Tuesday, December 25, 2012

*Kurangnya Penegakkan Hukum ???*

*Kolom IBRAHIM ISA*
*Jum'at, 21 Desember 2012**
---------------------------*



*Kurangnya Penegakkan Hukum ???*



* * *


*Insubordinasi Jen. SUHARTO Terhadap Panglima Tertinggi Presiden SUKARNO
adalah Pelanggaran Hukum Terbesar Yang Harus Ditangani*


Di hari-hari penghujung tahun 2012, beberapa fikiran dilemparkan ke
masyarakat oleh sementara kalangan. Ada yang "aneh" kedengarannya.
Seperti yang dinyatakan oleh Pangdam Kodam IV Diponegoro. Pernyataan
"aneh" lainnya ialah yan dilontarkan oleh kalangan elite NU. Tokoh NU
itu ingin memutar-balikkan apa yang menurut dia, diputar-balikkan.
Intisari dua fikiran tsb diatas, . . . hendak mengembalikan Indonesia
sepenuhnya sebagai negara TANPA HUKUM! Persis seperti Indonesia ketika
dikuasai oleh rezim otoriter Orba.


Mungkin apa yang diutarakan oleh Pangdam Kodam IV Diponeggoro dan Elite
NU, termasuk yang dimaksudkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud
MD. Baru saja beliau menyatakan bahwa tidak ada yang salah dengan sistem
politik dan demokrasi yang dipilih, tetapi karena *kurangnya penegakan
hukum sehingga reformasi belum berhasil. . . . *


Mahfud selanjutnya: *"Penegak hukum saat ini sudah tersandera oleh
masalah hukumnya sendiri dan mafia-mafia yang ada di dalam sistem hukum".*


*"Dalam sistem hukum Indonesia terdapat mafia-mafia yang bisa mengatur
semua masalah hukum. Mafia itu bisa mengatur siapa penyidik, apa pasal
yang akan dikenakan, serta siapa jaksa dan hakim yang akan menangani
suatu masalah hukum".*


* * *


Jendral Pangdam Kodam IV Diponegoro menabuh canang: *"AWAS PKI"* .
Selanjutnya ia akan *menembak kepala siapa saja* yang berani-berani
menghidupkan kembali PKI. Ia menggertak *"TAK PATENI"*. Dikatakan
"aneh", karena, bagaimana mungkin seorang perwira tinggi tentara jebolan
Akademi Militer Nasional, kok begitu dungu. Begitu tidak mengerti apa
itu h u k u m ? Ia hanya memamah biak yang pernah diucapkan oleh
Presiden Suharto dan panglima AD ketika masih kuasa: "GEBUK!", "LIBAS!"
"PATENI WAÉ"! Terhadap siapa saja yang berani melawan
kesewenang-wenangan kekuasaan mereka.


Ia hendak memberlakukan kembali cara-cara memerintah rezim Orba yang
sudah terguling. Jendral ini tidak menyadari, atau tidak mau menyadari,
bahwa rezim Orba sudah gulung tikar. Buta terhadap realita bahwa seluruh
bangsa sedang mencari jalan bagaimana sebaiknya memberlakukan,
melaksanakan TUNTUTAN-TUNTUTAN REFORMASI DAN DEMOKRASI. Sang Jendral
masih bermimpi bahwa ia bisa berbuat semaunya karena dipundaknya
tersemat bintang-bintang bersepuh emas. Selain itu (ini lebih penting)
ia memiliki pistol dan mengkomandoi satu divisi tentara!!



Namun, Sang Jendral tidak sadar bahwa bangsa ini sedang berjuang untuk
MENEGAKKAN HUKUM! Dan mungkin sekali ia tidak mampu mengantisipasi apa
yang akan terjadi bila ia gelap mata lalu mengulangi lagi
praktek-praktek rezim Orba. Sang Jendral menilai amat rendah
perkembangan kesadaran massa rakyat kita melawan yang tidak benar dan
tidak adil. Melawan kesewenang-wenangan kekuasaan, yang biasanya datang
justru dari aparat negara dan fihak-fihak yang seyogianya tugasnya
membela dan memberlakukan HUKUM.


Sasaran Sang Jendral, seolah-olah bahaya PKI. Tetapi sesungguhnya
sasaran Jendral "kita" ini adalah sebuah lembaga kemanusiaan dan
keadilan yang dibentuk oleh Negara, bernama *KomnasHAM*. Komisi Nasional
Hak Azasi Manusia.


Begitu juga kalangan elite NU yang menyuarakan ide yang sama. Mereka
menentang dan menantang serta menggugat Kesimpulan-Rekomendasi KomnasHAM
tertanggal 23 Juli 2012. Yaitu Rekomendasi Komnas HAM yang menuntut agar
Kejaksaan Agung mengambil langkah, memulai penanganan kasus pelanggaran
HAM berat dimana terlibat aparat militer negara terhadap warganegara
tidak bersalah.



* * *



Walhasil, Mahfud menyimpulkan bahwa *di kalangan lembaga hukum terdapat
MAFIA HUKUM, yang bisa mengatur semua masalah hukum. Mafia itu bisa
mengatur siapa penyidik, apa pasal yang akan dikenakan, serta siapa
jaksa dan hakim yang akan menangani suatu masalah hukum.*


Bukankah ini suatu *CANANG YANG MENGENAI SASARAN*. Canang yang benar!
Yang bukan "asbun" (asal bunyi) seperti yang diutarakan oleh Sang
Jendral dari Jawa Tengah dan kalangan elite NU?


Patut ditegaskan bahwa di satu fihak telah beroperasi mafia hukum yang
dengan leluasa mengatur kegiatannya menggerowoti dasar-dasar hukum
negeri ini. Namun di lain fihak juga terdapat fikiran-fikiran absurd
seperti yang diutarakan oleh tokoh tentara dan tokoh agama tsb diatas.
*Karena hakikat dari pernyataan mereka itu, adalah MENGHENDAKI
KEMBALINYA KETIADAAN HUKUM di negeri ini.



* * *


*SELAMA KASUS PERISTIWA 1965 TIDAK DITANGANI, . . . SELAMA ITU SOAL
TERBESAR HUKUM DI INDONEISA BELUM DIJAMAH*


Kiranya perlu dikemukakan, bahwa KASUS HUKUM BESAR yang baru hendak
ditangani oleh KomnasHAM, adalah yang menyangkut pelanggaran HAM berat
di sekitar tahun 1965/66/67/68, justru adalah KASUS PERISTIWA 1965 itu.
Justru kasus 1965 ini yang oleh sementara kalangan konservatif, dari
fihak milier dan agama, yang hendak dimasukkan kembali ke peti és. Agar
tidak dijamah untuk selama-lamanya.


Bicara soal pelanggaran hukum terbesar di negara ini, itu adalah yang
terjadi sekitar Peristiwa 1965. Ketika itu telah berlangsung pembantaian
masal ekstra judisial. Bersamaan waktunya dengan proses *kudeta
merangkak* Jendral Suharto terhadap Presiden Sukarno.


Di negara ini peristiwa pembangkangan seorang jendral AD terhadap
atasannya, yang paling besar dan paling heibat, adalah ketika Jendral
Suharto membangkang terhadap keputusan Panglima Tertinggi Presiden
Sukarno, yang mengangkat Jendral Pranoto Reksosamudro, pengganti Jendral
Ahmad Yani, sebagai Panglima Angkatan Darat.



Mari baca bunyi berita selengkapnyayang disairkan oleh Radio Republik
Indonesia, 03 Oktober 1965.


*Pidato Pertama Bung Karno Pasca G30S*


DISIARKAN RRI pada tanggal 3 Oktober 1965 pukul 1.33 dinihari dan dimuat
di harian Berita Yudha tanggal 4 October.


Dalam pidato pertama kepada publik ini, Bung Karno menyatakan bahwa
dirinya dalam keadaan selamat dan tetap memegang pucuk pimpinan negara.


Tanggal 2 Oktober Bung Karno mengumpulkan semua pemimpin Angkatan
Bersenjata dan Waperdam II Dr. Leimena. *Bung Karno telah menetapkan
Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro sebagai pengganti Panglima Angkatan
Darat Jenderal Ahmad Yani. Sementara Mayor Jendera Suharto diberi tugas
memulihkan keamanan dan ketertiban pasca G30S.



** * *


*Pidato pertama Bung Karno pasca G30S, seperti dibawah ini diperoleh
dari Cornell University. *


"Brothers, repeating my order as Supreme Commander of the Armed
Forces/Great Leader of the Revolution which was announced on October 1,
1965, and to eliminate all uncertainty among the people, herewith I once
again declare that I am safe and well and continue to hold the top
leadership of the state and the top [leadership] of the government and
the Indonesian Revolution.


Today, October 2, 1965, I summoned all Commanders of the Armed Forces,
together with Second Deputy Prime Minister, Dr. Leimena, and other
important official quickly settling the problem of the so September 30
Affair. To be able to settle this problem I have ordered the prompt
creation of a calm and orderly atmosphere and for this purpose it is
necessary to prevent any possibility of armed conflict.


In the present stage of the determined struggle of the Indonesian
people, I command the entire population continuously to increase
vigilance and preparedness in the framework of intensifying the
implementation of Dwikora.


I appeal to all the Indonesian people to continue to remain calm and to
all ministers and other officials continuously to carry out their
respective duties as before.


At present the leadership of the Army is directly in my hands, and to
discharge the day-to-day tasks within the Army, I have appointed
temporarily Major General Pranoto Reksosamudro, Third Assistant to the
Minister/Commander of the Army.


To carry out the restoration of security and order in connection with
the September 30th Affair, *I have appointed Major General Suharto,
Commander of KOSTRAD, in accordance with the* *policy I have already
outlined. Brothers, let us persist in nurturing the spirit of national
unity and harmony. Let us steadfastly kindle the anti-Nekolim spirit.
God be with us all. *


* * *


Dari kutipan berita RRI yang ketika itu juga disiarkan oleh s.k, Berita
Yuda (4 Oktober 1965), yang menyuarakan golongan militer ketika itu, --
jelas bahwa Panglima Tertinggi ABRI Presiden Sukarno telah mengambil dua
keputusan penting. Yaitu pertama, Mayjen Pranoto Reksosamudro,
ditetapkan sebagai pengganti Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad
Yani. Kedua, Mayor Jendera Suharto diberi tugas memulihkan keamanan dan
ketertiban pasca G30S. *



** * **


Tindakan-tindakan Jendral Suharto --- justru adalah pembangkangan
terhadap dua putusan maha penting Panglima Tertinggi Presiden Sukarno,
Kepala Negara, Kepala Pemerintah dan Kepala Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia. Suharto membangkang dengan tindakannya menolak Mayjen Pranoto
sebgai Panglima Angkatan Darat, sekaligus mengambil alih pimpinan
tentara di bawah kekuasaannya sendiri.


Insubordnasi Suharto selanjutnya ialah menggunakan wewenagnya sebagai
panglima Kostrad untuk memulai kampanye pembohongan di sekitar
pembunuhan 6 jendral oleh G30S. Ia memfitnah anggota-anggota Gerwani
sebagai "kambing hitam", dan menuduh PKI sebagai dalang G30S yang
dinyatakannya sebagai suatu pemberontakan. Bersamaan dengan kampnye
fitnah terhadap Gerwani dan PK, --I Jendral Suharsto memulai kampanye
pembantaian masal, penangkapan, pemenjaraan dan pembuangan tahanan
politik ke P. Buru. Suatu tindakan yang sepenuhnya bertentangan dengan
perintah Presiden Sukarno untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.


Adakah insubodinasi militer dan pengkhianatan negara, yang lebih besar
dari yang pernah terjadi di negara ini, seperti apa yang dilakukan
Jendral Suharto terhadap Panglima Tetinggi Presiden Sukarno? Belum lagi
dibicarakan disini bagaimana Jendral Suharto menyalahgunakan
"SUPERSEMAR", Perintah Presiden Sukarno kepada Jendral Suharto,
menyulapnya menjadi senjata pribadinya, - untuk merebut kekuasaan negara
dan pemerintah dari Presiden Sukarno!




Bicara mengenai masalah hukum di negara ini, adakah pelanggaran dan
pengkhiantan hukum yang lebih besar seperti apa yang dilakukan oleh
Jendreal Suharto terhadap Presiden dan Negara RI?


Maka, tanpa mengurus masalah tsb diatas tidak mungkin direalisasi
penegakkan hukum di negara ini.


* * *


No comments: