Wednesday, July 3, 2013

BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK (3) - INTERMEZO:

Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 17 Juni 2013
----------------------------


BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK (3)

* * *

INTERMEZO:

Tulisan yang sekaang ini tidak termasuk yang direncanakan.

Namun, ---- Kiranya akan menambah masukan bagi pembaca, dalam rangka “Berusaha Memahami Tiongkok”. Maka sedikit dimasuiki masalah yang diajukan oleh penulis, dalam tulisannya sekembalinya dari kunjungannya ke Tionbgkok baru-baru ini. Yang kemudian mendapat response dari pembaca.

Masalah” yang dimaksudkan disini, adalah respons yang disampaikan oleh sahabatku Witaryono, Jakarta, terhadap tulisanku (Kolom Ibrahim Isa, 16 Juni, 2013). Dikutip di sini yang a.l diajukan oleh Witaryono, . .  


Sahabatku Witaryono, Jakarta, – – – putera Ir Setiadi Reksoprodjo, mantan menteri dalam dua kali Kabinet Presiden Sukarno, memberikan reponsnya terhadap tulisanku yang pertama sejak kembali dari kunjungan ke Tiongkok., a.l sbb:
 ". .. . . Tiongkok . . . . . . Luar biasa adil-makmur loh jenawinya negara itu sekarang..... Saya jadi teringat ucapan alm Ali Sadikin kepada alm ayah saya, ketika beliau baru pulang berobat dari Tiongkok sekitar tahun 2000-an.
 Kira2 begini : "Pak Setiadi, kunjungan saya pertama ke Beijing sekitar tahun 1965 dan terakhir kemarin ketika saya operasi ginjal selama 3 bulan lebih... Dari situ saya memahami bahwa kemajuan yang dialami Tiongkok itu, sesungguhnya apa yang ingin diwujudkan oleh Bung Karno pada tahun '60an..... Saya melihat impian Bung Karno itu justru berhasil direalisasikan oleh bangsa Cina di Tiongkok." . . . .



* * *



Respons Witaryono tsb disiarkan kembali dengan maksud agar pembaca bisa mengetahui pelbagai pendapat yang ada mengenai perkembangan Tiongkok dewasa ini. Bukan berarti penulis sepenuhnya sependapat dengan apa yang diajukan oleh Witaryono. Seperti juga halnya dengan respons yang diajukan oleh Chan CT. Pada penutup tulisanku yang dimaksud, sengaja dikemukakan sbb:



Siapa saja, bebas mengambil pelbagai sikap mengenai Tiongkok. Namun, Yang terpenting bukankah* belajar memahaminya dan menarik pelajaran dari pengalaman Tiongkok tsb, demi kepentingn pembangunan dan kemajuan bangsa dan tanah air kita sendiri. INDONESIA.”



* * *



Demikianlah, kali ini dikutip dan siarkan kembali respons yang diajukan oleh sahabatku Chan C.T dari Hongkong, mengenai penilaian Witaryono bahwa dewasa ini ". .. . . Tiongkok . . . . . . Luar biasa adil-makmur loh jenawinya negara itu sekarang.....


Respons yang diajukan oleh Chan CT menambah fakta-fakta dan memberikan sedikit latar belakang mengapa kebijakan Deng Xiaoping, politik “Buka Pintu dan
Reformasi” bisa mencapai hasil-hasil yang diharapkan.


Chan CT mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan Deng Xiaoping itu disebabkan oleh sudah diletakkannya dasar ekonomi Tiongkok yang dibangun di bawah pimpinan Mao Tjetung. Fakta sejarah ini perlu diketahui untuk bisa memahami bahwa perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dewasa ini, tidak terlepas dari situasi sebelumnya.


Bahwa “Tanpa ada dasar ekonomi nasional yang cukup kuat, tidak mungkin tercapai peembangunan ekonomi nasional yang begitu cepatnya dalam 30 tahun terakhir ini.”


Terima kasih kepada Chan CT yang dengan seksama dan teratur selalu mengikuti terus perkembangan dan pertumbuhan Tiongkok. Sehingga menambah wawasan pembaca mengenai apa yang terjadi di Tiongkok.


* * *


Di bawah ini disampaikan respons Chan CT tsb dengan pengeditan seperlunya:



Hongkong, 17 Juni 2013.
Bung Isa yb,

Sungguh luar biasa, bung yang sudah berusia 82 lebih, ternyata tidak merasakan lelah dengan perjalanan begitu jauh dan sekarang sudah mengeluarkan tulisan-tulisan apa yang dilihat dan didengar selama perjalanan di Tiongkok. Heeiibat!




Tapi, perkenankanlah saya sedikit memberi tambahan agar lebih jelas bagi pembaca yang kurang mengetahui dan belum pernah menginjakkan kakinya di Tiongkok daratan.

Pertama, saya setuju dengan pendapat bahwa, masih belum waktunya untuk menilai Tiongkok sekarang, sekalipun sudah begitu “dahsyat” kemajuan ekonomi, sebagai masyarakat yang sudah “adil dan makmur, loh jenawinya”. Belumlah.




Bahkan untuk dilihat terbatas Shen Zhen saja mungkin juga belum bisa. Mengapa? Karena dari penduduk Shen Zhen yang semula hanya merupakan desa distrik berpenduduk belasan ribu, sekarang menjadi kota metropolitan dengan penduduk lebih 10 juta itu (termasuk buruh pendatang dari desa) sekalipun sudah terbentuk klas menengah yang cukup luas, tapi tetap masih tidak sedikit klas lapisan bawah yang hidup miskin, khususnya buruh-buruh di pabrik, .... kalau dilihat didaerah pedalaman sebelah barat-laut tentu lebih jelas masih terbelakang.



Kongres ke-18 PKT tahun lalu, juga tidak berani menepuk dada sudah “adil dan makmur”, karena memang 30 tahun pertama, sejak dimulai politik “Keterbukaan dan Reformasi” tahun 1980, baru melangkah deengan “memperkenankan sementara orang kaya lebih dahulu”, baru tahun 2008 ditetapkan titik berat tugas PKT pada “KEADILAN”, berusaha meningkatkan kesejahteraan PETANI luas didesa-desa. Dan Kongres Ke-18 tahun lalu menargetkan, baru akan mencapai sedikit makmur dan adil ditahun 2030.

Kedua
, “Politik keterbukaan dan reformasi” (Gai Ge Kai Fang) yang diajukan Deng Xiaoping, April 1979, baru melangkah dengan 4 Zone Ekonomi Khusus sebagai titik percobaan (bukan 6 ZEK).




Ke-4 ZEK itu yalah: Shen Zhen, Zhu Hai, Shan Tou, (3 Dearah ZEK dipesisir selatan Propinsi Guang Dong, dengan pintu keluar menghadap Hong Kong) dan Xia Men (dipesisir tenggara Propinsi Fu Jian, dengan pintu keluar menghadap Taiwan. Banyak penduduk Taiwan asal kampung Xia Men). Ke-4 ZEK inilah yang pertama menjadi TITIK percobaan dibuka menjadi daerah ekonomi istimewa, yang berusaha menyedot masuk modal asing, khususnya dari Hong Kong, Huakiao dan Taiwan, ... yang saat itu diberi banyak kemudahan dan jaminan untuk menanamkan modal di 4 ZEK itu, termasuk kemurahan pajak.

Di Tiongkok betul ada 6 ZEK, kemudian bertambah dengan pulau Hainan ditahun 1988 dan kemudian ditambah lagi dengan Ke She (di Daerah Urumuchi, Shin Kiang, dengan gunakan ejaan Ka Shi) pada tahun 2010.

Ketiga, saya ingin menandasakan bahwa, Deng Xiaoping bisa menjalankan atau melaksanakan politik “keterbukaan dan reformasi” ini karena KEBERHASILAN politik berdikari Mao menjebol blokade sejagad AS ditahun 1972, dimana Mao sendiri masih sempat menemui dan bersalaman dengan Presiden Nixon di Beijing.




Setelah AS berhasil dipaksa mengubah politik embargo menjadi “bersahabat” yang kemudian diikuti dengan negara-negara didunia satu persatu membuka hubungan, barulah mungkin melaksanakan politik “Keterbukaan dan reformasi”. Dan, benar juga apa yang ditandaskan Presiden Hu Jintao sendiri ditahun 2008, bahwa keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang dahsyat dalam 30 tahun terakhir ini, justru harus dilihat dari keberhasilan pembangunan dasar ekonomi yang dibangun Mao dalam 30 tahun sebelumnya.



Tanpa ada dasar ekonomi nasional yang cukup kuat, tidak mungkin tercapai peembangunan ekonomi nasional yang begitu cepatnya dalam 30 tahun terakhir ini.

Jadi, kalau kita perhatikan tahap-tahap pembangunan di Tiongkok, adalah sbb:

30 tahun pertama, 1949-1979 dimasa Mao adalah membangun dasar ekonomi,
lalu tahap kedua, 1980-2010 mempercepat pembangunan ekonomi dengan memperkenankan sementara orang kaya lebih dahulu; dan
ketiga, 2010-2040 mencapai masyarakat adil dan makmur, meratakan kekayaan untuk dinikmati seluruh rakyat TIongkok.

    Yaaah, mudah-mudahan saja tidak terjadi gejolak besar yang merusak dan PKT tetap berhasil meneruskan reformasi-reformasi untuk membenahi, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang masih ada dan dengan demikian berkemampuan untuk berperan memimpin 1,4 milyar rakyat Tiongkok terus maju mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

    Salam,
    ChanCT

    (Bersambung)


* * *


No comments: