinan.
Semangat Bhinneka Tunggal Ika dan pandangan multikulturalis serta pluralis dengan amat gamblang dimanifestasikan oleh penduduk Karang Pasong, Kabupaten Pemenang di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Mesjid Jamiul Jamaaah . Sejarah pembangunannya saja sudah unik. Mesjid itu dibangun di abad ke-18 oleh penganut agama Islam, Hindu dan Budis.(The Jakarta Post, 29/8)
Haji Abdurrahim (98) seorang tokoh masyarakat di desa Pemenang Barat, menjelaskan: “Tradisi kami, pada saat, kami melakukan pemeliharaan dan pembaruan gedung mesjid, kami mengundang ikut serta para warga penganut Hindu dan Budis”.
Demikian erat dan dekatnya persahabatan mereka itu, mereka selalu saling mengundang pada kesempatan perayaan dan upacara keagamaan masing-masing seperti perkawinan dll, meskipun agama mereka berbeda-beda, lanjut Haji Abdurrahim. Sebaliknya bila akan dibangun atau direstorasi kelenteng atau bangunan tempat ibadah Hindu atau Budha, para warga penganut Islam memberikan bantuan sepenuh hati
* * *
Maka hari ini daerah tempat kami tinggal, juga akan menyaksikan orang-orang Muslimin berjemaah sembahayang Idil Fitri di Mesjid Tabiah di Kraaiennest. Dan kegiatajn ibadah ini juga berlangsung di banyak mesjid lainnya di Amsterdam dan di kota-kota lain di Belanda.
* * *
Di Belanda kehidupan normal dengan keragaman agama dan keyakinan adalah suatu kenyataan. Kenyatan lainnya, ialah sekelompok orang Belanda yang keblinger mendukung faham rasis anti-agama dan anti-Islam yang digembongi oleh seorang tokoh politik PVV, Geert Wilders. Tetapi mereka itu merupakan minoritas yang tak punya haridepan semasekali.
Radio, TV dan media siaran lainnya, baik yang swasta maupun yang disubsidi pemerintah selalu menyiarkan sekitar kegiatan bulan Puasa, Lebaran dan Idil Adha termasuk sekitar keberangkatan Ibadah Haji dari Belanda.
Dalam berbagai bahasa hari-hari ini terdengar dan tersiar, ucapan-ucapan SELAMAT LEBARAN, SELAMAT LEBARAN, MOHON MAAF LAHIR BATHIN.
Mohon Maaf Lahir Bathin pada waktu Hari Lebaran, menurut pemahaman umum adalah permintaan maaf dan pemberian maaf antara ummat secara pribadi. Masing-masing bertanggung jawab pribadi atas dosa yang dibuatnya. Maka juga minta maaf secara pribadi. Begitu juga bagi yang memberi maaf.
* * *
Apakah individu-individu di Indonesia yang terlibat dalam pelanggaran HAM terbesar, yaitu, pengejaran, pemenjaraan, pembantaian, penyiksaan, dan pembuangan ke P. Buru warga tak bersalah, yang PKI, dituduh PKI dan para pendukung setia Presiden Sukarno, – – – – Apakah mereka-mereka itu JUGA AKAN MOHON DIMAAFKAN LAHIR BATHIN, atas dosa-dosa mereka itu, – – – Hal itu merupakan pertanyaan yang harus dijawab sendiri oleh yang bersangkutan.
Presiden Abdurrahman Wahid, telah memberikan teladan. Beliau tak menunggu waktu Hari Lebaran. Presiden Wahid telah menyatakan penyesalan dan minta dimaafkan mengenai keterlibatan pengikutnya, khususnya pemuda-pemuda Anshor, dalam perbuatan dosa melakukan pengejaran dan pembantaian terhadap warga sendiri yang tak bersalah!
Sejalan dengan semangat Gus Dur, kitapun mengucapkan MOHON MAAF LAHIR BATHIN dan SELAMAT LEBARAN!
* * *
Thursday, September 1, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment