*Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 30 September 2012
-------------------------*
*Dewi Sukarno: *
“*Membeberkan Keadaan Sebenarnya Itu Merupakan Kewajiban Saya . . “*
** * **
“*Saya Justru Mengikuti Peristiwa-peristiwa Di Indonesia itu Dari Dekat. . .*
*< Bagian – 1>*
*Hari ini, “30 September”! Angka-angka “30 September”, umumnya ditulis lebih “lengkap”, yaitu “ Peristiwa 30 September 1965”, sebagai tanggal terjadinya “Gerakan 30 September”, 1965 di negeri kita Indonesia tercinta. Catatan peristiwa ini bisa dikatakan sudah “salah kaprah”. Presiden Sukarno pada hari-hari itu juga telah mengkoreksinya. Bung Karno mengkoreksi dengan mengatakan bahwa kejadian itu terjadi pada dinihari tanggal 1 Oktober 1965, Maka gerakan tsb lebih tepat disebut sebagai “Gestok”, Gerakan Satu Oktober.*
** * **
*Sejak Oktober 1965, di dalam maupun di luar negeri berbagai siaran dalam jumlah tak terhitung, tafsiran dan variasi, analisis dan penelitian dilakukan di sekitar apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965, dan selanjutnya. Bisa dengan pasti dikatakan bahwa pemberitaan, tafsiran dan kesimpulan yang dilakukan oleh rezim Orba dibawah Presiden Jendral Suharto, adalah yang paling tidak benar, paling rekayasa, paling palsu serta paling khianat.*
*Pagi ini kuterima siaran dari sahabatku Chan Chung Tak, pemimpin mailist Gelora45, berisi terjemahan SURAT DEWI SUKARNO KEPADA SUHARTO sekitar peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Surat Dewi itu disiarkan di media Belanda, “VRIJ NEDERLAND”, pada tanggal 16 April 1970. Menurut banyak pakar yang bisa diandalkan, SURAT DEWI KPD SUHARTO tsb adalah OTENTIK. Benar adanya. Hal ini bisa dicek lagi pada media Belanda “VRIJ NEDERLAND” yang pertama kali menyiarkannya pada tanggal 16 April 1970. Juga bisa menceknya langsung pada Dewi Sukarno yang masih bisa dihubungi.*
*Mengingat arti penting SURAT DEWI KPD SUHARTO baik sebagai bahan input dalam penelitian dan penulisan sejarah bangsa, maupun sebagai catatan sejarah kita, bersama ini kusiarkan kembali surat Dewi tsb. Surat Dewi tsb cukup panjang, maka akan dimuat dalam ruangan ini kira-kira dalam 3-4 kali siaran.*
** * **
*SURAT TERBUKA NY. RATNA SARI DEWI SOEKARNO *
**
Tuan Presiden Suharto,
Bersama ini saya ingin mengingatkan Tuan terhadap segala sesuatu yang
nampaknya oleh Tuan akan dilupakan. Hal hal yang akan dikemukakan ini saya
anggap sebagai kewajiban bagi saya untuk menjelaskannya secara benar karena
saya justru mengikuti peristiwa-peristiwa di Indonesia itu dari dekat.
Barangkali sementara orang akan berpendapat akan lebih baik kalau saya diam
seribu bahasa seperti Sphinks (arca batu di Mesir) dalam hal ini. Akan
tetapi karena saya bertanggung jawab maka saya harus melakukan hal ini biar
membawa resiko betapapun besarnya terhadap diri saya. Inipun karena makin
lama di seluruh dunia maupun di Indonesia sendiri banyak tersebar cerita-cerita palsu yang disebarkan tentang peristiwa-peristiwa di Indonesia itu sehingga membeberkan keadaan yang sebenarnya itu merupakan kewajiban saya.
Karena itulah saya kirimkan surat terbuka ini kepada Tuan dalam kedudukan
saya sebagai warga negara Indonesia. Selain itu surat terbuka yang saya
kirimkan kepada tuan ini termasuk segala isinya adalah sepenuhnya tanggung
jawab saya dan tidak ada sangkut pautnya dengan Soekarno, Presiden Republik
Indonesia yang terdahulu.
Sebenarnya agaknya sudah terlambat untuk mempersoalkan kembali tentang para
Perwira yang telah dinyatakan sebagai "kontra revolusi" atau pemberontak pemberontak terhadap Negara dimana mereka telah sama dihukum mati.
Selama ini saya selalu berpendirian tidak sependapat dengan adanya dalil
bahwa "yang berkuasa itu selalu benar" (power can do no wrong). Sikap
inipun sama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa Saya berpendapat bahwa
seorang Kepala Negara itu mesti dikerumuni oleh orang orang yang
mendukungnya. Begitu juga halnya dengan Tuan bahwa di sekeliling Tuan itu banyak orang-orang berkerumun yang pada umumnya tidak berani membuka
mulutnya berpura-pura taat dan tunduk bahkan ada yang menjilat yang pada
hakekatnya mereka bertujuan untuk mendapatkan kesempatan berkuasa lebih
banyak. Karena itulah apa yang sebenarnya terjadi di sekitar Tuan sulit akan
terungkap.
Pertama-tama dalam surat terbuka saya ini saya ingin mengemukakan apa yang
disebut "proses" dimana banyak orang telah dibunuh karena dituduh melakukan
kejahatan terhadap Negara. "Proses" ini yang sebenamya terjadi di luar
norma-norma Hukum dan Keadilan lebih tepat untuk disebut "teror dan
kekerasan".
Dan mereka orang-orang yang tidak puas dan tidak mau bicara sewaktu
kekuasaan Soekarno maka setelah situasi berubah lalu bersikap tidak
bertanggung jawab dan turut serta melakukan pembunuhan dan teror. Dalam hal
ini Tuan telah membiarkahnya. Andai kata nanti pada suatu ketika kedudukan
Tuan diganti oleh orang lain sudah tentu akan terjadi hal yang sama dimana
pembantu-pembantu Tuan yang penting sipil maupun militer termasuk mungkin
Tuan sendiri akan mendapat perlakuan yang sama di mana mereka dituduh dan
dituntut dengan hukuman mati dengan berbagai dalih misal "karena melakukan
korupsi".
Dalam hubungan ini saya ingin bertanya kepada Tuan : "Mengapa Tuan
membiarkan dan memberi kesempatan semua itu berlalu yang dapat menjadi
contoh (preseden) jelek bagi suatu Negara yang masih muda dan rakyatnya
sedang berkembang yaitu Indonesia ?"
Bukan maksud saya untuk mencela kebijaksanaan politik yang Tuan lakukan.
Akan tetapi perhatian tertumpah kepada mereka yang dibunuh dan diteror
dengan memakai dalih "pembersihan terhadap golongan merah" sejak peristiwa G
30 S itu terjadi. Padahal kebanyakan dari mereka itu hanyalah
pengikut-pengikut Soekarno yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G 30 S.
Bahkan saya memperoleh berita bahwa tidak kurang dari 800.000 Rakyat
Indonesia yang telah terbunuh diantaranya trdapat kaum wanita dan anak-anak
karena hanya sebagai simpatisan PKI.
Harian "London Times" membuat berita pada Januari 1966 sebagai berikut
"Bahkan sejak pecahnya peristiwa G 30 S itu dalam 3 bulan telah ratusan ribu
kaum komunis yang dibunuh jumlah mana menurut para diplomat barat angka
tersebut masih terlalu rendah.
Sementara itu menurut sementara pengusaha-pengusaha dan turis-turis dari Eropa yang pulang dari Indonesia mengatakan bahwa pembunuhan dan teror itu
begitu hebatnya sehingga mereka melihat sementara di sungai-sungai penuh
dengan hanyutnya mayat- mayat tanpa kepala dan sementara anak-anak di
desa-desa katanya bermain sepak bola dengan kepala-kepala manusia yang
terbunuh. Pokoknya dalam tempo 3 bulan sesudah peristiwa G 30 S itu situasi
di Indonesia dicekam dengan ketakutan dan ketegangan dimana banyak darah
mengalir yang belum pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia.
Seorang wartawan dari "Washington Post" memberitakan dari Jakarta bahwa di
Jawa Timur saja telah terbunuh 250.000 orang, demikian menurut sumber dari
golongan Islam. Lebih lanjut "Washington Post" memberitakan bahwa puncak
pembunuhan dan teror itu pada bulan November 1965. Kepala-kepala manusia
telah dijadikan hiasan (dekorasi) pada suatu jembatan. Di tempat lain orang
melihat bahwa mayat-mayat tanpa kepala dihanyutkan di sungai-sungai di atas
rakit dalam deretan yang panjang. Sungai bengawan Solo yang indah permai
ketika itu penuh dengan mayat-mayat sehingga di sementara tempat
kadang-kadang airnya tidak terlihat tertutup oleh mayat-mayat itu.
Sungai-sungai itu airnya menjadi merah karena darah Rakyat. Pokoknya ketika
itu Indonesia seperti neraka demikian tulis Washington Post.
Sementara itu harian Inggris "Economist" memperkirakan bahwa korban yang
jatuh karena pembunuhan dan teror itu mencapai 1.000.000 orang.
Saya ingin bertanya kepada Tuan: mengapa pertumpahan darah itu sampai
terjadi atas mereka yang belum tentu berdosa? Dan mengapa masyarakat dunia
diam seribu bahasa ? Padahal dipihak lain kalau seorang manusia terbunuh di
sepanjang tembok Berlin saja, maka seluruh dunia Barat
ramai dan geger. Tapi mengapa dunia Barat itu diam dimana 800.000 Bangsa
Asia (Indonesia) telah dibunuh dan diteror dengan darah dingin, bahkan
dalam situasi Dunia sedang damai??
Saya tahu pasti bahwa diantara yang terbunuh itu ada orang komunis. Tapi apa
artinya kemerdekaan dan hak azasi manusia kalau Tuan membenarkan pembunuhan
besar-besaran itu sekedar karena mereka melakukan gerakan di bawah tanah
yang tidak diketahui oleh Pemerintah Tuan ?
Sebenrnya Tuan akan lebih bijaksana kalau Tuan mengambil langkah-langkah
pencegahan terjadinya pembunuhan besar-besaran itu sebelun
PK.I dinyatakan
dilarang oleh undang-undang.
Akan tetapi Tuan ternyata tidak berbuat demikian dan hal ini dianggap
sebagai pelanggaran terhadap hal-hal azasi manusia dan Tuan tidak
mendapatkan respek. Lepas dari ideologi apa yang sudah terjadi itu merupakan
"kejahatan nasional". |
* * *
Minggu, 30 September 2012
-------------------------*
*Dewi Sukarno: *
“*Membeberkan Keadaan Sebenarnya Itu Merupakan Kewajiban Saya . . “*
** * **
“*Saya Justru Mengikuti Peristiwa-peristiwa Di Indonesia itu Dari Dekat. . .*
*< Bagian – 1>*
*Hari ini, “30 September”! Angka-angka “30 September”, umumnya ditulis lebih “lengkap”, yaitu “ Peristiwa 30 September 1965”, sebagai tanggal terjadinya “Gerakan 30 September”, 1965 di negeri kita Indonesia tercinta. Catatan peristiwa ini bisa dikatakan sudah “salah kaprah”. Presiden Sukarno pada hari-hari itu juga telah mengkoreksinya. Bung Karno mengkoreksi dengan mengatakan bahwa kejadian itu terjadi pada dinihari tanggal 1 Oktober 1965, Maka gerakan tsb lebih tepat disebut sebagai “Gestok”, Gerakan Satu Oktober.*
** * **
*Sejak Oktober 1965, di dalam maupun di luar negeri berbagai siaran dalam jumlah tak terhitung, tafsiran dan variasi, analisis dan penelitian dilakukan di sekitar apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965, dan selanjutnya. Bisa dengan pasti dikatakan bahwa pemberitaan, tafsiran dan kesimpulan yang dilakukan oleh rezim Orba dibawah Presiden Jendral Suharto, adalah yang paling tidak benar, paling rekayasa, paling palsu serta paling khianat.*
*Pagi ini kuterima siaran dari sahabatku Chan Chung Tak, pemimpin mailist Gelora45, berisi terjemahan SURAT DEWI SUKARNO KEPADA SUHARTO sekitar peristiwa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Surat Dewi itu disiarkan di media Belanda, “VRIJ NEDERLAND”, pada tanggal 16 April 1970. Menurut banyak pakar yang bisa diandalkan, SURAT DEWI KPD SUHARTO tsb adalah OTENTIK. Benar adanya. Hal ini bisa dicek lagi pada media Belanda “VRIJ NEDERLAND” yang pertama kali menyiarkannya pada tanggal 16 April 1970. Juga bisa menceknya langsung pada Dewi Sukarno yang masih bisa dihubungi.*
*Mengingat arti penting SURAT DEWI KPD SUHARTO baik sebagai bahan input dalam penelitian dan penulisan sejarah bangsa, maupun sebagai catatan sejarah kita, bersama ini kusiarkan kembali surat Dewi tsb. Surat Dewi tsb cukup panjang, maka akan dimuat dalam ruangan ini kira-kira dalam 3-4 kali siaran.*
** * **
*SURAT TERBUKA NY. RATNA SARI DEWI SOEKARNO *
*
Tuan Presiden Suharto,
Bersama ini saya ingin mengingatkan Tuan terhadap segala sesuatu yang
nampaknya oleh Tuan akan dilupakan. Hal hal yang akan dikemukakan ini saya
anggap sebagai kewajiban bagi saya untuk menjelaskannya secara benar karena
saya justru mengikuti peristiwa-peristiwa di Indonesia itu dari dekat.
Barangkali sementara orang akan berpendapat akan lebih baik kalau saya diam
seribu bahasa seperti Sphinks (arca batu di Mesir) dalam hal ini. Akan
tetapi karena saya bertanggung jawab maka saya harus melakukan hal ini biar
membawa resiko betapapun besarnya terhadap diri saya. Inipun karena makin
lama di seluruh dunia maupun di Indonesia sendiri banyak tersebar cerita-cerita palsu yang disebarkan tentang peristiwa-peristiwa di Indonesia itu sehingga membeberkan keadaan yang sebenarnya itu merupakan kewajiban saya.
Karena itulah saya kirimkan surat terbuka ini kepada Tuan dalam kedudukan
saya sebagai warga negara Indonesia. Selain itu surat terbuka yang saya
kirimkan kepada tuan ini termasuk segala isinya adalah sepenuhnya tanggung
jawab saya dan tidak ada sangkut pautnya dengan Soekarno, Presiden Republik
Indonesia yang terdahulu.
Sebenarnya agaknya sudah terlambat untuk mempersoalkan kembali tentang para
Perwira yang telah dinyatakan sebagai "kontra revolusi" atau pemberontak pemberontak terhadap Negara dimana mereka telah sama dihukum mati.
Selama ini saya selalu berpendirian tidak sependapat dengan adanya dalil
bahwa "yang berkuasa itu selalu benar" (power can do no wrong). Sikap
inipun sama sewaktu Presiden Soekarno berkuasa Saya berpendapat bahwa
seorang Kepala Negara itu mesti dikerumuni oleh orang orang yang
mendukungnya. Begitu juga halnya dengan Tuan bahwa di sekeliling Tuan itu banyak orang-orang berkerumun yang pada umumnya tidak berani membuka
mulutnya berpura-pura taat dan tunduk bahkan ada yang menjilat yang pada
hakekatnya mereka bertujuan untuk mendapatkan kesempatan berkuasa lebih
banyak. Karena itulah apa yang sebenarnya terjadi di sekitar Tuan sulit akan
terungkap.
Pertama-tama dalam surat terbuka saya ini saya ingin mengemukakan apa yang
disebut "proses" dimana banyak orang telah dibunuh karena dituduh melakukan
kejahatan terhadap Negara. "Proses" ini yang sebenamya terjadi di luar
norma-norma Hukum dan Keadilan lebih tepat untuk disebut "teror dan
kekerasan".
Dan mereka orang-orang yang tidak puas dan tidak mau bicara sewaktu
kekuasaan Soekarno maka setelah situasi berubah lalu bersikap tidak
bertanggung jawab dan turut serta melakukan pembunuhan dan teror. Dalam hal
ini Tuan telah membiarkahnya. Andai kata nanti pada suatu ketika kedudukan
Tuan diganti oleh orang lain sudah tentu akan terjadi hal yang sama dimana
pembantu-pembantu Tuan yang penting sipil maupun militer termasuk mungkin
Tuan sendiri akan mendapat perlakuan yang sama di mana mereka dituduh dan
dituntut dengan hukuman mati dengan berbagai dalih misal "karena melakukan
korupsi".
Dalam hubungan ini saya ingin bertanya kepada Tuan : "Mengapa Tuan
membiarkan dan memberi kesempatan semua itu berlalu yang dapat menjadi
contoh (preseden) jelek bagi suatu Negara yang masih muda dan rakyatnya
sedang berkembang yaitu Indonesia ?"
Bukan maksud saya untuk mencela kebijaksanaan politik yang Tuan lakukan.
Akan tetapi perhatian tertumpah kepada mereka yang dibunuh dan diteror
dengan memakai dalih "pembersihan terhadap golongan merah" sejak peristiwa G
30 S itu terjadi. Padahal kebanyakan dari mereka itu hanyalah
pengikut-pengikut Soekarno yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G 30 S.
Bahkan saya memperoleh berita bahwa tidak kurang dari 800.000 Rakyat
Indonesia yang telah terbunuh diantaranya trdapat kaum wanita dan anak-anak
karena hanya sebagai simpatisan PKI.
Harian "London Times" membuat berita pada Januari 1966 sebagai berikut
"Bahkan sejak pecahnya peristiwa G 30 S itu dalam 3 bulan telah ratusan ribu
kaum komunis yang dibunuh jumlah mana menurut para diplomat barat angka
tersebut masih terlalu rendah.
Sementara itu menurut sementara pengusaha-pengusaha dan turis-turis dari Eropa yang pulang dari Indonesia mengatakan bahwa pembunuhan dan teror itu
begitu hebatnya sehingga mereka melihat sementara di sungai-sungai penuh
dengan hanyutnya mayat- mayat tanpa kepala dan sementara anak-anak di
desa-desa katanya bermain sepak bola dengan kepala-kepala manusia yang
terbunuh. Pokoknya dalam tempo 3 bulan sesudah peristiwa G 30 S itu situasi
di Indonesia dicekam dengan ketakutan dan ketegangan dimana banyak darah
mengalir yang belum pernah terjadi dalam sejarah bangsa Indonesia.
Seorang wartawan dari "Washington Post" memberitakan dari Jakarta bahwa di
Jawa Timur saja telah terbunuh 250.000 orang, demikian menurut sumber dari
golongan Islam. Lebih lanjut "Washington Post" memberitakan bahwa puncak
pembunuhan dan teror itu pada bulan November 1965. Kepala-kepala manusia
telah dijadikan hiasan (dekorasi) pada suatu jembatan. Di tempat lain orang
melihat bahwa mayat-mayat tanpa kepala dihanyutkan di sungai-sungai di atas
rakit dalam deretan yang panjang. Sungai bengawan Solo yang indah permai
ketika itu penuh dengan mayat-mayat sehingga di sementara tempat
kadang-kadang airnya tidak terlihat tertutup oleh mayat-mayat itu.
Sungai-sungai itu airnya menjadi merah karena darah Rakyat. Pokoknya ketika
itu Indonesia seperti neraka demikian tulis Washington Post.
Sementara itu harian Inggris "Economist" memperkirakan bahwa korban yang
jatuh karena pembunuhan dan teror itu mencapai 1.000.000 orang.
Saya ingin bertanya kepada Tuan: mengapa pertumpahan darah itu sampai
terjadi atas mereka yang belum tentu berdosa? Dan mengapa masyarakat dunia
diam seribu bahasa ? Padahal dipihak lain kalau seorang manusia terbunuh di
sepanjang tembok Berlin saja, maka seluruh dunia Barat
ramai dan geger. Tapi mengapa dunia Barat itu diam dimana 800.000 Bangsa
Asia (Indonesia) telah dibunuh dan diteror dengan darah dingin, bahkan
dalam situasi Dunia sedang damai??
Saya tahu pasti bahwa diantara yang terbunuh itu ada orang komunis. Tapi apa
artinya kemerdekaan dan hak azasi manusia kalau Tuan membenarkan pembunuhan
besar-besaran itu sekedar karena mereka melakukan gerakan di bawah tanah
yang tidak diketahui oleh Pemerintah Tuan ?
Sebenrnya Tuan akan lebih bijaksana kalau Tuan mengambil langkah-langkah
pencegahan terjadinya pembunuhan besar-besaran itu sebelun
PK.I dinyatakan
dilarang oleh undang-undang.
Akan tetapi Tuan ternyata tidak berbuat demikian dan hal ini dianggap
sebagai pelanggaran terhadap hal-hal azasi manusia dan Tuan tidak
mendapatkan respek. Lepas dari ideologi apa yang sudah terjadi itu merupakan
"kejahatan nasional". |
* * *
No comments:
Post a Comment