Tuesday, December 18, 2012

MENGULANGI PELANGGARAN HAM TERBESAR YG TERJADI DI SEKITAR PERISTIWA 65-68 ???

Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 19 Desember 2012
--------------------------------

MENGULANGI PELANGGARAN HAM TERBESAR YG TERJADI DI SEKITAR PERISTIWA 65-68 ???

Beberapa hari ini tersiar berita sbb:
Pangdam IV/Divisi Diponegoro, MENGAUM MENGANCAM AKAN MENEMBAK KEPALA yang berani-berani mau menghidupkan kembali PKI. Di Jawa Tengah sang Jendral menyatakan sudah memiliki “info” sekitar usaha orang lama dan orang muda yang hendak “menghidupkan kembali PKI”.

Begini beritanya:
Pangdam IV/Diponegoro Mayjen TNI Hardiono Saroso mengklaim munculnya indikasi adanya PKI di Jawa Tengah dan DIY. Menurut Pangdam dapat dideteksi dari adanya sejumlah kalangan yang menyatakan ingin meluruskan sejarah pemberontakan G30 S/PKI dalam sejarah Indonesia. Baik di Jogja maupun Jawa Tengah semua ada indikasi itu.

Lalu dengan garangnya sang Jendral mengancam:
Kami sudah mengendus adanya indikasi munculnya PKI. Perlu dicatat, jangan coba-coba PKI bangkit di wilayah Jateng dan Jogja, pasti akan saya tumpas dan hancurkan. Hancurkan itu ngerti? Hancurkan ya tak pateni (saya bunuh),” tegas Pangdam.
Dia mengaku, tidak akan segan menembak mati orang-orang yang berani menghidupkan kembali komunisme di Jawa Tengah. “Kalau ada, saya tidak akan segan-segan menembak kepalanya,” tegasnya lagi. (Semarang, Muslimdailly.net – 17 Desember 2012)

* * *

Setelah bubarnya rezim Orba, tentara tidak lagi mengurus masalah keamanan dalam negeri, -- karena tugas itu sudah menjadi urusan polisi. Demikianlah keadaanya sejalan dengan hapusnya sistim “Dwifungsi Abri”.

Maka orang bertanya-tanya ---- Sejak kapan diputuskan tentara kembali mengurus keamanan dalam negeri dan mencampuri urusan politik praktis. Sejak kapan ada undang-undang baru atau keputusan pemerintah bahwa seroang jendral panglima divisi tentara bisa menembak kepala orang yang dituduhnya hendak membangun kembali PKI. Bukankah ini pembunuhan ekstra-judisial yang memang dilakukan oleh aparat militer dan polisi secara besar-besaran dan nasional, ketika melancarkan pembantaian masalah terhadap rakyat tak bersalah atas tuduhan PKI, simpatisan PKI dan pendukung Presiden Sukarno?

* * *

Di media bisa dibaca banyak canang yang dinyatakan oleh pembaca, bahwa fihak militer ingin kembali ke periode rezim Orba, ketika aparat secara sewenang-wenang menghakimi siapa saja yang menentangnya. Mereka ingin menghapuskan sementara hak-hak demokrasi yang telah direbut rakyat sejak gerakan massa rakyat untuk Reformasi dan Demokrasi yang telah menggulingkan Presiden Suharto.

Sesungguhnya pernyataan sang jendral yang digongi oleh sementara politikus NU, adalah lagu lama yang sudah usang! Barangkali yang berteriak “Awas PKI”, dia sendiri tidak percaya pada kebohongannya itu. Di zaman rezim militer Orba, teriakan “Awas PKI” sudah tidak digubris lagi. Karena dikeluarkan oleh fihak militer dengan tujuan utama -- untuk menindas oposisi atau siapa saja yang punya fikiran lain dengan penguasa.

AWAS KOMUNIS!!! Teriakan itu dianggap suatu indikasi bahwa yang bersangkutan takut dengan bayangannya sendiri.

Teriakan “Awas PKI” adalah teriakan untuk menakut-nakuti, mengancam siapa saja yang berani berfikir lain dari mereka yang kuasa: Yaitu militer dan birokrasi yang sudah kewalahan menutup-nutupi dosanya terhadap rakyat. Yaitu mereka-mereka yang selama ini tidak kenyang-kenyangnya melakukan korupsi dan manupulasi serta menggadaikan kekeayaan negeri ini pada kaum modal asing.

Siapa yang akan bisa percaya PKI bisa bangkit lagi? Bukankah PKI sudah dibubarkan lebih setengah abad y.l , dan hanpir tiga juta orang tak bersalah yang anggota maupun yang dituduh PKI atau simpatisan PKI, pendukung Presiden Sukarno, telah dibantai habis atau dipenjarakan belasan tahun.

* * *

Berita lain senada dan searah-sehaluan ialah yang tersiar dari kalangan NU, sbb:

Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Dr Ali Masykur Moesa menilai sejarah tentang G-30-S/PKI telah dijungkirbalikkan dengan laporan pelanggaran HAM dari korban G-30-S/PKI ke Komnas HAM.(Antara, Surabaya).
"Ya, ada upaya menjungkirbalikkan sejarah G-30-S/PKI (dengan laporan
ke Komnas HAM)," katanya dalam sambutan pada pelantikan dan
musyawarah kerja PW ISNU Jatim,  pada hari Minggu y.l.

*    *    *

Jelas,  ----  baik dari kalangan militer (Pangdam Kodam IV Divisi Diponegoro) maupun dari kalangan agama,  kongkritnya Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Dr Ali Masykur Moesa, mengarahkan sasaran ujung tombak mereka  pada: 

LAPORAN DAN REKOMENDASI KOMNASHAM, 23 Juli 2012.

Laporan tsb mengungkap pelanggaran HAM berat oleh aparat negara, polisi  dll dalam  peristiwa 1965/68. KomnasHAM mendesak Kedjaksaan Agung untuk melaksanakan rekomendasi KomansHAM dan memulai mengadakan penyidikan kasus tsb.

Mereka-mereka itu menuduh pendapat dan kesimpulan yang diutarakan didalam Laporan/Rekomendasi KomnasHAM, 23 Juli 2012, sebagai usaha untuk menjungkir-balikkan sejarah. Padahal siapa tidak tahu sekarang, bahwa merekalah yang selama rezim Orba, sampai sekarang ini telah merekayasa dan memalsu sejarah bangsa kita, khususnya sekitar Peristiwa 1965-68. 

Makan tidak heran sementara komentar menyatakan bahwa mereka/mereka itu tidak berbeda dengan MALING YANG TERIAK MALING!!

*    *    *


Sebagai sekadar litgeratu untuk melengkapi kolom ini ada baiknya menelusuri sebuh tulisan yang relevan:AWARD OF EXCELLENCE Untuk Film

"40 TAHUN KEHENINGAN", Suatu Tragedi Indonesia.

Suatu penghargaan dan kehormatan diberikan untuk film berbahasa Inggris
produksi luarnegeri dengan tema Indonesia. Berjudul "40 Years of
Silence: An Indonesian Tragedy"-- Directed by Robert Lemelson, USA.


Film itu tidak sebarang cerita. Temanya berkenaan dengan apa yang
terjadi dalam sejarah bangsa kita. Suatu peristiwa berdarah yang begitu
parah, disekitar tahun-tahun 1965-66-67. Yang diangkat di film itu ialah
sekitar peristiwa "Gerakan 30 September" (G30S) dan apa yang terjadi
kemudian. Yaitu kekerasan militer Indonesia dalam kampanye pengejaran,
penahanan, penyiksaan, pemenjaraan, pembuangan dan pembunuhan masal
terhadap warga yang tidak bersalah. Dengan dalih bahwa mereka terlibat
dalam G30S, bahwa mereka itu adalah anggota, diduga anggota atau
simpatisan PKI, serta orang-orang Kiri lainnya yang membela Presiden
Sukarno.

Kejadian itu, suatu pelanggaran HAM terbesar yang pernah terjadi di
Indonesia, yang sering disebut tragedi atau malapetaka nasional, telah
direkayasa dan dipalsukan sedemikian rupa oleh rezim otoriter Orba,
dalam sebuah film berjudul "*Pengkhianatan G 30 S/PKI". *Film pemalsuan
sejarah tergawat tsb dibuat dengan keterlibatan sejumlah pelaku, penulis
dan artis periode rezim Orba.

Film yang disutradarai oleh Robert Lemelson, adalah sebuah film
'antipode' terhadap film sekitar G30S yang diprodusir oleh rezim Orba.
Film *"**40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy" *, bisa dinilai
sebagai pengkoreksian atas pemalsuan sejarah yang dilakukan rezim Orba.

* * *

Sebagai ilustrasi mari kita telusuri sedikit apa yang ditulis a.l oleh
WIKIPEDIA tentang film rekayasa sejarah yang dibuat Orba: *Pengkhianatan
G 30 S/PKI*: Sutradara Arifin C. Noer, Produser G. Dwipayana. Penulis
Arifin C. Noer, Bram Adrianto, Syu'bah Asa, Ade Irawan, dan Amoroso
Katamsi.Pemeran, Omar Kayam dll. Panjang: 220 menit. Dapat penghargaan
Festival Film Indonesia 1984.

"*Pengkhianatan G 30 S/PKI"*adalah judul flm propaganda Indonessia dari
tahun 1984 yang disutradarai oleh Arifin C Noer. Cerita film ini adalah
versi resmi pemerintah Orde Baru tentang peristiwa yang terjadi pada
malam 30 September dan pagi 1 Oktober di Jakarta. Pada malam dan pagi
hari itu terjadi pergolakan politik di Indonesia yang kemudian berujung
pada pergantian rezim dari Sukarno ke Suharto.

Pihak Orba di bawah pimpinan Suharto mengatakan bahwa PKI melakukan
pemberontakan yang kemudian digagalkan oleh Suharto sendiri. Inilah yang
menjadi dasar film tersebut. Sampai hari ini

masih banyak orang yang mempertentangkan kebenaran hal tersebut dan
topik ini masih diselimuti banyak kontroversi dan rahasia.

Pemerintahan Suharto kemudian memerintahkan satu-satunya stasiun TV di
Indonesia ketika itu, TVRI, untuk *menayangkan film ini setiap tahun
pada tanggal 30 September malam*. Pada saat stasiun-stasiun TV swasta
bermunculan, mereka juga dikenai kewajiban yang sama. Peraturan ini
kemudian dihapuskan pada tahun 1998 dan sejak saat itu film ini belum
pernah lagi diputar di stasiun televisi Indonesia. Demikian Wikipedia.

Setelah Suharto tersingkir oleh gelombang kebangkitan Reformasi dan
Demokratisasi, pemerintah yang menggantikannya menghentikan pengedaran
film rekayasa dan kebohongan sejarah "*Pengkhianatan G 30 S/PKI". *Namun
pemerintah Megawati, Gus Dur maupun SBY sampai sekarang tidak pernah
mengkoreksi pemalsuan sejarah dan pembohongan yang disebarkan oleh rezim
Orba.

Patutlah film *"40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy", *disambut
sebagai suatu usaha untuk melempangkan sejarah yang dibengkokkan rezim Orba.

* * *

Kita mengucapkan SELAMAT, dengan diraihnya AWARD OF EXCELLENCE untuk
film "40 TAHUN KEHENINGAN"di Festival Film Internasional untuk
Perdamaian, Inspirasi dan Kesetaraan. Semoga pementasan film bersejarah
tsb di Indonesia bisa berlangsung dengan lancar dan sukses tanpa
gangguan dari fihak-fihak yang khawatir dan takut pada pengungkapan
fakta-fakta sejarah bangsa dengan pementasan film "40 TAHUN KEHENINGAN". Suatu TRAGEDI INDONESIA.

Awards Night Premiere akan berlangsung pada tanggal 30 Agustus 2012 di
Blitzmegaplex bioskop, Grand Indonesia, Jakarta. Penyelenggara
mengundang para penggemar di Indonesia untuk menyaksikannya. Penggemaer film juuga bisa menyaksikannya di http://www.internationalfilmfestivals.org/winners.htm._



No comments: