Wednesday, October 10, 2012

*Teriakkan Sekeras Mugkin Pembentukan Pengadilan HAM!*

*Kolom IBRAHIM ISA*

*Sabtu, 29 September 2012*

*----------------------------------*


*Kabul Supriyadhie, Komisioner KomnasHAM:*

*Teriakkan Sekeras Mugkin Pembentukan Pengadilan HAM!*


* * *


PERDEBATAN Sekitar PELAKSANAAN HAM di negeri kita, terutama dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM terbesar oleh aparat negara, yang pernah terjadi di negara ini setelah dikalahkannya G30S, 1965, akan terus berlangsung. Semakin lama masyarakat Indonesia akan semakin terlibat dalam perjuangan yang semakin sengit di sekitar masalah *pelaksanaan Laporan Hasil Penyelidikan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) tentang Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966,* (*23 Juli 2012),* yang merupakan terobosan penting dalam upaya pengungkapan kebenaran.


* * *

Dengan disiarkannya Hasil Penyelidikan KomnasHam tsb, situasi kegiatan, usaha dan hasil kerja KomnasHam di Indonesia dewasa ini sudah mencapai titik KRUSIAL.


Di satu fihak seluruh masyarakat nasional dan internasional menyambut KomnasHAM yang telah menyelesaikan penyelidikan (23 Juli 2012) atas dugaan terjadinya pelanggaran HAM yang berat dalam peristiwa 1965-1966. Bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat.

Kesimpulan KomnasHAM, a.l telah menegaskan terjadinya pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang; penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan (persekusi); dan penghilangan orang secara paksa. Bahwa sejumlah individu dan lembaga diduga kuat sebagai pelaku dalam rentetan peristiwa 1965-1966.
*
KomnasHAM Perempuan *dengan tegas mengemukakan bahwa sudah *SAATNYA BERTINDAK* Untuk Pemulihan Hak-Hak Korban Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak semua pihak untuk menyambut baik laporan hasil penyelidikan Komisi Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) tentang Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966 sebagai terobosan penting dalam upaya pengungkapan kebenaran.
*
Komnas Perempuan *mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah proaktif memperkuat inisiatifnya dalam memberikan perlindungan dan dukungan bagi saksi dan korban Peristiwa 1965-1966. Inisiatif tersebut perlu diperluas agar (a) tidak terbatas pada skema bantuan, kompensasi, dan restitusi yang telah ada, (b) untuk mencakup pula keluarga korban, dan (c) dengan memperhatikan kekhasan kebutuhan perempuan.

Komnas Perempuan menegaskan bahwa seluruh langkah-langkah tersebut di atas bermakna besar bagi korban dan keluarganya yang selama ini telah berjuang dan bertahan hidup dalam kekerasan dan diskriminasi. Juga, untuk merawat cita-cita Indonesia untuk menjadi negara bangsa yang berperikemanusiaan dan perikeadilan.


     * * *

     Namun, kemajuan yang dicapai dalam usaha HAM itu dilawan oleh
     mereka-mereka yang menentang dan merintangi tercapainya keadilan
     bagi para korban pelanggaran HAM terbesar pada Perisitiwa
     1965-66-67. Mereka tidak rela, diungkapkannya kejahatan
     kemanusiaan serta diadilinya para pelaku, dalam Peristiwa 1965-66
     dengan terbunuhnya 300.000 sampai sekitar 3 juta warga tidak
     bersalah. Mereka tampil dengan pelbagai selubung dan dalih.

     *Dalam salah satu pembicaraanku dengan Prof Dr Baskoro Wijaya dari
     Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, baru-baru ini, beliau
     mengingatkan, bahwa ada usaha UNTUK MELUPAKAN PELANGGARAN HAM
     BERAT YANG TELAH TERJADI.
     *
     Perdebatan besar yang terjadi di masyarakat Indonesia sekitar
     pengungkapan PELANGGARAN HAM BERAT DALAM PERISTIWA 1965,
     menunjukkan bahwa perjuangan untuk PEMBERLAKUAN HAM di negeri
     kita, masih jauh dari selesai. Perjuangan ini akan berjalan terus
     dan masih akan mengarungi lika-liku dan kendala dari para
     penentang pemberlakuan HAM, KEBENARAN DAN KEADILAN di negeri kita.


     * * *
     *
     Baru-baru ini YPKP65* merilis sebuah laporan sekitar kegiatan yang
     dilancarkan para korban 1965 yang mendapat dukungan luas di
     kalangan masyrakat khususnya*di Sumatera Barat*. Di bawah ini
     disiarkan a.l sekitar kegiatan tsb.:


     *Kabul Supriyadhie, Komisioner KomnasHAM*

     *Pembentukan Pengadilan HAM (Ad Hoc) agar terus diteriakan sekeras
     mungkin*

     Pembentukan Pengadilan HAM (Ad Hoc) agar terus diteriakan sekeras
     mungkin oleh korban 65 kepada negara, demikian disampaikan Kabul
     Supriyadhie, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
     HAM) dan Teguh Soedarsono, Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan
     Korban (LPSK) di tengah *temu akbar korban 65 se-Sumatera
     Barat*yang diadakan Yayasan Penelitiaan Korban Pembunuhan
     1965-1966 (YPKP 65) Sumatera Barat (23/9/2012).


Temu akbar yang diadakan di Auditorium R.R.I Bukittinggi itu adalah manifestasi apresiasi korban atas hasil Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966 Komnas HAM.


*Hadiri kurang lebih 300 korban 65 dari seluruh kota dan kabupaten Sumatera Barat. *Meliputi, Pariaman Kota, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Agam, Kota Sawahlunto, Kabupaten Si Junjung, Kota Solok Selatan, Solok Kota, Kabupaten Solok, Kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Kota Batu Sangkar, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Pasaman Timur.


Kabul Supriyadhie dan Teguh Soedarsono memberikan apresiasi besar saerta mendukung upaya YPKP 65 mengadakan agenda sosialisasi hasil penyelidikan Komnas HAM dan program pemulihan saksi dan korban dari LPSK.Hadir juga perwakilan Walikota Padang, Kapolsek Solok, Ketua DPRD Solok dan anggota-anggotanya, termasuk dari DPRD Bukittinggi, dan perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Mereka semua memberikan sambutan di awal acara. *Kabul Supriyadhie, Teguh Soedarsono, dan Bedjo Untung, Ketua YPKP 65 menjadi narasumber.*


Kabul Supriyadhie menjelaskan secara detail hasil penyelidikan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966.Ada tiga hal yang mendorong Komnas HAM membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Peristiwa 1965-1966.


*Pertama, adanya banyak pengaduan dan dorongan dari korban 65 ke Komnas HAM. *


*Kedua, adanya hasil penyelidikan dari Komnas Perempuan soal kekerasan yang dialami perempuan korban 65. *


*Dan ketiga, adanya pekerjaan yang belum diselesaikan Komnas HAM periode sebelumnya.*

Penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM berdasarkan mandat dari UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Artinya, upaya penyelidikan Komnas HAM dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Pengadilan HAM (Ad Hoc) setelah adanya hasil penyidikan dari Jaksa Agung.

Pengadilan HAM yang dimandatkan UU No. 26 Tahun 2000 berlaku surut (retroaktif). Satu-satunya undang-undang yang memberlakukan mundurnya suatu ketentuan. Oleh karena itu, kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum undang-undang itu disahkan dapat diusut kembali.


Dalam pengusutannya, tidak mudah bagi Komnas HAM. Prosesnya berlangsung lama. Hampir menghabiskan masa jabatan komisionernya, 2008 -- 2012. Selama empat tahun itu para korban 65 sering mendatangi Komnas HAM agar menyelesaikan penyelidikannya yang berpihak bagi keadilan korban.


Atas desakan itu, akhirnya Komnas HAM menyelesaikan penyelidikannya. Komnas HAM menyimpulkan *dua hal. *


*Yakni, pertama*,*terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Berbentuk serangan terhadap penduduk sipil secara meluas dan sistematis.*


Bukti-bukti itu mengarah ke tindak pidana pelanggaran HAM berat, seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lainnya secara sewenang-wenang, penyiksaan, perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.


*Kedua*, *individu dan institusi yang paling bertanggung jawab saat itu adalah aparat negara terutama kalangan militer. Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) adalah institusi militer yang bertanggung jawab. Sedangkan, Panglima Kopkamtib saat itu, Mayjen Soeharto, adalah orang yang bertangggung jawab atas pembunuhan jutaan anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia dan pengikut Soekarno.*


Atas kesimpulan di atas, Kabul Supriyadhie menyatakan ada dua rekomendasi dari Komnas HAM.


Pertama, Jaksa Agung diminta menindaklanjuti hasil penyelidikan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.


Kedua, hasil penyelidikan itu dapat juga diselesaikan melalui mekanisme non yudisial demi terpenuhinya rasa keadilan bagi korban dan keluarganya (KKR). Sesuai dengan ketentuan Pasal 47 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.


Namun, di dalam keberhasilannya menyelidiki Tragedi 65, Komnas Ham menyatakan *ada kelemahan di tubuh lembaganya. Yakni, wewenangnya sebatas penyelidikan yang tergantung lembaga negara lain untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat itu. Salah satunya Jaksa Agung.*


Jaksa Agung sampai saat ini mengabaikan kasus-kasus pelanggaran HAM setelah menerima hasil penyelidikan Komnas HAM. Sehingga, tidak ada satu pun preseden baik dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Kredibilitas hukum Jaksa Agung mesti dipertanyakan.


*Untuk itu, Komnas HAM sendiri mendorong adanya amandemen UU No. 33 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tentang Pengadilan HAM untuk menjadikan fungsi Komnas HAM bukan hanya penyelidikan. Tetapi, juga memiliki wewenang sebagai Penyidik.*


Saat ini, Komnas HAM sudah menyelesaikan draf perubahan UU No. 33 Tahun 1999 Tentang HAM dan UU No. 20 Tentang Pengadilan HAM. Draf itu semoga mendapat respon positif dari anggota dewan.


Karena proses hukum yang panjang, Komnas HAM membuat terobosan dengan membentuk Tim Reparasi. Tim itu bisa dimanfaatkan korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan hak reparasi yang bersifat non yustisi, tidak mesti menunggu hasil penyidikan.

Pada kesempatan itu juga, Teguh Soedarsono, Anggota LPSK, memaparkan upaya non yustisi bagi korban-korban pelanggaran HAM berat. Program itu berupa pelayanan medis dan psikososial yang mendapat dukungan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara.


Menurut Teguh, pelayanan medis dan psikososial itu dapat dimanfaatkan korban 65. LPSK berkomitmen untuk menindaklanjuti secara konkret permohonan korban sampai November mendatang.


Yang sudah dicapai Komnas HAM dalam penyelidikannya, merupakan angin segar untuk melanjutkan perjuangan gerakan korban 65. Di hari depan, tantangan bagi penyelesaian kejahatan terhadap kemanusiaan 1965 semakin sulit. Korban 65 akan dihadapi persoalan hukum dan politik yang kerap tidak memihak Rakyat. Untuk itu, agar semua korban 65 jangan diam.

Hidup korban! Jangan diam! Lawan!

*Demikian siaran YPKP 65.*


* * *


No comments: