Saturday, April 26, 2014

"Komnas HAM, Keluarkan Daftar Capres dan Caleg Penjahat Kemanusiaan”

Kolom IBRAHIM ISA
Rabu, 23 April 2014

"Komnas HAM, Keluarkan Daftar Capres dan Caleg Penjahat Kemanusiaan”


* * *


Berbeda-beda dan bervariasi ketika seorang jurnalis membuat 'heading' –- kepala berita yang diturunkannya. Jelas tujuan kepala berita itu dimaksudkan sebagai 'surprise' dan lebih-lebih sebagai 'breaking news'. Wartawan Kompas.com, 12 Jan, 2013, misalnya menulis kepala berita, sbb:

Komnas HAM, Keluarkan Daftar Capres dan Caleg Penjahat Kemanusiaan”.

Dibaca dengan kecepatan biasa, pasti timbul kesan, “Heibat ! --- KomnasHam mulai 'unjuk-gigi' sebagai lembaga pembela hukum. Akan mengeluarkan semacam 'daftar hitam', yang memuat nama-nama para capres dan caleg, pelaku kejahatan kemanusiaan.

Sejenak kemudian, setelah dibaca terus, orang jadi kecewa dan mésem meringis – nyatanya berita itu sekadar 'sebuah saran' oleh Haris Ashar, kordinator KONTRAS- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan. Ia menyatakan Komnas HAM harus mengeluarkan daftar capres dan caleg yang termasuk penjahat kemanusiaan. Hal itu bertujuan agar Komisi Pemilihan Umum selektif dalam meloloskan capres dari parpol tertentu.”

Jelas Ashar selanjutnya, “Komnas HAM harus mengeluarkan daftar capres dan caleg yang termasuk penjahat kemanusiaan. Hal itu bertujuan agar Komisi Pemilihan Umum selektif dalam meloloskan capres dari parpol tertentu.”

. . . . daftar itu berguna agar politisi busuk tidak dapat mencalonkan dirinya lagi pada Pemilu 2014. Komnas HAM memiliki kewenangan untuk merinci daftar politikus yang pernah melanggar HAM. Pelanggaran HAM tersebut, tidak hanya sebatas kejahatan militeristik, namun juga korporasi.



"Bayangkan kalau setengah direksi Lapindo mencalegkan diri. Implikasinya akan sampai menghambat demokrasi. Selain itu, akan memuluskan rezim totalitarian di Indonesia,"


Masih dalam rangka saran Ashar:
. . . beberapa capres dari kalangan militer akan terganjal oleh hal ini. Salah satu contohnya adalah capres dari Gerindra, Prabowo Subianto, yang mendalangi penculikan aktivis 97/98 dan kerusuhan Mei 98.
Selain Prabowo, nama capres dari Hanura yaitu Wiranto tidak dapat dilepaskan dari pelanggaran HAM berat. Wiranto, menurutnya, bertanggung jawab atas peristiwa Semanggi I dan II, dan Timor Leste.



Selain itu, capres dari Golkar yaitu Aburizal Bakrie atau Ical juga tidak dapat dilepaskan dari pelanggaran HAM. Ical, menurutnya, bertanggung jawab atas luapan lumpur Lapindo. "Kalau rezimnya berubah buruk, Komnas HAM makin sulit. Makin mentok, keluarkan mandat," demikian Haris Azhar mengkahiri sarannya.

* * *

Saran Kordinator “Kontras”, disampaikan lebih setahun yang lalu. Entah bagaimana respons KomnasHam, tidak jelas.

Tetapi betapapun, . . saran tsb adalah sebuah saran yang bagus. Seyogianya di 'follow-upkan'. Diperjuangkan terus agar saran tsb menjadi kenyataan.

* * *

Meskipun, KomnasHam, tampaknya hingga kini, belum mengeluarkan sebuah 'daftar hitam' pelaku kejahataan kemanusiaan, sudah terbaca sebuh berita situs SOEDOET PANDANG, tentang KESAKSIAN SUMITRO TENTANG PRABOWO. Tulisan itu Dicuplik dari buku Aristides Katoppo, dkk., Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (Jakarta: Sinar Harapan, 2000), Bab 46, dengan judul asli “Soal Prabowo”.

Isinya sebuah pembelaan dari sang bapak (Soemitro Djojohadikusumo), untuk 'membersihkan'nama puteranya, Prabowo Subianto.

* * *

Lalu, ada lagi yang bisa dikatagorikan sebagai 'breaking news”, “gebrakan”. Seorang mantan Laksda (AL), yang biasa menangani masalah intel TNI, tiba-tiba muncul dengan suatu IDE . . (sesungguhnya bukan ide baru).

Laksda (Purn) TNI Soleman B, Ponto, menyatakan, . . . . bila keadaan sesudah pemilihan caleg dan capres 2014, menjadi kacau, maka “TNI dapat melakukan kudeta . .. (yang kata sang mantan Laksda) kudeta konstitusional”. Muncullah istilah baru . . . 'kudeta konstitusional'. Katanya seperti yang terjadi di Mesir. Kok mudah sekali mengambil contoh dari Mesir??

Memang, -- – – tokoh-tokoh militer yang haus kekuasaan, pandai menemukan macam-macam istilah dan dalih seperti 'kudeta konstitusional', untuk membenarkan dan melaksanakan rencana perebutan kekuasaan pemerintah dan negara? Bukankah proses berdirinya rezim militer Orde Baru, merupakan pengalaman pahit berdarah yang diderita bangsa ini? Sekali militer mengangkangi kekuasan negara, maka yang pertama mereka lakukan, ialah meniptakan syarat untuk berlangsung terusnya kekuasaan yang diperolehnya melalui kudeta itu. Ini pengalaman sejarah bangsa.

* * *

Bila media cetak dan elektronik bertindak sesuai dengan saran Ashar, alangkah baiknya:



Menyusun sebuah 'daftar-hitam' mengenai para capres dan caleg yang terlibat dengan kehajahatan kemanusiaan. Akan merupakan pendidikan politik langsung dan berguna bagi pemilih, bagi seluruh masyarakat.

* * *



No comments: