*Kolom IBRAHIM ISA*
*Sabtu, 29 September 2012*
*----------------------------------*
*Kabul Supriyadhie, Komisioner KomnasHAM:*
*Teriakkan Sekeras Mugkin Pembentukan Pengadilan HAM!*
* * *
PERDEBATAN Sekitar PELAKSANAAN HAM di negeri kita, terutama dalam
kaitannya dengan pelanggaran HAM terbesar oleh aparat negara, yang
pernah terjadi di negara ini setelah dikalahkannya G30S, 1965, akan
terus berlangsung. Semakin lama masyarakat Indonesia akan semakin
terlibat dalam perjuangan yang semakin sengit di sekitar masalah
*pelaksanaan Laporan Hasil Penyelidikan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas
HAM) tentang Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966,* (*23 Juli
2012),* yang merupakan terobosan penting dalam upaya pengungkapan kebenaran.
* * *
Dengan disiarkannya Hasil Penyelidikan KomnasHam tsb, situasi kegiatan,
usaha dan hasil kerja KomnasHam di Indonesia dewasa ini sudah mencapai
titik KRUSIAL.
Di satu fihak seluruh masyarakat nasional dan internasional menyambut
KomnasHAM yang telah menyelesaikan penyelidikan (23 Juli 2012) atas
dugaan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa 1965-1966.
Bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya
kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak
asasi manusia yang berat.
Kesimpulan KomnasHAM, a.l telah menegaskan terjadinya pembunuhan;
pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa; perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara
sewenang-wenang; penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual lain yang setara; penganiayaan (persekusi); dan penghilangan
orang secara paksa. Bahwa sejumlah individu dan lembaga diduga kuat
sebagai pelaku dalam rentetan peristiwa 1965-1966.
*
KomnasHAM Perempuan *dengan tegas mengemukakan bahwa sudah *SAATNYA
BERTINDAK* Untuk Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat
Peristiwa 1965-1966. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) mengajak semua pihak untuk menyambut baik laporan
hasil penyelidikan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) tentang
Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966 sebagai terobosan penting
dalam upaya pengungkapan kebenaran.
*
Komnas Perempuan *mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
mengambil langkah proaktif memperkuat inisiatifnya dalam memberikan
perlindungan dan dukungan bagi saksi dan korban Peristiwa 1965-1966.
Inisiatif tersebut perlu diperluas agar (a) tidak terbatas pada skema
bantuan, kompensasi, dan restitusi yang telah ada, (b) untuk mencakup
pula keluarga korban, dan (c) dengan memperhatikan kekhasan kebutuhan
perempuan.
Komnas Perempuan menegaskan bahwa seluruh langkah-langkah tersebut di
atas bermakna besar bagi korban dan keluarganya yang selama ini telah
berjuang dan bertahan hidup dalam kekerasan dan diskriminasi. Juga,
untuk merawat cita-cita Indonesia untuk menjadi negara bangsa yang
berperikemanusiaan dan perikeadilan.
* * *
Namun, kemajuan yang dicapai dalam usaha HAM itu dilawan oleh
mereka-mereka yang menentang dan merintangi tercapainya keadilan
bagi para korban pelanggaran HAM terbesar pada Perisitiwa
1965-66-67. Mereka tidak rela, diungkapkannya kejahatan
kemanusiaan serta diadilinya para pelaku, dalam Peristiwa 1965-66
dengan terbunuhnya 300.000 sampai sekitar 3 juta warga tidak
bersalah. Mereka tampil dengan pelbagai selubung dan dalih.
*Dalam salah satu pembicaraanku dengan Prof Dr Baskoro Wijaya dari
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, baru-baru ini, beliau
mengingatkan, bahwa ada usaha UNTUK MELUPAKAN PELANGGARAN HAM
BERAT YANG TELAH TERJADI.
*
Perdebatan besar yang terjadi di masyarakat Indonesia sekitar
pengungkapan PELANGGARAN HAM BERAT DALAM PERISTIWA 1965,
menunjukkan bahwa perjuangan untuk PEMBERLAKUAN HAM di negeri
kita, masih jauh dari selesai. Perjuangan ini akan berjalan terus
dan masih akan mengarungi lika-liku dan kendala dari para
penentang pemberlakuan HAM, KEBENARAN DAN KEADILAN di negeri kita.
* * *
*
Baru-baru ini YPKP65* merilis sebuah laporan sekitar kegiatan yang
dilancarkan para korban 1965 yang mendapat dukungan luas di
kalangan masyrakat khususnya*di Sumatera Barat*. Di bawah ini
disiarkan a.l sekitar kegiatan tsb.:
*Kabul Supriyadhie, Komisioner KomnasHAM*
*Pembentukan Pengadilan HAM (Ad Hoc) agar terus diteriakan sekeras
mungkin*
Pembentukan Pengadilan HAM (Ad Hoc) agar terus diteriakan sekeras
mungkin oleh korban 65 kepada negara, demikian disampaikan Kabul
Supriyadhie, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) dan Teguh Soedarsono, Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK) di tengah *temu akbar korban 65 se-Sumatera
Barat*yang diadakan Yayasan Penelitiaan Korban Pembunuhan
1965-1966 (YPKP 65) Sumatera Barat (23/9/2012).
Temu akbar yang diadakan di Auditorium R.R.I Bukittinggi itu adalah
manifestasi apresiasi korban atas hasil Tim Ad Hoc Penyelidikan
Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966 Komnas HAM.
*Hadiri kurang lebih 300 korban 65 dari seluruh kota dan kabupaten
Sumatera Barat. *Meliputi, Pariaman Kota, Kabupaten Padang Pariaman,
Kota Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Bukit Tinggi, Kabupaten
Agam, Kota Sawahlunto, Kabupaten Si Junjung, Kota Solok Selatan, Solok
Kota, Kabupaten Solok, Kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota
Padang Panjang, Kota Padang, Kota Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar,
Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Pasaman Timur.
Kabul Supriyadhie dan Teguh Soedarsono memberikan apresiasi besar saerta
mendukung upaya YPKP 65 mengadakan agenda sosialisasi hasil penyelidikan
Komnas HAM dan program pemulihan saksi dan korban dari LPSK.Hadir juga
perwakilan Walikota Padang, Kapolsek Solok, Ketua DPRD Solok dan
anggota-anggotanya, termasuk dari DPRD Bukittinggi, dan perwakilan dari
Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Mereka semua memberikan sambutan di
awal acara. *Kabul Supriyadhie, Teguh Soedarsono, dan Bedjo Untung,
Ketua YPKP 65 menjadi narasumber.*
Kabul Supriyadhie menjelaskan secara detail hasil penyelidikan Tim Ad
Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966.Ada tiga hal
yang mendorong Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran
HAM Berat Peristiwa 1965-1966.
*Pertama, adanya banyak pengaduan dan dorongan dari korban 65 ke Komnas
HAM. *
*Kedua, adanya hasil penyelidikan dari Komnas Perempuan soal kekerasan
yang dialami perempuan korban 65. *
*Dan ketiga, adanya pekerjaan yang belum diselesaikan Komnas HAM periode
sebelumnya.*
Penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM berdasarkan mandat dari UU No. 26
Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Artinya, upaya penyelidikan Komnas
HAM dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Pengadilan HAM (Ad Hoc) setelah
adanya hasil penyidikan dari Jaksa Agung.
Pengadilan HAM yang dimandatkan UU No. 26 Tahun 2000 berlaku surut
(retroaktif). Satu-satunya undang-undang yang memberlakukan mundurnya
suatu ketentuan. Oleh karena itu, kasus-kasus pelanggaran HAM yang
terjadi sebelum undang-undang itu disahkan dapat diusut kembali.
Dalam pengusutannya, tidak mudah bagi Komnas HAM. Prosesnya berlangsung
lama. Hampir menghabiskan masa jabatan komisionernya, 2008 -- 2012.
Selama empat tahun itu para korban 65 sering mendatangi Komnas HAM agar
menyelesaikan penyelidikannya yang berpihak bagi keadilan korban.
Atas desakan itu, akhirnya Komnas HAM menyelesaikan penyelidikannya.
Komnas HAM menyimpulkan *dua hal. *
*Yakni, pertama*,*terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga
terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk
pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Berbentuk serangan terhadap
penduduk sipil secara meluas dan sistematis.*
Bukti-bukti itu mengarah ke tindak pidana pelanggaran HAM berat, seperti
pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara
sewenang-wenang, penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan
seksual lain yang setara, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
*Kedua*, *individu dan institusi yang paling bertanggung jawab saat itu
adalah aparat negara terutama kalangan militer. Komando Operasi
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) adalah institusi militer
yang bertanggung jawab. Sedangkan, Panglima Kopkamtib saat itu, Mayjen
Soeharto, adalah orang yang bertangggung jawab atas pembunuhan jutaan
anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia dan pengikut Soekarno.*
Atas kesimpulan di atas, Kabul Supriyadhie menyatakan ada dua
rekomendasi dari Komnas HAM.
Pertama, Jaksa Agung diminta menindaklanjuti hasil penyelidikan sesuai
ketentuan Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kedua, hasil penyelidikan itu dapat juga diselesaikan melalui mekanisme
non yudisial demi terpenuhinya rasa keadilan bagi korban dan keluarganya
(KKR). Sesuai dengan ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Namun, di dalam keberhasilannya menyelidiki Tragedi 65, Komnas Ham
menyatakan *ada kelemahan di tubuh lembaganya. Yakni, wewenangnya
sebatas penyelidikan yang tergantung lembaga negara lain untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM berat itu. Salah satunya Jaksa Agung.*
Jaksa Agung sampai saat ini mengabaikan kasus-kasus pelanggaran HAM
setelah menerima hasil penyelidikan Komnas HAM. Sehingga, tidak ada satu
pun preseden baik dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Kredibilitas
hukum Jaksa Agung mesti dipertanyakan.
*Untuk itu, Komnas HAM sendiri mendorong adanya amandemen UU No. 33
Tahun 1999 dan UU No. 20 Tentang Pengadilan HAM untuk menjadikan fungsi
Komnas HAM bukan hanya penyelidikan. Tetapi, juga memiliki wewenang
sebagai Penyidik.*
Saat ini, Komnas HAM sudah menyelesaikan draf perubahan UU No. 33 Tahun
1999 Tentang HAM dan UU No. 20 Tentang Pengadilan HAM. Draf itu semoga
mendapat respon positif dari anggota dewan.
Karena proses hukum yang panjang, Komnas HAM membuat terobosan dengan
membentuk Tim Reparasi. Tim itu bisa dimanfaatkan korban pelanggaran HAM
untuk mendapatkan hak reparasi yang bersifat non yustisi, tidak mesti
menunggu hasil penyidikan.
Pada kesempatan itu juga, Teguh Soedarsono, Anggota LPSK, memaparkan
upaya non yustisi bagi korban-korban pelanggaran HAM berat. Program itu
berupa pelayanan medis dan psikososial yang mendapat dukungan dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Menurut Teguh, pelayanan medis dan psikososial itu dapat dimanfaatkan
korban 65. LPSK berkomitmen untuk menindaklanjuti secara konkret
permohonan korban sampai November mendatang.
Yang sudah dicapai Komnas HAM dalam penyelidikannya, merupakan angin
segar untuk melanjutkan perjuangan gerakan korban 65. Di hari depan,
tantangan bagi penyelesaian kejahatan terhadap kemanusiaan 1965 semakin
sulit. Korban 65 akan dihadapi persoalan hukum dan politik yang kerap
tidak memihak Rakyat. Untuk itu, agar semua korban 65 jangan diam.
Hidup korban! Jangan diam! Lawan!
*Demikian siaran YPKP 65.*
* * *
Wednesday, October 10, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment