*Kolom IBRAHIM ISA
Sabtu, 29 September 2012
--------------------------------------*
*BUNG KARNO SEKITAR “G30S”*
Pada 02 Sept. 2011, dalam siaran berbahasa Inggris, berjudul *“THE
THIRTIETH SEPTEMBER MOVEMENT – G30S – 1965 AND THE MASS MURDER IN
INDONESIA”*, terdapat kutipan-kutipan tanggapan dari sementara pakar,
penulis mancanegara, sekitar “G30S”.
Nara sumber adalah Situs WIKIPEDIA: Antara lain dikutip tulisan dan
analisis beberapa penulis asing yang melakukan studi dan penelitian
mengenai kasus “G30S”. Mereka-mereka itu a.l, adalah *Ben Anderson dan
Ruth Mc Vey, Victor Fic dan John Roosa.* Juga versi Orba sekitar
peristiwa termasuk disiarkan.
*Sejarawan Prof Geoffrey Robinson, Cornell University, USA*, ketika
bicara tentang buku John Roosa, menyatakan a.l sbb: *“ (Buku) Ini
merupakan bacaan esensil bagi mereka yang mentudi sejarah Indonesia
modern, dan bagi siapa saja yang menaruh perhatian pada kekerasan
politik, peranan militer di bidang politik, dan politik luar negeri A.S.” *
Siapa saja yang mengikuti situasi Indonesia, tahu, bahwa buku John Rosa
yang terakhir, berjudul “Pretext for Mass Murder, The September 30th
Movement and Suharto's Coup d'Etat in Indonesia”, patut dibaca dan
dipelajari sebagai suatu hasil studi dan analisis yang serius.
Tentu, siapa saja berhak berkomentar dan bertanggap terhadap hasil karya
studi orang lain. Dan tanggapannya itu bisa beralasan (ilmiah).
* * *
*Bung Karno sekitar – “G30S”*
Tulisan dalam kolom ini dimaksudkan, -- sebagai bahan 'input' bagi
pembaca dan yang sungguh-sungguh peduli Indonesia, yang ingin mencari
kebenaran dari kenyataan sekitar peristiwa “G30S” dan kelanjutannya:
Yaitu mengenai persekusi, penghilangan, pemenjaraan, pembuangan ke P.
Buru, dan pembunuhan massal terhadap warganegara yang tidak bersalah.
Semua tindakan pelanggaran HAM terbesar di Indonesia, dilakukan oleh
aparat militer dibantu oleh sementara parpol dan kekuatan religius.
* * *
Bahan-bahan otentik, unik, dan historis sekitar peristiwa 1965-66-67,
telah dengan teliti dan sukses dikumpulkan dalam dua buah buku, berjudul**
*'REVOLUSI BELUM SELESAI, Jilid 1 dan 2. (Cetakan Pertama Juli 2003.)*
Penerbit: Masyarakat Indonesia Sedar Sejarah (MESIASS). Masing-masing
443 halaman, dan 445. bersama jadi 888 halaman. Suatu dokumentasi
otentik yang orisinil,
Dua buah buku amat penting tsb adalah hasil usaha, riset dan jerih payah
dua orang sejarawan muda, *Budi Setiyono dan Bonnie Triyana*.
Peneliti Senior LIPI Dr. Asvi Warman Adam memberikan Kata Pengantar. a.l
sbb:
* * *
Bagian-bagian terpenting
*KATA PENGANTAR ASVI WARMAN ADAM pada buku “REVOLUSI BELUM SELESAI”.*
“*SUKARNO MENGGUGAT” -- *
*100 Pidato Presiden RI 1965-1967 *
Tidak banyak diketahui umum bahwa dalam masa peralihan kekuasaannya
kepada Suharto, *Presiden Sukarno sempat berpidato paling sedikit 103
kali*. Yang diingat orang hanyalah beliau berpidato tanggal 30 September
1965 malam hari sebelum meletus Peristiwa G30S. Selain itu pidato
pertanggungjawaban, Nawaksara, ditolak oleh MPRS tahun 1967. Dalam
memperingati 100 Tahun Bung Karno tahun 2001 lalu diterbitkan (kembali)
kumpulan pidatonya yang bahkan tersaji dalam beberapa buku dengan tema
tertentu. Namun hampir semuanya itu pidato-pidato yang disampaikan
sebelum peristiwa G30S 1965.
Pidato-pidato yang terkumpul dalam buku *“Revolusi Belum Selesai “* ini
merupakan suntingan dari sekitar 103 pidato Bung Karno 1965-1967 ini,
berasal dari arsip Sekretariat Negara dan telah diserahkan kepada Arsip
Nasional Republik Indonesia. Kumpulan ini diawali dengan pidato tanggal
30 September 1965 malam (di depan Musayawrah Nasional Teknik di Istora
Senayan, Jakarta), dan diakhiri dengan pidato tanggal 15 Februari 1967
(waktu pelantikan/pengambilan sumpah beberapa duta besar RI). Setiap
bulan biasanya ia berpidato beberapa kali, tetapi dalam naskah ini tidak
ditemukan pidato bulan Mei 1966.
*Pidato-pidato Bung Karno selama 2 tahun ini sangat berharga sebagai
sumber sejarah.* Ia mengungkapkan berbagai hal yang ditutupi bahkan
diputarbalikkan selama orde baru. Dari pidato-pidato itu juga tergambar
betapa sengitnya peralihan kekuasaan dari Sukarno kepada Suharto. Namun,
di pihak lain, terlihat pula kegetiran seorang Presiden yang ucapannya
tidak didengar lagi oleh para jendral yang dulu sangat patuh kepadanya.
Komando dan perintah dia tidak dimuat oleh surat kabar. Ucapannya
diplintir. Sukarno marah dan bahkan sangat geram. Ia memaki dalam bahasa
Belanda, bahasa yang dikuasainya sampai kosakata caci makinya.
*A. Konteks Pidato *
PERIODE 1965-1967 dapat dilihat sebagai masa peralihan kekuasaan dari
Sukarno kepada Suharto. Dalam bukiu sejarah versi pemerintah, masa ini
dilukiskan sebagai era konsolidasi kekuatan pendukung orde baru
(tentara, mahasiswa, dan rakyat) untuk membasmi Partai Komunis Indonesia
(PKI) sampai keakar-akarnya serta pembersihan orang-orang pendukung
Sukarno.
Mulai tahun 1998 di tanah air sudah dikenal umum beberapa versi sejarah
yang berbeda dari versi resmi. Selain menonjolkan keterlibatan pihak
asing seperti /Central Intelligence Agency /(CIA), juga muncul tudingan
terhadap keterlibatan Suharto dalam apa yang disebut “kudeta merangkak”
yaitu rangkaian tindakan dari awal Oktobner 1965 sampai keluar Surat
perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) dan ditetapkannya Suharto sebagai
pejabat Presiden tahun 1967. “Kudeta merangkak” ini terdiri dari
beberapa versi pula (Saskia Wieringa, Peter Dale Scott, dan Subandrio)
dan beberapa tahap.
Dari segi ekonomi memang keadaan itu sangat buruk. Harga membubung
tinggi, inflasi ratusan persen. Bahkan sampai Presiden Sukarno menunjuk
seorang Menteri Penurunan Harga yakni Haely Hasibuan, yang ternyata
kemudian juga tidak berhasil melakukan tugasnya.
*Perlawanan atau resistensi dari kelompok pendukung Bung Karno bukannya
tidak ada. Sebanyak 92 Menteri menyatakan kesetiaan kepada Bung Karno
tanggal 20 Januari 1966*. Pada 27 Februari 1966 diadakan “Rapat Raksasa
Kesetiaan Kepada Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno” di Bandung. Tanggal
10 Maret 1966, pernyataan partai politik/karya: IPKI, NU, Partai
Katolik, Parkindo, Perti, PNI Front Marhaenis, PSII, Muhammadiyah yang
menyatakan kebulatan tekad untuk:
1. Tidak dapat membenarkan cara-cara yang dipergunakan para
pelajar, mahasiswa, dan pemuda yang akibatnya langsung atau tidak
langsung dapat membahayakan jalannya Revolusi Indonesia dan
merongrong kewibawaan Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
2.Menyadari keadaan gawat dan adanya aktivitas-aktivitas subversi
dari pihak nekolim.
3. Berketetapan hati dan bertekad bulat untuk melaksanakan tanpa
reserve Perintah Harian PYM Presiden/Mandataris MPRS/Pangti
ABRI/PBR Bung Karno tanggal 8 Maret 1966.
Namun upaya untuk memisahkan dan pada gilirannya menghancurkan barisan
pendukung Sukarno lebih gencar dilakukan oleh orang-orang di sekeliling
Suharto.
*Setelah mendapatkan Supersemar, Suharto dalam hitungan jam, langsung
membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai partai terlarang. Para anggota
partai ini dan ormasnya tidak boleh pindah atau ditampung oleh partai
lain. Pada minggu yang sama, Suharto “mengamankan” 15 Menteri pendukung
Sukarno. *
*B. Isi Pidato*
SUKARNO berusaha mengendalikan keadan melaluipidato-pidatonya. Nada
memerintah senantiasa terllihaat dalam amanatnya, baik kepada Menteri
maupun kepada segenap aparawt negara. Pada penutu pidatonya ia berkata,
“Sekian. Kerjakan Komandoku”!”, “Jangan jegal perintah saya”.
*Saya komandokan kepada setiap aparat negara untuk selalu membina
persatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner. Dua, Menyingkirkan
jauh-jauh tindakan-tindakan destruktif seperti rasialisme,
pembakaran-pembakaran dan pengrusakkan-pengrusakkan. Tiga. Menyingkirkan
jauh-jauh fitnahan-fitnahan dan tindakan-tindakan atas dasar perasaan
balas-dendam. *
Pada tanggal 21 Oktober 1965 ia mengeluarkan perintah:
*1. Hindari segala tindakan yang dapat merugikan perjuangan bangsa*
*2.Tingkatkan dan sempurnakan setiap slagorde Dwikora yang telah
dipersiapkan.*
*3.Kerahkan seluruh potensi guna kesempurnaan ketahanan revolusi.*
** * **
*Namun, semua perintah dan komando Presiden Panglima Tertinggi ABRI
Sukarno, di black-out oleh kekuasaan negara yang sudah ditangan Jendral
Suharto. *
“*SUPERSEMAR”, Surat Perintah Sebelas Maret, 1966*, dari Presiden
Sukarno kepada Jendral Suharto, disulap menjadi surat 'transfer of
authority', suatu pengalihan kekuasaan dari Presiden Sukarno kepada
Jendral Suharto. Suharto telah dengan “licik” menyalahgunakan Supersemar
menjadi senjata untuk membungkam kekuatan-kekuatan yang mendukung
Presiden. Jendral Suharto telah menggunakan Supersemar untuk membubarkan
PKI dan mengintensifkan kampanye pembantaian masal terhadap
anggotqa-anggota PKI, yang diduga atau dituduh PKI atau simpatisan PKI,
dan semua kekuatan politik nasional yang mendukung Presiden Sukarno.
Akhirnya Jemdral Suharto telah menggunakan Supersemar sebagai
“legitimasi” penyerobotan kekuasaan pemerintah dan negara dari tangan
Presiden Sukarno.
Padahal Supersemar dengan jelas sekali menyatakan bahwa Jendral Suharto
harus memberikan laporan kepada Presiden Sukarno mengenai
langkah-langkah dan kebijakan yang diambilnya sekitar tugas yang
diberikan kepadanya mengenai pemulihan dan pemeliharaan keamanan dan
ketertiban negeri, *serta membela ajaran-ajaran dan kewibawaan Presiden
Sukarno. *
*Tidak ada pengkhianatan yang lebih besar dalam sejarah Indonesia
bernegara, yang bisa menyamai pengkhianatan yang dilakukan oleh Jendral
Suharto dan para pendukungnya terhadap kepala negara R.I, Presiden Sukarno.*
Penglaman masa lalu yang kusial ini harus menjadi catatan sejarah, harus
menjadi pelajaran berharga, dan sekali-kali tidak boleh dilupakan oleh
bangsa kita dari generasi ke generasi,
*JAS MERAH*, seperti bunyi ajaran Bung KARNO:
*JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH*
* * *
Wednesday, October 10, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment