Friday, December 14, 2012

**

*Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 11 Desember 2012
--------------------------------------*


“ *S U P E R V I V E R E ”*

**


** * **


*Pada akhir 1965 dan awal 1966, salah satu dari peristiwa pembantaian masal di abad ke duapuluh, terjadi di Indonesia, dengan dibantainya dalam beberapa minggu saja ratusan ribu orang-orang Komunis ataupun yang diduga Komunis. Masaker tsb menandakan dimulainya kediktatoran Suharto yang berlangsung 25 tahun lamanya < New Left Review, Mei-Juni 2000)*


** * **


*Singel 421-427, 1012 WP Amsterdam; *

Doelenzaal UvA, Universiteit van Amsterdam.


Di situlah kemarin 10 Desember, 2012 , mulai jam 05.00 sore sampai 21.30 --- Hadir sekitar 50-an peserta. Mayoritasnya terdiri dari kaum muda. Orang-orang Indonesia, Belgia dan Jerman, *MEMPERINGATI HUMAN RIGHTS DAY, 10 December 2012*.


Chalik Hamid dari Perhimpunan Persaudaraan Indonesia di Belanda, menyatakan bahwa ia menghitung bahwa lebih tigaperempat dari hadirin itu adalah orang-orang muda.


Lain dari pada yang lain. Bukan dengan mengadakan rapat umum atau demo. Tetapi dengan mendengarkan uraian Prof Dr Saskia Wirenga, AISSR, UvA, gurubesar antropologi pada UvA, mengenai “Akibat Genosida 1965/6 di Indonesia”; dan penjelasan Prof Dr John Roosa tentang buku yang ditulisnya “Dalih Pembunuhan Masal, Gerakan 30 September Dan Kudeta Suharto” ( yang a.l diberikannya lewat film “The Women and the Generals); bagaimana pembunuhan atas 6 jendral oleh G30S, -- disulap-rekayasa oleh Jendral Suharto menjadi, dalih untuk melakukan pembantaian masal terhadap PKI dan golongan Kiri lainnya pendukung Presiden Sukarno.


Hadirin menyaksikan film-screening dan ambil bagian dalam diskusi sekitar Peristiwa 1965. Acara kemarin itu adalah inisiatf dan pengorganisasian dari kalangan generasi muda, fotografer Elisabeth IDA, Adrian Mulya dan asistensi Tri L.Sastraatmadja.


Hadiri menyakskan pameran foto-film dokumenter, oleh fotografer muda Elisabeth Ida dan Adrian Mulya, sekitar para ”SURVIVOR” Peristiwa 1965 terutama di dalam negeri maupun para eksil yang dengan sewenag-wenang dicabut paspornya oleh Orba, karena menolak mengutuk Presiden Siukarno yang dituduh terlibat dengan G30S.


* * *


Seorang kawan yang duduk di barisan depan dalam ruangan acara, . . . . sambil menoleh ke kanan, ke kiri dan ke belakang, nyeletuk: “Kok segini saja yang datang, ya”. Segera kusambut dengan mengatakan: “Di negeri seperti Belanda, hadirnya sejumlah limapuluhan peminat dalam suatu peringatan HAM Internaasional, di sebuah ruangan (Doelenzzaal) di Universitas van Amsterdam, *itu merupakan suatu SUKSES*. Banyak pertemuan, diksusi dan ceramah yang diselenggarakan di KITLV misalnya, yang hadir paling-paling sekitar tigapuluhan peminat.”


Lagipula pertemuan peringatan HAM kemarin itu mayoritasnya adalah dari kalangan kaum muda. Umurnya rata-rata sekitar 30-35 tahunan.


*Ini gejala penting*, menunjukkan tumbuhnya perhatian kalangan muda mengenai masalah Indonesia, khususnya mengenai pelanggaran HA\M besar yang terjadi di Indonesia di bawah rezim militer Orba di bawah Jendral Suharto.


* * *


Peringatan Hari HAM INTERNASIONAL 10 Desember 2012, di Indonesia maupun di Belanda yang difokuskan pada Peristiwa 65, merupakan indikasi bahwa perhatian publik terhadap Peristiwa 1965, serta pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat keamanan Indonesia terhadap warga yang tidak bersalah, BERTAMBAH BESAR ADANYA. Kebalikan dari harapan sementara kalangan yang terlibat dalam pelanggaran HAM tsb bahwa perhatian akan berkurang terhadap masdalah Peristiwa 1965 dan akan MELUPAKANNYA!!


*Semakin erat dikaitkannya masalah HAM dengan Peristiwa 1965*, *justru setelah Kejaksaan Agung Indonesia menolak melaksanakan Rekomendasi KomnasHAM tertanggal 23 Juli untuk mulai menangani masalah *keterlibaatan aparat militer dan polisi Indonesia dalam peristiwa pembantaian masal terhadap warga yang tidak bersalah dalam Peristiwa 1965/68 di Indonesia.


* * *



No comments: