Saturday, October 20, 2012


          Kolom IBRAHIM ISA
          Rabu, 10 Oktober 2012
          -----------------------------


          MELAKUKAN KEGIATAN DAN PERJUANGAN

          DENGAN CARA "BERJALAN DNG DUA KAKI"



          *Terasa perlunya tindak lanjut dalam  kegiatan / perjuangn
          untuk mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan sekitar
          masalah PELANGGARAN
          *


          *BERAT SEKITAR PERISTIWA 1965, seperti yang a.l diungkapkan di
          dalam LAPORAN KOMNASHAM TTG 23 JUL;I 2012, yang sudadah
          *


          *disamopaikan kepada Presiden SBY dan kepada Kejaksaan Agung.
          Seperti dikemukakan oleh aktivis GARDA SEMBIRING, kita tak
          boleh menyerahkkan
          *


          *dan menunggu tindakan selanjutnya pada Kejaksaan Augung, yang
          harus mengambil langkah kongkrit ke arah itu, ataupun kepada
          Presiden SBY. Kekuatan
          *


          *poitik DEMOKRASI DAN HAM di dalam masyarakat itu sendiri
          harus proaktif dan inovatif dalam kegiatand dan perjuangan
          demokrasi dan HAM.
          *



          *Di bawah ini disdampaikan dialog yang terjadi di sekitar
          KEIMPULAN  KOMNASHAM 23 JULI 2012,  dimaksudkan untuk menimba
          pemikiran
          *


          *dan inisiatif sekitar masalah DEMOKRASI DAN HAM DI NEGERI KITA.*


*    *    *

< Bagian akhir dari tulisan wartawan THE JAKARTA POST . . . ttg 29 September 2012>


          I learned much later that after the Sept. 30 events, thousands
          of people --- some estimate between 500,000 and 1 million ---
          who were suspected of being PKI members or their supporters,
          were slaughtered. Many others were jailed for years without
          any trial or charges, or forced into exile.

          The discrimination against people associated with the PKI
          continued with the government barring them from becoming
          soldiers, civil servants and teachers or from any employment
          at state institutions. Former PKI members and supporters also
          found it hard to get jobs due to the ex-political prisoner
          status on their identity cards, while their relatives were
          similarly stigmatized.

          Under former president Soeharto's rule, any discussion and
          recognition of the mass killings that was different from the
          official state versions was quickly suppressed.

          During the nationwide purge, military officials were believed
          to have deliberately targeted innocent civilians. Many of the
          victims actually had nothing to do with the communist party or
          its subordinates.

          In its development the Constitutional Court ruled, in 2004,
          that former PKI members were allowed to contest elections. Two
          years later, the government deleted the ex-political prisoner
          label from identity cards.

          The human rights commission has now recommended that the
          military officials involved in the purge be brought to trial.
          State officials under the Operational Command for the
          Restoration of Security and Order (Kopkamtib) led by Soeharto,
          who served from 1965 to 1967, for example, should be taken to
          court for various crimes, including rape, torture and killings.

          The Commission also recommended that the government issue a
          formal apology to the victims and their family members --- an
          apology which should be followed by rehabilitation, reparation
          and compensation.

          Now the creek where slaughtered bodies were piled, witness to
          one of the bloodiest incidents in Klaten, is still functioning
          as part of an irrigation network. Those who do not know that
          brutal killings ever took place there pay no attention to it,
          but a chill runs through me whenever I pass it by.

          --- JP/Hyginus Hardoyo

    * Ya, Pak Isa : "Those who do
      not know that brutal killings ever took place there pay no
      attention to it, but a chill runs through me whenever I pass it
      by". Ini sungguh sebuah kenangan getir yang tak terhapuskan. Tapi
      di sisi lain saya salut mendapati lebih banyak orang berani
      menyampaikan kesaksiannya secara jujur tentang tragedi yang amat
      berdarah ini--yang terus-menerus disangkal pemerintah--di ruang
      publik. Bukannya tanpa resiko mereka bersaksi seperti ini. Buat
      saya ini contoh dari sebuah fearless speech.
    *
      Ibrahim Isa Ya Bung Garda
      Sembiring, ---- Tapi kita tokh bertambah semangat dan keyakinan
      bahwa kebenaran sekitar 1965, kejahatan dan kebiadaban yang
      dilakukan oleh aparat keamanan negara terhadap warga yang tidak
      bersalah, --- selangkah demi selangkah TERUNGKAP.Ini arti penting
      dari Laporan/Kesimpulan KomnasHAM, 23 Juli 2012. Maka perdebatan
      besar dan perjuangan sengit sekitar MELAKSANAKAN ATAU TIDAK
      KESIMPULAN KOMNASHAM 23 JULI 2012, akan menjadi titik-fokus yang
      semakin krusial. Mulai dari mantan jendral sampai ke Menko Hukum
      dan Keamanan, termasuk kiayi-kiayi yang tidak sega-segan
      menyalahgunakan agama untuk membela kepentingan politiknya, --
      menutupi kebenaran, - - -- belakangan ini sudah tampil ke arena
      perjuangan ini. Boleh dibilang setiap warga dihadapkan pada
      pertanyaan dan sikap apakah mau mencari dan mengungkap kebenaran
      dan memberlakukan keadilan, ataukah seperti selama ini,
      menutup-nutupi dan meneruskan politik dan kultur rezim Orba yang
      hidup dan bertahan di landasan kebohongan, pembodohan dan
      ketidak-jujuran, ----- KKN di segala bidang kehidupan . . . .
      Garda Sembiring Saya
      sepakat Pa Isa , bahwa hasil
      penyelidikan Komnas HAM tersebut amat penting untuk
      ditindaklanjuti, akan tetapi belajar dari sekian banyak pengalaman
      lalu (hasil lidik Komnas HAM yang diterlantarkan oleh
      pemerintah--di satu sisi Presiden dengan retorika kosong berkilah
      bahwa instansi terkait sudah diperintahkan untuk menindaklanjuti,
      di sisi lain kantor Kejaksaan Agung berputar-putar pada berbagai
      dalih "tengah mempelajari kasus tersebut" tanpa batas waktu yang
      pasti = membiarkannya terlantar dengan restu diam-diam dari
      Presiden). Di titik ini saya melihat sudah tiba saatnya masyarakat
      mengupayakan dan menegakkan sendiri mekanisme pengungkapan
      kebenaran yang gagal (unable) dan pada hakikatnya memang tidak mau
      (unwilling) diemban oleh pemerintah. Kiranya ini adalah jawaban
      yang lebih konkret ketimbang hanya menunggu dan berharap, atau
      bahkan sekadar menuntut saja agar pemerintah "ingat" atau "mau"
      melakukan tugas-tugasnya.
      Monday at 01:49

·
      Like


    *

     
      Garda Sembiring Contoh
      tentang inisiatif masyarakat sipil seperti ini sebenarnya sudah
      cukup banyak juga, namun entah kenapa kurang (atau agak terlambat)
      mendapatkan perhatian dari pegiat HAM dan demokrasi di sini. Boleh
      juga dirujuk kajian yang disusun oleh Louis Bic...See More
      Monday at 02:09

·
      Like


    *

     
      Garda Sembiring Dengan
      segala kelebihan & kekurangannya, Komnas HAM memang telah berhasil
      merampungkan hasil penyelidikannya dan menemukan bukti permulaan
      yang cukup tentang telah terjadinya pelanggaran HAM yang berat di
      tahun 1965-66; namun karena hasil kerja tersebut adalah sebuah
      dokumen hasil lidik yang sudah dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung,
      tentu saja masyarakat masih belum bisa mengaksesnya sampai semua
      proses hukum rampung (entah sampai kapan?). Di titik inilah,
      masyarakat sipil perlu mengajukan jawaban dan ikhtiarnya, tanpa
      perlu menunggu-menunggu lagi. Saya percaya sudah cukup banyak
      dokumentasi yang disusun semenjak jatuhnya Suharto, namun
      dibutuhkan dukungan dan solidaritas dari masyarakat seluas-luasnya
      untuk melempangkan jalan bagi ikhtiar akbar sebagaimana yang telah
      dipersembahkan masyarakat sipil Brasil & Guatemala. Bagaimana
      pendapat Pak Isa ?
      Monday at 02:21

·
      Like


    *

     
      Ibrahim Isa KomnasHAM
      sebagai suatu lembaga negara, memng TIDAK BOLEH MENUNGGU SAJA.
      Harus meneliti dan menemukan cara dan bentuk kegiatan/perjuangan
      dalm rangka menindak-lanjuti KESIMPULAN 23 jULI 2012. JANGAN
      TINGGAL DIAM !!!! --- Bersamaan dengan itu, kegiatan di dalam
      masyrakat yang selama ini tergabung atu masih belum terorganisasi
      melakukan kegiatannya JUGA HARUS JALAN DAN BERKEMBANG TERUS!!
      MENCARI, MENGINOVASI cara-cara perjuangan masyarakat sejalan
      dengan Kesimpulan KomnasHAM 23 jULI 2012. Seperti kata pepatah . .
      .. HARUS BERJALAN DENGAN DUA KAKI . . . .
      3 minutes ago

·
      Like


    *

     
      Ibrahim Isa Maka saya
      sependapat dengan pemikiran, seperti yang Bung Garda kemukakan: ".
      . . . . . sudah tiba saatnya masyarakat mengupayakan dan
      menegakkan sendiri mekanisme pengungkapan kebenaran yang gagal
      (unable) dan pada hakikatnya memang tidak mau (unwilling) diemban
      oleh pemerintah. Namun, perlu menggalang dukungan masyrakat seluas
      mungkin . . . . jangan sampai ada TUMPANG TINDIH . . . .
      about a minute ago

·
      Like


    *

     
      Ibrahim Isa Yang saya
      kemukakan diatas, sekadar pendapat DARI LUAR . . . . Pasti
      kawan-kawan yang di lapangan lebih memahaminya . . . . . Meskipun
      saya katakan PENDAPAT DARI LUAR . . . . Hakikinya kami yang ada di
      luar dewasa ini, senantiasa merupakan bagian tak terpisahkan dari
      kegiatan dan perjuangan di lapangan . .

No comments: