Sunday, March 30, 2014

ENAM PULUH TAHUN SEHIDUP-SEMATI PATUTLAH BERSYUKUR!

Kolom IBRAHIM ISA
Sabtu, 22 Maret 2014
----------------------------

ENAM PULUH TAHUN SEHIDUP-SEMATI
PATUTLAH BERSYUKUR!

* * *

Beberapa hari yang lalu kukatakan kepada Murti:

Eh, . . . . 22 Maret tahun ini, genap 50 tahun perkawinan kita”. Murti segera berreakasi: “Ah, bagaimana . . . bukan limapuluh. Sudah enampuluh tahun!! Betul! Perkawinan kami berlangsung pada 22 Maret 1954.

|Kami tidak biasa mengadakan peringatan khusus pada ulangtahun perkawinan. Bukan kebiasaan kami. Tapi putri-putri kami ingat terus. Ayah, kata mereka, ulangtahun perkawinan yad 'kan yang ke- enampuluh! Akan bikin acara apa? Ah, tidak akan bikin acara khusus. Kami biasa pada hari 22 Maret itu pergi “makan diluar”.

Malam ini putri kami dari Jerman bersama suami dan putra-putranya akan datang, sambil “noto” rumah putranya. Putra sulungnya baru teken-kontrak rumah-sewa di Den Haag. Ia harus pindah ke Den Haag, karena kantor tempat ia kerja di “Crowd Roaming” pindah ke Den Haag.

Paling-paling kami akan minum-minum kopi, “koffie uurtje” kata orang Belanda, dan makan sedikit “hapjes”, panganan . .

* * *

Kutanyakan kepada Murti: Apa kesanmu kita sudah 60 tahun bersuami-istri? Murti berfikir sejenak. Ia menjawab:

LIEF EN LEED SAMEN GEDEELD” .
Indonesianya “Dalam Masa Senang dan Dalam Kesulitan Dilakoni Bersama”. Singkatnya,

SEHIDUP SEMATI”

Memang sering-sering Murti lebih mudah menyatakan fikirannya dalam bahasa |Belanda. Di keluarga mereka dulu bahasa sehari-harinya, bahasa Belanda!! Ya, begitulah keadaannya di zaman kolonial.

SEHIDUP SEMATI, Lief en Leed Samen Gedeeld”. Ungkapan itu dinyatakan dalam satu kalimat saja. Namun, isinya adalah “masa suka dan duka” selama 60 tahun. Sungguh suatu kebahagiaan bagi keluarga yang bisa terus mempertahankan LIEF EN LEED SAMEN GEDEELD. Patutlah kami bersyukur!

* * *

Sejak bocah, aku dididik menurut ajaran ISLAM. Pendidikan itu berlangsung di rumah dan di sekolah. Termasuk madrasah. Kesan yang paling mendalam dari pendidikan agama itu adalah SUPAYA BISA MEMBEDAKAN MANA YANG BENAR DAN MANA YANG SALAH. Kelanjutannya tentu MENGHINDARI YANG SALAH DAN MEMPERTAHANKAN YANG BENAR .

Bila ingin lebih banyak tahu tentang kehidupan keluarga kami, bisa dibaca buku yang kuterbitkan tahun ini,”KABAR DARI SEBERANG, Memoar Ibrahim Isa”. Dengan Pengantar Bonnie Triyana. Penerbit Historia Publisher, 2013.

* * *

Mengenang pengalaman hidup kami bersuami-istri, kupesankan pada putri-putri serta para suami mereka, dan cucu-cucu kami: CURAHKAN PERHATIAN SEBESAR-BESARNYA MEMBANGUN KEHIDUPAN KELUARGA YANG HARMONIS. Keluarga yang harmonis adalah pilar kehidupan masyarakat yang sehat.

Dan . . . selalu mempertimbangkan matang-matang keputusan yang akan diambil . . . . setelah mendengar banyak pendapat orang lain. Kemudian mengambil keputusan dalam kehidupan atas pertimbangan fikiran sendiri yang bebas dan atas tanggung-jawab sendiri.

* * *

Ini bukan kuliah . . kataku pada putri-putri dan cucu-cucu kami serta suami mereka. . . SEKADAR PENGALAMAN HIDUP SEBAGAI SUAMI ISTRI .

* * *

No comments: