Kolom
IBRAHIM
          ISA
Selasa,
        15 April 2014----------------------------
IRIAN
JAYA
          ATAU PAPUA ADALAH INDONESIA . . 
    
Asvi
                  Warman Adam -- KEMBALIKAN IRIAN PADA BANGSA INDONESIA
                  !
Minggu
              lalu aku menerima kiriman artikel yang ditulis oleh
              historikus Asvi
              Warman Adam. Judulnya sungguh menarik dan penting sekali:
              “KEMBALIKAN IRIAN PADA BANGSA INDONESIA!”
Dalam
              tulisannya itu Asvi Warman Adam mengkonfrontasikan dua
              fakta sejarah:
            
    
Yang
                satu: Terjadi pada tanggal 1 Desember 1961.
              Ketika itu 70
              figur politik Papua (yang masih merupakan koloni Belanda)
              mengibarkan
              bendera Bintang Kejora, bersanding dengan bendera
              Merah-Putih-Biru
              (Nederland). Para elite Papua pengikut Belanda menyepakati
              nama Papua
              Barat untuk bangsa mereka. Juga diresmikan 
                  lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”, lambang negara
                  “Burung
                  Mambruk”dan semboyan “Satu rakyat, satu jiwa” (One
                  People, One
                  Soul).
Fakta
                sejarah satunya: Pemerintah
Indonesia
                menganggapnya sebagai percobaan Belanda untuk mendirikan
                negara boneka Papua. Nieuw
                Guinea memang termasuk bagian Hindia Belanda
                  yang status wilayahnya belum selesai
                dengan Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Setelah itu
                dilakukan
                beberapa kali perundingan baik bilateral maupun di PBB,
                namun tidak
                membuahkan  hasil. 
    
Sebagai
                  penolakan pembentukan negara boneka Papua itu,
                (18 hari setelah percobaan Belanda membentuk negara
                boneka Papua) –
               Presiden
                Soekarno
                mencanangkan Trikora (Tri Komando Rakyat)
                di Yogyakarta pada 19
Desember
                1961. Salah satu komando adalah mengibarkan bendera
                Merah
                Putih di Irian Barat. Jadi yang akan direbut dari
                penjajah Belanda
                adalah Irian
                Barat bukan
                Papua.    
Dua
              fakta sejarah yang dikonfrontasikan oleh peneliti senior
              LIPI, Asvi
              Warman Adam. Yaitu percobaan Belanda mendirikan negara
              boneka Papua,
              pada tanggal 1 Desember 1961, dan, – – – – Komando Trikora
              Presiden Sukarno, tanggal 19 Desember 1961, untuk
              mengibarkan bendera
              Merah Putih di Irian Barat. Inilah hakikat konflik
                Indonesia-Belanda setelah perginya Belanda dari
                Indonesia dan
                berdirinya negara Republik Indonesia Serikat.
Konflik
              RI-Nederland ini berakhir dengan dibebaskannya Irian Barat
              melalui
              proses pelaksanaan perjuangan Trikora yang disusul dengan
              penyelesaian lewat PBB. 
    
Bagi
                bangsa ini soalnya mengenai sengketa dengan Belanda
                sekitar Irian
                Barat, telah selesai dengan PEMBEBASAN IRIAN BARAT. 
    
Namun,
                kolonialisme Belanda meninggalkan 'bom waktu' berupa
                persiapan
                dengan sementara figur politik Papua untuk membentuk
                negara boneka
                Papua. 
    
'Bom
              waktu' ini beroperasionil dengan pembentukan dan kegiatan
              OPM yang
              bertujun sama denga pertemuan 70 figur politik Papua
              dengan penguasa
              Belanda di Irian Barat, ketika Irian Barat masih merupakan
              koloni
              Belanda.
* * *    
Aswi
              Warman Adam mengungkap lebih lanjut, mendalami konflik
              yang terjadi
              di Papua dewasa ini. Tulis Asvi:
“Sejak
                tahun 1969 telah dilakukan pembangunan fisik di bumi
                Irian yang
                sayangnya disertai dengan kekerasan dan tidak luput dari
                pelanggaran
                HAM Berat. Ini menjadi memoria
              passionis
                (masa kelam) masyarakat Irian. Oleh sebab itu menurut
                hemat saya
                berbagai pelanggaran HAM
                  Berat yang
                  terjadi di sana sepanjang Orde Baru sampai era
                  Reformasi
                harus diusut tuntas. Kasus pembunuhan Theys Eluai hanya
                mengadili
                pelaku lapangan bukan antor intelektualnya. Komisi
                Kebenaran dan
                Rekonsiliasi Irian perlu pula dibentuk
Aswi
                mengungkapkan: 
    
1
                Januari 2000 Presiden Abdurrachman Wahid mengubah kata
                Irian Jaya dengan Papua. Katanya untuk meredam konflik.
              
    
Penggantian
                  kata tersebut tidak menyelesaikan masalah mendasar. 
    
Persoalan
                  orang Papua yang utama adalah menyangkut sumber daya
                  alam dan
                  kewenangan daerah.
                Otonomi Khusus harus
                dilakukan secara efektif demi kesejahteraan rakyat Irian
                bukan
                elitnya saja. Selanjutnya pemerintah Indonesia tidak
                berdaya menekan
                Freeport agar membangun smelter yang jelas menguntungkan
                dan membuka
                lapangan kerja di daerah. Kebijakan keamanan pun masih
                lemah
Asvi
              selanjutnya menandaskan, bahwa: 
    
“Penggantian
                nama Papua itu menghilangkan sejarah perjuangan merebut
                Irian Barat
                dari penjajah Belanda. Padahal perjuangan itu dapat
              disambungkan
              dengan benih persemaian nasionalisme di bumi Irian melalui
              para
              Digulis sejak tahun 1926/1927. Dalam memperjuangkan
              kemerdekaan
              Indonesia para tokoh Irian juga turut serta, Frans
              Kaisiepo, Martin
              Indhey, Silas Papare dan Abraham Dimara telah diangkat
              menjadi
              pahlawan nasional karena jasa-jasa dan pengorbangan mereka
              untuk
              negara dan bangsa Indonesia. Bahkan ditarik lebih jauh
              lagi, sejarah
              Irian juga berhubungan dengan Tidore sebagaimana
              digambarkan dengan
              bagus dalam disertasi Muridan S Widjojo (alm) tentang
              perjuangan
              Pangeran Nuku  di Universitas Leiden.
* * *
Silakan
              pembaca membaca selengkapnya artikel penting Asvi Warman
              Adam, berikut ini:
Dimuat
              pada Koran Tempo, 10 April 2014
KEMBALIKAN
                IRIAN PADA BANGSA INDONESIA !
                                   Asvi
                Warman Adam
Tanggal
1
                  Desember 1961, 70 figur politik Papua mengibarkan
                  bendera Bintang
                  Kejora (disebut juga Bintang Fajar, Sampari, atau The
                  Morning Star)
                  bersanding dengan bendera Belanda Merah-Putih-Biru.
                  Para elite Papua
                  pengikut Belanda itu juga menyepakati nama Papua Barat
                  untuk bangsa
                  mereka, lagu kebangsaan “Hai Tanahku Papua”, lambang
                  negara
                  “Burung Mambruk”dan semboyan “Satu rakyat, satu jiwa”
                  (One
                  People, One Soul).
Peristiwa
ini
                dipandang
                pemerintah
                Indonesia
                sebagai percobaan untuk membuat negara boneka Papua oleh
                pihak
                Belanda. Nieuw
                Guinea memang termasuk bagian Hindia Belanda
                  yang status wilayahnya belum selesai
                dengan Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Setelah itu
                dilakukan
                beberapa kali perundingan baik bilateral maupun di PBB,
                namun tidak
                membuahkan  hasil. 
    
Sebagai
                penolakan terhadap pembentukan negara boneka Papua itu Presiden
Soekarno
              mencanangkan Trikora (tri komando rakyat)
              di Yogyakarta pada 19 Desember
              1961.
              Tanggal 19 Desember dipilih untuk mengingatkan tanggal
              agresi militer
              Belanda ke ibukota Yogyakarta tahun 1948. Salah satu
              komando adalah
              mengibarkan bendera Merah Putih di Irian Barat. Jadi yang
              akan
              direbut dari penjajah Belanda adalah Irian
Barat
              bukan Papua.    
Nama
                Irian (ada pula yang mengeja Iryan) diusulkan Frans
                Kaisiepo (sumber
                lain menyebutkan sepupunya Marcus Kaisiepo) dalam
                Konferensi Malino
                tahun 1946. Dalam bahasa Biak kata Irian berarti “negeri
                yang panas
                hawanya” atau juga “mentari yang menghalau kabut”. Ini
                bermula
                dari kisah nelayan Biak yang naik sampan menuju menuju
                Pulau Besar
                (daratan Papua). Jika melihat sebersit sinar mentari
                pagi, mereka
                berteriak “Irian”, artinya mentari akan menghalau kabut
                dan
                harapan mencapai pulau besar akan tercapai.
              Kaisiepo
                menegaskan dia
                tidak sudi lagi disebut "Papua",
                karena nama itu di Nieuw Guinea identik dengan "bodoh,
                malas,
                kotor".   
Residen
                Van Eechoud tidak senang dengan usulan Kaisiepo tadi.
                Tapi apa lacur?
                Jawatan Penerangan Belanda (RVD) di Batavia di mana
                bekerja J.H.
                Ritman mantan Pemred Bataviaasch
                  Niuesblad dan H. Van
                Goudoever mantan
                Pemred De Locomotif
                sudah terlanjur menggunakan nama Irian. Bahkan
              di tengah
              masyarakat Biak beredar
              ungkapan bahwa
               Irian ialah singkatan dari "Ikut 
                Republik Indonesia Anti-Nederland." Kelak Presiden
                Soekarno juga
                menggunakan sebutan Irian. 
    
Setelah
                Trikora diumumkan, segera dibentuk Komando Mandala yang
                dipimpin
                Soeharto. Infiltrasi dilakukan oleh tentara Indonesia.
                Jos Sudarso
                gugur dalam pertempuran di laut Arafuru. Sementara itu
                di sisi lain,
                diplomasi Indonesia sangat menentukan. Soekarno
                melakukan perundingan
                dengan Presiden Amerika Serikat JF Kennedy. Menteri Luar
                Negeri
                Soebandrio berpidato di PBB.  A.H.Nasution bermanuver
                dengan
                rencana pembelian senjata kepada Uni Soviet. Akhirnya AS
                mendukung
                Indonesia dan memojokkan Belanda. Irian Barat kembali ke
                pangkuan Ibu
                Pertiwi 1 Mei 1963 dan tahun 1969 dilakukan Pepera
                (Penentuan
                Pendapat Rakyat) yang walaupun dilakukan tidak dengan
                sistem one
                  man one vote, sudah
                diakui sah oleh
                PBB.
Sejak
              tahun 1969 telah dilakukan pembangunan fisik di bumi Irian
              yang
              sayangnya disertai dengan kekerasan dan tidak luput dari
              pelanggaran
              HAM Berat. Ini menjadi memoria passionis
              (masa kelam)
              masyarakat Irian. Oleh sebab itu menurut hemat saya
              berbagai
              pelanggaran HAM Berat yang terjadi di sana sepanjang
                Orde Baru
                sampai era Reformasi harus diusut tuntas. Kasus
              pembunuhan Theys
              Eluai hanya mengadili pelaku lapangan bukan antor
              intelektualnya.
              Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Irian perlu pula
              dibentuk. 
Tanggal
              1 Januari 2000 Presiden Abdurrachman Wahid menyampaikan
              bahwa kata
              Irian Jaya diganti dengan Papua. Ini katanya untuk meredam
              konflik.
              Menurut hemat saya penggantian kata tersebut tidak
              menyelesaikan
              masalah mendasar. Persoalan orang Papua yang utama adalah
              menyangkut
              sumber daya alam dan kewenangan daerah. Otonomi Khusus
              harus
              dilakukan secara efektif demi kesejahteraan rakyat Irian
              bukan
              elitnya saja. Dewasa ini pemekaran kabupaten dan kota yang
              sudah
              berjumlah 33 buah ini di Irian lebih banyak menjadi
              masalah ketimbang
              solusi. Sementara itu pemerintah Indonesia tidak berdaya
              menekan
              Freeport agar membangun smelter yang jelas menguntungkan
              dan membuka
              lapangan kerja di daerah. Kebijakan keamanan pun masih
              lemah.
Penggantian
              nama Papua itu menghilangkan sejarah perjuangan merebut
              Irian Barat
              dari penjajah Belanda. Padahal perjuangan itu dapat
              disambungkan
              dengan benih persemaian nasionalisme di bumi Irian melalui
              para
              Digulis sejak tahun 1926/1927. Dalam memperjuangkan
              kemerdekaan
              Indonesia para tokoh Irian juga turut serta, Frans
              Kaisiepo, Martin
              Indhey, Silas Papare dan Abraham Dimara telah diangkat
              menjadi
              pahlawan nasional karena jasa-jasa dan pengorbangan mereka
              untuk
              negara dan bangsa Indonesia. Bahkan ditarik lebih jauh
              lagi, sejarah
              Irian juga berhubungan dengan Tidore sebagaimana
              digambarkan dengan
              bagus dalam disertasi Muridan S Widjojo (alm) tentang
              perjuangan
              Pangeran Nuku  di Universitas Leiden.  
Gus
              Dur tidak mengeluarkan Keputusan Presiden, namun
              penggantian nama
              tersebut terdapat dalam Undang-Undang no 21 tahun 2001
              tentang
              Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua. Tergantung kepada
              parlemen yang
              baru dipilih 9 April 2014 untuk merevisi Undang-Undang
              tentang
              Otonomis Khusus sehingga Papua kembali menjadi Irian. (Dr
              Asvi Warman
              Adam, sejarawan LIPI) 
    
Demikian
              selengkapnya artikel Asvi Warman Adam.
* * *
Untuk
              menambah bahan sejarah selanjutnya sekitar IRIAN BARAT,
              atau PAPUA,
              baik kiranya membaca buku tulisan Koesalah Subagyo
                Toer,
              berjudul:
KRONIK
                IRIAN BARAT (Abad-abad Pertama Masehi Sampai 1965).
              Penerbit
              Teplok Pres, 2011. 
    
Penerbit
              a.l berkomentar sbb:
“Buku
                ini sangat berharga bagi siapapun yang ingin membangun
                pemahaman
                sosiologis-historis tentang Irian Barat. Penyusun kronik
                tentang
                Irian Barat oleh pemerhati budaya kawakan Koesalah
                Subagyo Toer ini
                sangat kaya akan informasi dari sumber-sumber tidak
                terduga dan
                jarang dipublikasikan karena semangat keberfihakannya. “
* * *
.

No comments:
Post a Comment