Saturday, March 15, 2014

KAUM EKSIL INDONESIA MEMPERTAHANKAN PERJUANGAN DEMI REFORMASI, DEMOKRASI DAN HAM DI INDONESIA

Kolom IBRAHIM ISA
Minggu, 09 Maret 2014
------------------------------


KAUM EKSIL INDONESIA MEMPERTAHANKAN PERJUANGAN DEMI REFORMASI, DEMOKRASI DAN HAM DI INDONESIA

* * *

Tulisan penulis Singapura, May Swan, disiarkan di media internet hari ini, berjudul “SURAT UNTUK TEMAN "EXILE", membawa fikiranku ke sistuasi lebih setengah abad yang lalu . . ketika paspor kami dinyatakan tidak berlaku lagi oleh penguasa di JAKARTA (Januari 1966) . . Pasalnya . . . . kami dituduh AGEN G30S DI LUAR NEGERI . . MENJELEK-JELEKKAN INDONESIA DI LUAR NEGERI . . serta melakukan subversi ...

Foto ku dimuat di koran Angkatan Bersenjata dan s.k. Berita Yuda, dengan huruf-huruf besar dibawahnya: GANTUNG IBRAHIM ISA ... Penguasa militer di Jakarta ketika itu amat marah dan geram – Alasan yang sesungguhnya karena kami Delegasi Indonesia ke Konferensi Solidaritas Rakyat-Rakyat Asia-Afrika-Amerika Latin (OSPAAL), di Havana (Januari, 1966) . .berhasil menggagalkan usaha penguasa militer di Jakarta menghadirkan orang-orangnya di Konferensi Trikontinental tsb, sebagai wakil Indonesia yang diketuai oleh seorang jendral, Brigjen Latief Hendranigrat. Komite Persiapan  Trikontinental mengambil keputusan yang benar, . . .Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Ibrahim Isa, delegasi itulah yang diakui dan diterima sebagai wakil rakyat Indonesia yang sesungguhnya. Delegasi Brigjen Latif ditolak.

Selanjutna Ketua Delegasi Indonesia dalam Konferensi Trikontinental, Havana, berpidato di muka kurang lebih 1000 hadirin yang terdiri dari para delegasi organisasi pejuang kemerdekaan anti kolonialisme, neo-kokonialisme dan imperialisme, para undangan, peninjau dan wartawan internasional. Ia mengungkapkan APA YANG SESUNGGUHNYA TERJADI DI INDONESIA. Yaitu naik panggungnya  suatu kekuasaan militer di bawah jendral Suharto yang mulai menggerowoti Presiden Sukarno, serta melakukan kampanye pembasmian golongan Kiri dan pendukung Presidn Sukarno.

PENGUNGKAPAN SITUASI INDONESIA, dimana fihak militer Indonesia memulai suatu kampanya pemusnahan kekuatan KIRI INDONESIA,  . . INILAH yang menyebabkan kami di tuduh agen G30S dan melakukan subversi, menjelek-jelekkan nama Indonesia di luar negeri
. . .

* * *

Dalam suatu program Ranesi Radio Nederland Wereldomroep, berkenaan
dengan situasi Indonesia saat-saat itu. wartawan Juliani Wahjana dari Radio Nederland mewawancarai Ibrahim Isa,

Juliani Wahjana, kemudian membuat tulisan di bawah ini, yang disiarkan dalam penerbitan RANESI - Radio Nederland, 29 September, 2011.

* * *

Ibrahim Isa: Hidupku Jungkir Balik Akibat G30S

Diterbitkan : 29 September 2011 - Oleh JULIANI WAHJANA
Diarsip dalam: RNW - INDONESIA -- Radio Nederland Wereldomroep, INDONESIA. RANESI) 

Peristiwa 30 September 1965 terjadi 46 tahun lalu. Bisa dibilang lama bagi yang tidak mengalaminya. Tapi bagi mereka yang terlibat langsung, peristiwa itu, ibarat kejadian kemarin saja.

Walaupun sudah 46 tahun berlalu dan belakangan terdapat upaya untuk mengungkap apa yang terjadi pada waktu itu, tapi kebenaran belum seluruhnya muncul ke permukaan.

Warisan beban masa lalu dari peristiwa G30S, harus suatu saat dituntaskan, semakin cepat semakin baik. Penting, bukan saja bagi mereka yang terlibat langsung serta anak-cucu mereka yang sampai sekarang masih menyandang dampaknya, tapi juga bagi generasi-generasi seterusnya, supaya mereka tidak perlu lagi menyandang beban ini.

Ibrahim Isa, 81 tahun, menyebut diri sebagai nasionalis Indonesia dan bermukim di Belanda, adalah satu dari sekian banyak anak manusia yang jalan hidupnya berubah drastis akibat peristiwa G30S itu.
Ibrahim Isa: "Getir. Karena paspor saya dicabut, dibatalkan. Pada permulaan Januari 1966, di Havana (ibukota Kuba, Red) berlangsung konferensi internasional untuk rakyat bangsa-bangsa Amerika Latin. Konferensi penting yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi termasuk organisasi kami di Kairo, di mana saya duduk sebagai wakil Indonesia. Jadi saya ambil bagian aktif dalam konferensi ini."

Ia melanjutkan, "Ketika saya ada di Jakarta pada bulan Oktober (1965, Red), saya lihat keadaan jungkir balik di Indonesia. Saya sudah perhitungkan pasti dari Indonesia tidak akan mengirimkan delegasi sebab ini delegasi rakyat. Gerakan ini di Indonesia isinya banyak orang kiri dan sudah banyak yang ditangkap dan hilang."

Bentuk delegasi Ketika tiba di Havana, Desember 65, Ibrahim Isa menjelaskan pada panitia organisasi bahwa di Indonesia terjadi pergolakan, sehingga tidak akan mampu mengirim orang ke Havana. "Terus panitia mengatakan, kalau begitu Bung Isa saja yang mewakili karena Bung mewakili Indonesia di Kairo untuk Gerakan Asia-Afrika. Saya jawab, saya tidak bisa sendiri, mesti bersama-sama dengan yang lain."

Kebetulan banyak teman lain yang ada di luar negeri. Ibrahim Isa meminta mereka, akhirnya ada tujuh atau delapan orang membentuk delegasi Indonesia.

Dua Delegasi
Tiba-tiba datang delegasi dari Indonesia, diketuai Brigjen Latief Hendraningrat. "Saya lihat komposisi delegasi ini, ketuanya jenderal, salah satu orang terpenting Letkol, yang lain-lain saya tidak kenal. Saya jelaskan pada panitia. Saya bilang ini bukan delegasi rakyat,
non-governmental, tapi dikontrol militer."

Dilemanya, Latief adalah teman Ibrahim Isa. Ia anggota parlemen komisi luar negeri, mewakili PNI (Partai Nasional Indonesia, Red), tapi masih jenderal. Secara hirarkis, ia di bawah Soeharto. "Ketika ketemu Pak Latief, saya tanya apa yang mau dibicarakannya dalam konferensi. Dia bilang: 'Saya garis PNI, garis Presiden Soekarno, anti imperialisme, ganyang Malaysia'," cerita Ibrahim Isa kepada Radio Nederland.

Ibrahim melanjutkan, "Saya jawab, mereka tidak mau dengar tentang itu. Mereka tahu ada pergolakan di Jakarta dan mereka ingin tahu bagaimana Presiden Soekarno. Sebab Presiden Soekarno diketahui sebagai tokoh yang mendukung gerakan kemerdekaan. Karena dia bilang tidak bisa jelaskan hal itu, saya bilang saya yang akan jelaskan. Tapi dia bilang tidak bisa. Tidak tercapai sepakat, maka diajukanlah ke komite."
Komite akhirnya memutuskan untuk menerima perwakilan yang dipimpin Isa.

Jakarta marah
"Di situlah Jakarta marah sekali," kenang Ibrahim Isa. "Di Jakarta hanya ada dua koran,
Berita Yuda dan Angkatan Bersenjata. Di situ dimuat bahwa Isa ini adalah orangnya G30S yang ada di luar negeri, melakukan subversi, menjelek-jelekan Indonesia, dan sebagainya. Itulah yang menyebabkan paspor saya dan teman-teman dicabut tanpa proses, tanpa ditanya."

Tidak menyesal
Kalau boleh dibilang, itulah satu titik balik besar dalam hidup Ibrahim Isa. "Tapi kalau ditanya apakah saya menyesal? Tidak. Saya tidak menyesal. Kalau kita berbuat demi cita-cita yang kita anggap benar, adil, dan mulia, itu pasti ada risikonya. Ini saya anggap sebagai resiko yang harus dihadapi," tutur Ibrahim Isa kepada Radio Nederland.

"Saya hanya sedih. Sampai sekarang, melihat teman-teman yang ditangkap, banyak yang disiksa, dan juga banyak yang sudah tidak ada. Ini sangat sedih. Tapi kesedihan ini tidak merintangi saya untuk meneruskan kegiatan." Demikian tulisan Juliani Wahjana.

* * *

Keyakinan dan tekad ini  -- bahwa  . . .  "KESEDIHAN INI TIDAK MERINTANGI SAYA UNTUK MENERUSKAN KEGIATAN"  -- Pendirian ini juga adalah  -- pendirian sebagian besar para EKSIL INDONESIA -- dimanapun mereka berada --DI BELANDA, PERANCIS, INGGRIS, SWEDIA, BELGIA, JERMAN, AMERIKA, AUSTRLIA dan dimanapun mereka berada.

Mereka, para eksil itu, bersama dengan kaum progresif dan demokrat, aktivis HAM di pelbagai negeri  melakukan kegiatan informatif di kalangan masyarakat internsional mengenai situasi INDONESIA. Mendirikaan pelbagai LSM dan Komite menentang  kediktaturan militer Jendral Suharto.

Diantara organisasi / lembagqa yang didirikan, a.l. Stichting Wertheim, Komite Indonesia, YSBI - Yayasan Sejarah dan Budaya Indonesia, Perhimpunan Persaudaraan Indonesia, PERDOI - Perhimpunan Dokumentasi Indonesia,
Yayasan DIAN, dll semua di Belanda. Lalu di Paris dengan bersandar pada kekuatan sendiri, para erksil Indonesia mmendirikan RESTORAN INDONESIA PARIS, yang juga menjadi titik kegiatan budaya Indonesia dan setiakawan dengan perjuangan rakyat Timor Leste. Di London didirikan organisasi TAPOL.

Kegiatan terpenting mereka adalah melawan rezim Orde Baru melalui penerbitan, seminar, workshop, sit-ins, unjuk rasa, dsb.

Sementara yang mampu menulis telah menulis pelbagai buku dan makalah yang bertemakan pelurusan sejarah dan perlawanan terhadap sikap penguasa Indonesia yang sampai sekarang membungkam terhadap tanggung jawab atas pelanggaran HAM terbesar dalam sejarah Indonesia  -- Peristiwa Pembantaian Masal 1965-66-67 dan pelanggarn HAM lainnya di Maluku, Aceh, Timor Leste dan Papua.

Dalam tahun 2001 kutulis  buku SUARA SEORANG EKSIL, dan dalam tahun 2011, buku BUI TANPA JERAJAK  BESI, dan buku KABAR DARI SEBERANG  (2013). Ketiga buku itu ditulis dalam rangka usaha ambil bagian dalam menegakkan NEGARA HUKUM INDONESIA , dalam rangka usaha diberlakukannya Reformasi, Demokrasi dan HAM di Indonesia.

* * *

Menonjol adalah kegiatan Perhimpunan Persaudaraan Indonesia di Belanda dengan meriah mengorganisasi PERINGATAN SEABAD BUNG KARNP. Selain itu Stichting Wertheim memberikan WERTHEIM AWARDA 
kepada Josoef Isak dan Goenawan Mohammad, yang itu semua  bisa berlangsung di Kedutaan Besar Indonesia, Den Haag. Ya, karena ketika itu rezim Orde Baru telah  berakhir dan Indonesia telah memilih Abdurrahan Wahid sebagai Presiden RI setelah jatuhnya Presiden Suharto. Mereka melakukan kegiatan memperkenalkan budaya Indonesia, seperti tarian, nynyian dsb.

* * *

Para Eksil Indonesia memang sudah berusia lanjut . . . . tetapi semangat juang untuk ambil bagian menurut kemampuan dan situasi masing-masing TETAP BERKOBAR . .Dan mereka tetap melakukan kegiatan demi bangsa dan tanah air.

Bukan sekadar sebagai orang-orang yang menghabiskan umur mereka bertopang-dagu. Mereka secara aktif memberikan bantuan semampunya bila di tanah air misalnya terkena bencana alam seperti, banjir, gempa atunpun meletusnya gunung api.

Ada pula yang mendirikan yayasan khusus untuk menyalurkan bantuan finansil kepada anak-anak didik Indonesia yang tidak mampu. Apa saja yang menguntungkan bangsa dan tanah air, semampinmya mereka kerjakan bersama dengan para aktivis di pelbagai negeri tempat mereka tinggal.

* * *

KAUM EKSIL INDONESIA MEMPERTAHANKAN PERJUANGAN
DEMI REFORMASI, DEMOKRASI DAN HAM DI INDONESIA !!

* * *



No comments: