Tuesday, December 10, 2013

Masaalah "PERIODE BERSIAP" (1945-1946) Dalam Dialog Interaktif Di “Facebook”

Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 08 Desember 2013
----------------------------------


Masaalah "PERIODE BERSIAP" (1945-1946)
Dalam Dialog Interaktif Di “Facebook”


* * *


Hari Selasa, 03 Desember, 2013, y.l. Dr Abdul Wahid, menyampaikan sebuah makalah dalam sebuah seminar yang diorganisir oleh -- “Leiden Southeast Asia Seminar -- berjudul:

Bersiap and Violence in Indonesia's Revolusionary Period, 1945-1949: A Historiographical review.

* * *

Dalam kolomnya tertanggal 05 Desember 2013, Ibrahim Isa, menulis kesannya mengenai seminar tsb. Respons difokuskan pada masalah Periode BERSIAP, dengan berjudul

Masa “BERSIAP” REVOLUSI KEMERDEKAAN – Kok DIBILANG “GENOSIDA” !!

Kutipan relevan di muat di bawah ini. Kolom Ibrahim Isa mendapat tanggapan Dr Hoesien Rushdy (lihat teks lengkap di bawah). Atas respons Dr Hoesein Roesdhy, Ibrahim Isa memberikan tanggapannya. Terjadilah suatu diskusi interaktif . Yang dimuat di “electronic mail” dan di Facebook.

* * *

    Dr Hoesein Roeshdy
    6-12-2013 0:33:

Yth Pak Ibrahim Isa

Terima kasih atas kiriman artikel ini. Saya bersyukur adanya studi ini, dalam rangka untuk keseimbangan studi lain tentang kejahatan perang Belanda di Indonesia, seperti Rawagede dan Peristiwa Westerling di Sulawesi Selatan.

Kejadian Masa Bersiap memang adalah peristiwa yang tidak banyak dikenal di Indonesia. Padahal sebenarnya banyak sekali dan tidak terbantahkan. Sejumlah orang telah bercerita banyak soal ini. Salah satu paman misan (sepupu ayah saya) seorang perwira TNI, bercerita cukup rinci. Dia (pangkat terakhir Kapten) bersaksi dan ikut melakukan tindakan yang tidak manusiawi itu terhadap orang-orang Belanda dan Indo di sekitar Jakarta. Akibat tindakan anak-anak muda ini mereka melarikan diri saat sekutu tiba dan ikut bergerilya diluar kota.

Apa sebab terjadi peristiwa-peristiwa itu ?

Soalnya salah satunya, inilah agitasi yang disampaikan pihak Jepang 1942-1945 yang masuk dalam fikiran anak-anak muda saat itu. Selain itu sistim Apartheid  seperti di Afrika selatan juga sama terjadi di Indonesia sebelum perang. Alhasil dendam lama ditambah dengan kampanye Jepang adalah mungkin salah satu yang menonjol  dan bergelora menjadi emosi dan tindakan yang tidak bisa dikontrol.

Alasan NICA menjadi jelas untuk mempersenjatai kaumnya.

Bung Sjahrir membuat kebijakan untuk mengosongkan kota Jakarta dari pihak bersenjata pejuang Indonesia, pada pertengahan November 1945. Ini merupakan tindakan pemerintah RI yang jitu sehingga bisa memutuskan mata rantai konflik senjata yang berkepanjangan di Jakarta. Dan dimulainya urusan-urusan diplomasi. Hal yang cukup penting dilihat dari kacamata psikologi sosial, ada kesan dan persepsi yang tidak standar dari kedua belah pihak yang berkonflik. Pihak Belanda membawa panji pembebasan, sedangkan Indonesia menekankan soal kemerdekaan.

Disini terlihat kalau tidak jelas siapa lawan dan kawan. Dan semua itu mengalir sampai saat ini. Soal proses pembangunan Museum Macarthur di Morotai-pun jadi dilematsis. Kalau dilihat periodenya (1944-1945), mana mungkin Bung Karno menerima keberadaan tentara asing di Indonesia timur, padahal beliau sedang dalam berapi-apinya menyuarakan "Amerika kita setrika dan Inggris kita linggis"? Tentu saja Macarthur punya maksud dan tujuan lain. Apa mungkin bagi mereka yang tidak menyadari sejarah akan ikut banggga akan operasi Frog Leap ? 

Jadi bagaimana mencitrakan sikap Bung Karno selaku pemimpin Indonesia saat itu ? Masa bersiap sebagai peristiwa sejarah harus dikupas dan dimaknai sebagai hal baru, bukan saja sebagai bahan menarik dalam khazanah historiografi kedua bangsa, lebih dari itu esensinya untuk secepat mungkin menghilangkan aral melintang hubungan kedua negara ?

Apa kata orang kalau saat ini masih ada yang membuat pencitraan kalau Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda itu dimasa lalu tidak berperi kemanusiaan......?

* * *

IBRAHIM ISA:

Pak Hoesein Rushdy y.b., --
Terima kasih atas perhatian dan responsnya.
Kiranya jalan terbaik untuk memperoleh pemahaman dan saling pengertian yang paling mendekati hal-hal yang benar-benar  terjadi dalam sejarah dua bangsa: Indonesia dan Belanda . . . khususnya semasa periode perang kemerdekaan 1945-1949. . . . adalah

DISETUJUINYA SARAN 3 LEMBAGA PENELITIAN BELANDA, ANTAR LAIN NIOD,
DIBENTUKNYA STUDI BERSAMA INDONESIA-BELANDA terdiri dari para sejarawan
dan lain fihak bersangkutan .... untuk bersama-sama menangani masalah studi dan
pencatatan sejarah dua negeri dan dua bangsa.

Baik pemerintah Indonesia maupun Belanda agar didesak terus untuk mempertimbangkan
dan melaksanakanya.

Di lain fihak kalangan ilmuwan, khususnya sejrawannya, tidak perlu menunggu sikap
pemerintah masing-masing, tapi segera mulai dengan kontak-kontak dan merencanakan program/proyek studi bersama. JANGAN DITUNDA-TUNDA LAGI . . .

* * *

Masa “BERSIAP” REVOLUSI KEMERDEKAAN
Kok DIBILANG “GENOSIDA” !!
Kemis, 05 Desember 2013>

Beberapa utipan:
. . . . Kami menghadiri seminar di bawah judul ---
Leiden Southeast Asia Seminar -- Bersiap and Violence in Indonesia's Revolusionary Period, 1945-1949: A Historiographical review, By Abdul Wahid.

* * *

Pengundang menjelaskan tertulis sbb: Dr Abdul Wahid (visiting fellow at KITLV):(Aslinya bhs Inggris): Bahasa Indonesianya , kira-kira sbb:

Tahun-tahun diantara 1945-1949 merupakan salah satu dari periode kekerasan dalam sejarah modern Indonesia. Di sepanjang periode ini, berbagai bentuk kekerasan seketika meletus, di banyak bagian negeri menyertai runtuhnya kekuasaan militer Jepang, deklarasi kemerdekaan dan percobaan-percobaan oleh fihak Belanda untuk memulihkan pemerintahan kolonial yang lampau. Aneh sekali, kemahakuasaan kekerasan di sepanjang periode itu, telah dilupakan dalam literatur 1960-1990, sedangkan kebanyakan studi ilmiah mengarah ke penekanan arti penting aspek sosial-politik dari 'revolusi nasional atau revolusi sosial'.

Hanya pada dasawarsa pertama tahun 2000-an muncul usaha ilmiah yang secara serius melakukan penelitian tentang aksi-aksi kekerasan selama periode itu. Salah satu dari isu yang diperdebatkan adalah kekerasan yang terjadi terhadap ribuan orang-orang Belanda dan Indo (Eurasians) yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia, mulai bulan September 1945 sampai kira-kira bulan Mei 1946, di berbagai tempat di Jawa dan Sumatra. Periode itu dinamakan, Masa-Bersiap”. Episode kekerasan khusus ini menjadi salah satu dari titik perbedaan pendapat yang krusial dalam historiografi konflik Belanda-Indonesia tahun 1945-1949.

Di fihak historiografi Belanda terdapat banyak diskusi mengenai masalah ini, namun, di historiografi Indonesia – karena didominasi oleh pandangan-pandangan nasionalis-- terdapat kebisuan menyeluruh. Seolah-olah (peristiwa itu) tidak pernah terjadi.

Makalah (Abdul Wahid) ini, menelaah kembali publikasi di masa belakangan ini mengenai kekerasan masa Bersiap. Ia meneliti perspektif historis baru mengenai periode Bersiap dalam konteks internasional, dan bertanya bagaimana pengaruhnya terhadap promosi pendekatan yang lebih kritis terhadap studi revolusi Indonesia, khususnya bagi sejarawan-sejarawan Indonesia.
Sampai di situ pengantar tertulis yang diberikan oleh pengundang: KITLV, Leiden.

* * *

Tiba pada acara tanya-jawab, aku dapat kesempatan untuk bicara dua menit, memberikan respons terhadap masalah yang dibicarakan.

KEKERASAN DALAM “PERISTIWA MADIUN”

Kepada Abdul Wahid kusarankan, pertama-tama agar, -- ketika membicarakan masalah kekerasan selama periode revoluioner Indonesia 1945/1949, seyogianya makalahnya --- juga dengan tegas menyebut kekerasan yang dilakukan negara terhadap 11 tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan, termasuk mantan PM Republik Indonesia, Mr. Amir Syarifuddin, yang dieksekusi di Ngalihan tanpa proses pengadilan ---- atas perintah Kolonel Gatot Subroto yang beroperasi di bawah PM Hatta ketika itu. Mereka dituduh melakukan pemberontakan terhadap negara RI, dalam peristiwa Madiun (1948).

Para sejarawan Indonssia agar memberikan perhatian serius terhadap kekerasan yang terjadi dalam Peristiwa Madiun terhadap tokoh-tokoh yang dituduh atau dicurigai berpandangan Kiri dalam TNI, parpol dan ormas, dan terhadap tuduhan pemberontakan yang dilakukan terhadap terdakwa.

* * *

Mempersoalkan masalah yang oleh fihak Belanda disebut sebagai BERSIAP PERIODE, dengan suara keras aku berkata di muka forum:

The Bersiap Periode is a most beautiful period . . . It is a time of revolution for Indonesian fihgters for national independence. . . . MASA `BERSIAP` BAGI PEJUANG-PEJUANG KEMERDEKAAN Adalah Masa Revolusioner Yang Indah!

Sebagai anak-muda ketika itu saya ambil bagian langsung dalam Revolusi Kemerdekaan, di Jakarta. Masih tersimpan rapi dalam memori seruan: . . . SIAAAAAPPPP . . . .!!! Seruan SIAP itu adalah seruan siap-siaga melawan setiap musuh kemerdekaan yang hendak menghancurkan Republik Indonesia. Aku sarankan kepada Abdul Wahid, untuk lebih banyak menyuarakan perasaan, semangat dan jiwa kaum pejuang kemerdekaan Indonesia . . . .

* * *

Ini kesaksian dan keterlibatan pribadi . . . . Seruan “ S I A A A P . . . “ adalah seruan untuk bangkit berlawan. Ini apa yang terjadi di Jakarta ketika itu . . . . .Tidak ada hubungan samasekali dengan pembunuhan terhadap orang-orang Belanda, Indo, golongan minoritas, atau etnis Tionghoa. Karena yang saya alami di Jakarta periode itu, adalah konfrontasi kita dengan tentara Jepang . . . Kami berrencana merebut senjata api dari Jepang. Dan yang kusaksikan sendiri yang dibantai pemuda pada suatu malam adalah orang militer Jepang. . .. Inggris belum tampak di Jakarta.Tentara Nica bikinan Van Mook juga belum beraksi.

Samasekali tidak benar tulisan wartawan Amerika William H Frederick (dikatakan orang yang “mengenal” Indonesia), yang menggambarkan bahwa 'apa yang terjadi ketika itu adalah suatu “genosida”, suatu perang yang dilupakan.' (de Volkskrant, 19 Nov 2013).

* * *

Jurnalis Belanda Lidy Nicolasen, menulis di “de Volkskrant”, (19/11,'13) bahwa peneliti Belanda, Max van der Werff, -- bersama peduli sejarah Ady Setyawan, menyimpulkan bahwa yang utama adalah melakukan studi atas keterlibatan Belanda di Indonesia. Mereka tidak mengadakan penelitian atas pertumpahan darah yang dilakukan oleh fihak Indonesia yang terjadi di masa yang dikatakan “Bersiap periode”.

Van de Werff menulis: “Fihak militer (Belanda) selalu menggunakan periode itu, sebagai cawat (schaamlap) untuk menutupi kejahatan-perang mereka sendiri. Yang terjadi adalah suatu perang-sipil. Nederland merupakan suatu kerajaan dunia yang sedang runtuh. Dalam suasana kebérangan (razernij) semua yang mengadakan kerjasama dengan kaum penindas, dibunuh. Saya tidak hendak meréméhkan, tetapi mengapa mereka begitu dibenci? Kaum Indo adalah minyak pelumas (smeerolie) dari mesin-penindas orang-orang berkulit Putih.”

Kata Max van der Werrf: Harus dibuat “Excessennota baru, yang memuat semua kejahatan perang yang dilakukan Belanda di masa perang kolonial di Hindia-Belanda. Dokumen tsb harus selesai dalam dua tahun pada saat Indonesia merayakan Ultah Ke70 Kemerdekaannya.
Lidy Nicolassen mengkahiri tulisannya dengan komentar sbb: Tiga lembaga peneliti, antara lain NIOD, tahun lalu mengusulkan untuk melakukan penelitian besar-besaran atas perang kolonial (di Indonesia). Tetapi pemerintah Belanda menolak saran ini.

. . . fihak non-pemerintah dari kedua negeri bisa melakukannya? Misalnya proyek studi bersama (sejarah) antar universitas atau lembaga peneliti serupa. . .? Semoga!

* * *

No comments: