Sunday, December 20, 2009

Radio Hilversum Memperingati “60TH K.M.B”

IBRAHIM ISA – Catatan Partikeliran
Sabtu, 19 Desember 2009
----------------------------------------------------------------

Radio Hilversum Memperingati “60TH K.M.B”
< Konferensi Meja Bundar : Belanda-Indonesia (1949)>


Beginilah ceritanya:
Radio Hilversum – RNW, Radio Nederland Wereldomroep, dengan RANESI-nya, diberitakan, menyelenggarakan 'peringatan 60 th KMB'. Dalam kesempatan itu mereka a.l mengundang wartawan senior Indonesia ROSIHAN ANWAR. Katanya, Rosihan Anwar adalah satu-satunya wartawan Indonesia yang masih hidup yang sempat meliput Konferensi Meja Bundar antara fihak Indonesia dan Belanda, di Den Haag, -- Agustus-Desember 1949. Yang kuketahui, ketika itu wartawan Antara, almarhum Sukrisno juga hadir untuk meliput. Sukrisno kemudian menjabat Dubes RI di Bucharest lalu di Hanoi. Sesudah G30S, oleh klik militer Suharto paspornya dicabut. Jadilah Sukrisno salah seorang 'yang terhalang pulang' . Sampai ia meninggal dunia di Amsterdam.

Dikatakan bahwa Rosihan Anwar ketika itu menentang KMB, maka tidak diundang oleh fihak Indonesia untuk ikut ke Belanda meliput KMB. Namun, ia sempat juga meliput KMB, karena, katanya diundang oleh pemerintah Belanda. Sampai dimana benar tidaknya berita tsb wallahualam! Sepengetahuanku, wartawan Antara Sukrisno bukanlah wartawan yang pro-KMB. Tokh diajak oleh Delegasi Indonesia ikut ke Den Haag. Dalam beberapa kali cakap-cakap dengan Sukrisno jelas sekali bahwa ia punya kritik keras sekali terhadap persetujuan KMB. Terutama yang menyangkut keharusan Indonesia membayar hutang Hindia Belanda pada tahun-tahun konflik dengan Republik Indonesia. Hutang itu a.l adalah ongkos perang Nica untuk melikwidasi Republik Indonesia. Sukrisno juga menentang dikembalikannya semua 'aset Belanda' di Indonesia kepada 'pemiliknya'. Sukrisno menentang digabungkannya TNI dengan eks-tentara KNIL menjadi APRIS, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat; serta ditempatkannya MMB, Misi Militer Belanda di Indonesia.

Satu lagi yang ditentang Sukrisno ialah ketentuan KMB, bahwa dibentuk Uni Indonesia-Belanda yang dikepalai oleh Ratu Belanda. Kenyataan bahwa Irian Barat masih diduduki oleh kolonialisme Belanda, merupakan bom waktu yang dipasang Belanda di wilayah Indonesia.

Pendirian Sukrisno ini sering dikemukakannya dalam diskusi-diskusi yang sering kami adakan. Apa yang dikemukakan Sukrisno itu, sesungguhnya adalah pendirian bangsa Indonesia. Bahwa sejak 17 Agustus 1945, bangsa kita telah merdeka dan telah menegakkan negara Republik Indonesia, yang berwilayah dari Sabang sampai Merauké.
Jadi, apa benar, Rosihan Anwar ketika itu tidak diundang Delegasi Indonesia ikut meliput KMB, karena menentang KMB?

* * *

Yang penting bagiku, bukan kedatangan Rosihan Anwar ke Den Haag, atas undangan Radio Hilversum. Yang penting ialah, menelusuri kembali kasuss sekitar KMB. Bagaimana memahami dan tau benar, apa sebenarnya KMB itu? Mengapa ada KMB? Dan bagaimana perkembangan selanjutnya sesudah KMB. Apa jadinya dengan KMB? Itu semua sudah berlalu. Sudah jadi sejarah. Namun, dengan meneliti dan menstudi kembali sejarah, kita dapat menarik pelajaran positif untuk hari depan. Khususnya bagi generasi muda harapan bangsa.

* * *

Belum jelas bagaimana fihak Belanda memandang kembali ke KMB. Apakah itu sekadar saat lahirnya Republik Indonesia Serikat (RIS)? Bahwa ssaat itu adalah saat ketika berlangsungnya 'penyerahan kedaulatan' Hindia Belanda oleh pemerintah Belanda kepada RIS, 27 Desember 1949? Bahwa saaat itulah yang dianggap lahirnya di Hindia Belanda sebuah NEGARA INDONESIA. Bahwa, sejak itulah Indonesia merdeka. Begitukah pamahamannya? Dalam waktu cukup panjang, bagi pemerintah Belanda, merdekanya Indonesia, adalah pada tanggal 27 Desember 1949.

* * *

Setelah berdirinya RIS, suatu komplotan militer di bawah pimpinan Kapten KNIL Westerling, dengan mengumandangkan Gerakan Ratu Adil, berkomplot untuk merebut kekuasaan negara di Indonesia. Usaha Indonesia untuk menangkap Westerling gagal. Westerling bisa lolos menyelamatkan diri ke negeri Belanda. Belum lama, di Holland ramai pers memberitakan bahwa Pangeran Bernhard, suami Ratu Juliana ketika itu, dikatakan terlibat dalam komplotan Westerling itu. Dikatakan juga bahwa Pangeran Bernhard berkeinginan untuk menjadi semacam 'Raja Belanda (onderkoning) di Indonesia'.

Suatu fakta dalam sejarah kita: Tidak lama sesudah berdirinya negara Repbulik Indonesia Serikat, sebagai hasil KMB, pemerintah Indonesia ketika itu melikwidasi negara Republik Indonesia Serikat, RIS. Dan menghidupkan kembali REPUBLIK INDONESIA. Tindakan pemerintah Indonesia tsb adalah sesuai dengan gerakan luas massa rakyat Indonesia, yang menuntut dibubarkannya RIS . Beberapa tahun kemudian di bawah Presiden Sukarno seluruh Persetujuan KMB itu dibatalkan secara sefihak oleh Indonesia.

Selanjutanya semua modal dan aset Belanda dinasionalissi oleh Indonesia dalam suatu gerakan massa rakyat yang luas kampanye PEMBEBASAN IRIAN BARAT. Indonesia memutuskan hubungan dengan Belanda karena pemerintah Belanda berkeras menduduki terus Irian Barat. Irian Barat berhasil dibebaskan dari kolonialisme Belanda melalui perjuangan semesta rakyat Indonesia. Jajak pendapat oleh PBB di Irian Barat semata-mata merupakan formalisasi kembalinya Irian Barat di pangkuan Ibu Pertiwi.

Indonesia mencapai kemerdekaan nasionalnya adalah berkat perjuangan jangka panjang sejak sebelum Perang Dunia II. Terutama setelah Proklamasi Kemerdekaan, melalui perang kemerdekaan seluruh rakyat melawan tentara Inggris dan Belanda, --- dengan berkordinasi dengan perjuangan diplomasi di diunia internasional. Tidak boleh dilupakan pula, solidaritas kuat bangsa-bangsa Asia dan Afrika; termasuk dukungan kuat kaum progresif di pelbagai negeri, khususnya simpati dan dukungan kaum progresif Belanda sendiri dan Australia.

* * *

Mengenai situasi Indonesia, sesudah agresi kedua Belanda (akhir 1948), di saat ketika pemimpin-pemimpin RI ditangkap dan ditaha Belanda di Bangka; lalu keadaan menjelang KMB, -- Presiden Sukarno di dalam bukunya 'An Autobiography As Told To Cindy Adams'(1965), mengemukakan, al.(terjemahan bebas), sbb:
“Di satu fihak Belanda menduduki kota-kota, tentara kami menguasai jalan-jalan menuju ke kota-kota tsb serta kota-kota sekitarnya, bahan makanan yang menuju ke mereka. Kami mengasai desa-desa, jalan-jalan sampingannnya, keseluruhannya merupakan Indonesia. Kota-kota mereka, dengan demikian terkepung, sehingga hanya beberapa kota saja yang bisa disuplai melalui udara. Bila malam tiba kaum gerilyawan melakukan inflitrasi masuk kota, menyerang posisi musuh, meledakkan kereta api dan konvoi-konvoi mereka, membakar perseduaan makanan mereka. Musuh harus bertempur untuk survive, hanya untuk bisa hidup malam itu. Jalan yang mereka reparasi pada siang hari, malamnya dihancurkan. Belanda menjadi kacau. Mereka tidak tahu dimana kami akan menyerang. Mereka tidak punya cukup tentara untuk melindungi seluruh lapangan. Semua pasukan mereka terpaksa dipusatkan di kota-kota besar. Pada malam hari kota-kota mereka dikepung. Pada siang hari kota-kota mereka terancam oleh bentuk kehancuran yang lain.

“Sabot dan hancurkan, itulah semboyan kami. Setiap bocah usia enam tahun merupakan sabotir potensiil. Tambahan lagi, taktik kami ialah melancarkan politik non-koperasi (menolak kerjasama). Tidak satupun pegawai negeri Indonesia yang mau bekerja di kantor-kantor Belanda atau jawatan transpor Belanda. Tidak satupun buruh perkebunan Indonesia yang bekerja di perkebunan Belanda. Sampai-sampai kantor adminstraasi pamongpraja Belanda tidak bisa brfungsi.

“Dalam pada itu Republik tetap berfungsi. Pemerintahan lokal melakukan pekerjaannya di bawah langit biru, atau di balik rumpun bambu. Kaum gerilya membuka sekolah-seklah dan pusat-pusat perdagangan. Perwira-perwira didikan PETA, melakukan kursus yang setiap tiga bulan menghasilkan lebih banyak lagi prajurit umur belasan tahun . . . .

“Saya berada di Bangka beberapa bulan saja, ketika situasi semakin buruk bagi Belanda. Mereka mengisyaratkan mau musaywarah. Mereka terpaksa bicara dengan saya karena mereka mengalamai kekalahan dalam pertempuran dimana-mana. Angka korban kematian mereka meningkat terus setiap malam. Menjadi jelas, tak peduli betapapun banyaknya uang dikucurkan, atau betapa banyakpun pasukan yang mereka kirimkan, adalah samasekali tidak mungkin bagi mereka untuk memenangkan perang (melawan kami). Mereka tak punya harapan. Situasi ini bisa berlarut-larut tanpa kesudahan, untuk bertahun-tahun lamanya, dan korban yang mereka derita berat, tanpa ada harapan mereda. Holland menghadapi kenyataan pahit bahwa mereka harus menyerah segera.

“Meskipun mereka tidak suka ide itu, tapi mereka sadari bahwa betapapun keinginan mereka untuk masyawarah dengan pemimpin-pemimpin lainnya, tetapi pejuang-pejuang di lapangan – jendral-jendral, gerilyawan, massa yang luas – tak akan beranjak bila (perintah itu) tidak datang langsung dari Sukarno. Jawaban saya ialah, “Pulihkan Republik Indonesia. Kembalikan Sukarno sebagai Presiden Republik, barulah saya akan musyawarah. Tidak sebelumnya.
'Demikianlah, dimulai suatu prosesi panjangdiplomat dan kurir ke kota timah yang tenang Montok, di Bangka. Kompromi fihal persetujuan Rum-Royen tercapai di meja dapur saya di pesanggerahan buruh tambang dimana saya tinggal. Van Royen, yang mewakili Belanda, setuju bahwa mereka akan memulihkan pemimpin-pemimpin Republik. Mr Moh Rum, sebagai wakil Indonesia, setuju kami akan merecall gerilyawan kami. Dan kedua belah fihak setuju untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag untuk membicarakan transfer kedaulatan kepada Republik.

“Konferensi Meja Bundar diselenggarakan dalam bulan Agustus. Kengototan Belanda berkurang berangsur-angsur. Musyawarah beralaru-larut. Tetapi bagi kolonialisme masa akhirnya telah tiba. Kami setuju untuk membayar hutang yang dibuat oleh pemerintah Hindia Timur Belanda , yang berjumlah kira-kira 1.130.000.000 dolar. Membebani sebuah negeri koloni terbelakang yang menderita pengrusakan luas sekali akibat 3 tahun pendudukan dan empat tahun revolusi, dengan jumlah hutang demikian besar -- adalah t i d a k a d i l . Tetapi imbalannya mereka setuju tanpa syarat, tanpa bisa diubah, dan segera mengakui kedaulatan kami atas keseluruhan bekas Hindia Timur Belanda, terkecuali Irian Barat.

* * *

Persetujuan KMB, sebagaimana halnya Persetujuan Linggajati dan Persetujuan Renbille yang mendahuluinya, adalah persetujuan yang berat sebelah dan tidak adil. Persetujuan Linggajati dan Persetujuan Renville dilanggar sendiri oleh fihak Belanda dengan Agresi pertama dan kedua terhadap Republik Indonesia. Sedngkan mengenai Persetujuan KMB, adalah fihak Republik Indonesia yang membatalkannya secara sefihak, karena persetujuan tsb berat sebelah dan tidak adil.

Perkembangan hubungan Indonesia-Belanda baru mencapai titik normalisasi hubungan wajar dan setara antara dua negeri yang berdaulat, ketika pemerintah Belanda, melalui pernyataan Menteri Luarnegeri Ben Bot, yang menghadiri Hari Perayaan dan Perigatan Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2005, di Jakarta. Secara implisit Menlu Belanda itu mengakui Hari Kemerdekaan Indonesia adalah pada tanggal 17 Agustus 1945. Yaitu, pada saat Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.

Adalah ketika pemerintah Belanda mengakui 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia, hubungan Indonesia-Belanda memasuki periode hubungan saling menhormati, saling menghargai dan saling menguntungkan, yang didasarkan atas prinsip sama derajat dan sama hak.

* * *

Baik kita nantikan, bagaimana caranya Radio Hilversum memperingat 60 Th KMB.

* * *

No comments: