Monday, December 21, 2009

KASUS PRITA MULYASARI – -JEBOLAN Penting terhadap 'IMPUNITY'

IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran
Senin, 21 Desember 2009
--------------------------------------------------

KASUS PRITA MULYASARI – – –
JEBOLAN Penting terhadap 'IMPUNITY'

Media Indonesia, hari ini a.l memberikan komentar sbb:
'Kabar gembira bagi publik'.

Benar! Menjelang Hari Natal dan Tahun Baru, kalau mau dibilang ada berita gembira, maka itu adalah berita kemenangan PRITA MULYASARI. Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga 'biasa' (32th) dengan dua anak. Yang menonjol ialah bahwa warga Serpong ini, berani membela keadilan serta kebenaran yang ia yakin ada padanya. Ia menggugat salah diagnosia, serta mengecam rumah sakit Omni Internasional Serpong. Ketika ia pasien di situ Prita mendapat perlakuan buruk RS Omni Internasional tsb.

Prita Mulyasarsi memulai gugatannya sbb:

“Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB
RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif
Prita Mulyasari – suaraPembaca

“Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.

Gugataan Prita diakhiri dengan kalimat-kalimat berikut:
“Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.


* * *

Keluhan dan gugatan Prita Mulyasari itu disampaikannya dalam sepucuk surat elektronik (e-mail) kepada teman-temannya. Pada gilirannya teman-temannya yang menerima berita itu tersentak oleh kesewenang-wenangan dan arogansi RS Omni Internsional. Dari situ timbul rasa simpati dan solidaritas mereka dengan Prita. Lalu 'mensosialisasikan' gugatan Prita itu. Sehingga tersebarlah kasus tsb di kalangan masyarakat. Timbul berbagai pernyataan protes. RS Omni Internasional Serpong marah, merasa terpojok dan kehilangan muka.

Lalu, ---- Lagi-lagi dengan sikap arogan melaporkan Prita kepada Polisi serta menggugat Prita ke pengadilan. Perita Mulyasari dituduh mencemarkan 'nama baik' RS Omni Internasional Serpong.

* * *

Fihak RS Omni Internasional Serpong merasa, bahwa fihak kepolisian dan pengadilan ada di fihaknya. Karena, bukankah semua tau, bahwa di negeri kita, sejak rezim Orba sudah biasa polisi dan pengadilan itu membela yang punya uang. Berfihak pada 'elit' yang kuasa atau ada kaitan dengan penguasa. Dan sudah biasa penguasa mempersekusi 'wong cilik'. Maka RS Omni Internasional dengan mudah saja 'mengadukan' Prita Mulyasari ke Pengadilan.

Betul saja! Tidak lama kemudian Polisi menahan Prita. Ia disekap sampai sebulan lamanya. Dan Hakim Pengadilan Negeri Tanggerang lalu menjatuhkan 'vonis dendá' tidak kurang dari Rp. 204 juta. Jumlah itu harus dibayar Prita kepada RS Omni Internasional Serpong.

Mana bisa, warga biasa seperti Prita Mulyasari akan mampu membayar 'denda' sebesar itu. Lagipula keputusan hakim Pengadilan Negeri Tanggerang itu oleh masyarakat dianggap samasekali tidak adil. Peristiwa Prita Mulyasari menggugat RS Omni Internasional, bahwa kemudian Prita ditahan polisi, diajukan ke pangadilan kemudian Pengadilan Negeri Tanggerang, memutuskan Prita harus membayar 'ganti rugi' kepada RS Omni, ------ Itu cepat tersebar di kalangan masyarakat. Publik menganggap bahwa tindakan polisi dan pengadilan merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan menyatakan pendapat.

MASYRAKAT KONTAN BERREAKSI. Reaksinya adalah dilancarkannya aksi solidaritas membantu Prita dengan mengumpulkan uang recehan. Aksi itu terkenal dengan nama gerakan 'KOIN KEADILAN UNTUK PRITA”.

Penting sekali bahwa dalam gerakan ini, media internet, kalangan pers (tidak semua) ambil bagian aktif dalam kampanye membela Prita Mulyasari. Halmana menunjukkan bahwa rasa keadilan masyarakat terkoyak-koyak mendengar keputusan hakim Pengadilan Negeri Tanggerang yang memvonis Prita Mulyasari membayar Rp 204 juta kepada RS Omni Internasional .

Publik menyaksikan betapa lapisan masyarakat yang luas, tidak saja di pusat, tetapi juga di berbagai penjuru negeri terlibat dalam gerakan “KOIN KEADILAN UNTUK PRITA”. Aksi itu diikuti mulai kaum pemulung, warganegara biasa, sampai pekerja kantoran. Menurut berita terakhir koin yang terkumpul berjumlah tidak kurang dari Rp 825 juta. Suatu prestasi yang jarang terjadi. Luar biasa!

Namun yang lebih hebat lagi, bukan sekadar jumlah uang yang terkumpul! Yang luar biasa adalah k e b a n g k i t a n r a s a k e a d i l a n dan sadar akan haknya di kalangan masyarakat luas, termasuk kalangan luas media.

* * *

Gerakan “KOIN KEADILAN UNTUK PRITA” telah memberikan tekanan masyarakat begitu besar dan berat kepada RS Omni Internasional Serpong. Akhirnya tidak ada jalan lain bagi mereka, selain mengambil langkah mundur. Diberitakan di media bahwa RS Omni Internasional Serpong memutuskan mencabut gugatann terhadap Prita Mulyasari.

* * *

Peristiwa sekitar kasus PRITA MULYASARI menggugat RS Omni Internasional Serpong, yaitu: Sikap dan tindakan sewenang-wenang Polisi menahan Prita sampai sebulan; serta keputusan Pengadilan Negeri Tanggerang memvonis Prita dengan denda Rp 204 juta, -- menunjukkan bahwa arogansi dan kesewenang-wenangan elite (RS Omni Internasional), aparat (polisi ) dan lembaga hukum negeri (Pengadilan Negeri Tanggerang), – – - masih saja berlangsung terus. Situasi IMPUNITY -ketiadaan hukum dan ketiadaan keadilan masih terus saja!

Namun,

Di lain fihak: Sikap tegas membela keadilan seorang ibu rumah tangga biasa, rakyat kecil, seperti Prita Mulyasari, serta pula keberanian membela keadilan, merupakan benih-benih kesadaran keadilan dan warganegara akan haknya sebagai warganegara. Sikap tegas dan berani inilah yang menyulut rasa simpati dan solidaritas teman-temannya. Dan akhirnya berkembang meluas ke solidaritas kongkrit lapisan masyrakat luas, termasuk persnya.

Kasus Prita Mulyasari dan sukses gerakan 'KOIN KEDILAN UNTUK PRIT', menunjukkan SUATU JEBOLAN PENTING terhadap situasi dan keadaan IMPUNIY, tanpa hukum, dari negeri kita.

Juga sepenuhnya wajar tumbuhnya optimisme, bahwa 'hasil kecil', dan kesadaran hukum yang menginspirasi 'AKSI KEADILAN UNTUK PRITA', berangsur-angsur akan tumbuh dan berkembang menjadi arus besar. Yang akhirnya akan mampu mengalahkan arogansi dan kesewewang-wenangan elite, aparat dan lembaga pengadilan negeri.

* * *

LAMPIRAN : SURAT ELEKTRONIK PRITA MULYASARI.

Sabtu, 30/08/2008 11:17 WIB
RS Omni Dapatkan Pasien dari Hasil Lab Fiktif
Prita Mulyasari – suaraPembaca

Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB. Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39 derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya 27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.

Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun, janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000 menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya belum pernah terjadi.  Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah 181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan memberikan surat tersebut jam 4 sore.
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas.  Saya tanyakan mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B). Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing. Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
Salam,
Prita Mulyasari
Alam Sutera
prita.mulyasari@yahoo.com
081513100600

No comments: