Tuesday, July 16, 2013

Kolom IBRAHIM ISA :
BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK

* * *


    -- Selasa, 11 Juni 2013
    Berusaha MEMAHAMI TIONGKOK – 1 –

    “Apa Itu Sosialisme Dengan Ciri-Ciri Tiongkok?” -- Ungkapan ini ditutup dengan “tanda-tanya” besar dan tebal. Itu bukan salah tik. Penulisnya sendiri, sarjana Tiongkok Zhuo Zhikui, dalam bukunya “What is Socialism With CHINESE Characteristics?” sengaja menempatkan tanda tanya besar itu. Ada sebabnya mengapa tanda tanya itu dibuat dalam huruf yang leih besar!!
    Zhao Zhikui, pemimpin proyek pada Sinolisasi Marxisme di Akademi Ilmu Sosial Tiongkok (Sinolization of Marxism -- Chinese Academy of Social Sciences – CASS), peneliti dan pembimbing mahasiswa-mahasiswa yg mengambil gelar doctoral pada CASS -- menyatakan bahwa: Banyak pakar asing menanyakan sekitar masalah “Sosialisme dengan Ciri-ciri Tiongkok”. Pertanyaan ini diajukan, tulis Zhao Zhikui – a.l. “karena riset yang saya lakukan meliputi masalah teori dan praktek sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok. Ada orang yang menyatakan sesuatu gejala sosial tertentu sebagai 'ciri-ciri Tiongkok' . Sementara orang bahkan mengéjék dengan mengatakan bahwa 'ciri-ciri Tiongkok' itu adalah 'banting setir ke-Kanan menempuh jalan kapitalis dengan membiarkan menyala lampu warna Kiri”. Dsb, dsb. . . “
    Pertanyaan lainnya yang sering diajukan ialah: Apakah dengan bertambah kuatnya Tiongkok melalui REFORM dan KETERBUKAAN, -- lalu . . . Tiongkok akan merupakan bahaya bagi Barat?
    Pertanyaan yang kedua itu, sebenanrya sudah dijawab oleh seorang historikus Belanda, Prof Jan van der Putten dalam bukunya “Verbijsterd China. Wereldmacht van een andere soort”. Tulis Van der Putten: “Dari Tiongkok orang tidak perlu takut bahwa negeri itu akan melakukan aksi-aksi sefihak dibidang politik, invasi-invasi, ekspedisi penghukuman maupun operasi militer bersifat kemanusiaan. -- Tiongkok tidak akan memaksakan sistim (politik)nya pada siapapun. Dan hal itu juga tidak mungkin. Karena sistim (politik Tiongkok) itu tidak bisa dipisahkan dan terikat dengan kebudayaan Tiongkok yang unik”.
    * * *

    Sebagai orang Indonesia, yang negerinya, Republik Indonesia (diproklamasikan tahun 1945), termasuk negara pertama mengakui berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (1949) . . . akupun ingin mengerti dan memahami sekitar pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan politik seperti apa yang ditempuh Tiongkok dewasa ini. Bukankah Ir Sukarno, salah seorang pemimpin besar perjuangan kemerdekaan nasional bangsa Indonesia, Bapak Nasion, Proklamator Kemerdekaan Indonesia, serta Presiden Republik Indonesia pertama negara Republik Indonesia, ---- dengan tegas menunjukkan bahwa
    untuk tujuan keadilan, kemakmuran dan kejayaan, --- Indonesia harus membangun negara yang Sosialis. Kalau kita bertolak dari Undang-Undang Dasar dan dasar falsafah negara, yaitu Pancasila, maka jalan yang hendak ditempuh Indonesia, adalah jalan Sosialisme.
    Oleh karena itu seyogianya Indonesia menarik pelajaran dari negeri-negeri lain yang juga membangun Sosialisme, a.l dari Republik Rakyat Tiongkok.
    Untuk tujuan tsb, selain menjenguk kawan-kawan seperjuangan lama orang-orang Tiongkok dan teman-teman Indonesia yang bermukim diTiongkok, selama dua minggu, dari 26 Mei s/d 8 Juni 2013, bersama Murti, aku bekunjung (lagi) ke Tiongkok. Terakhir kunjungan kami ke Tiongkok adalah 13 tahun yang lalu, yaitu tahun 1998. Undangan datang dari organisasi yang sama: “Chinese People's Association for Friendship With Foreign Countries” (CPAFFC). Adalah organisasi non-governmental ini juga yang mengundang kami sekeluarga untuk tinggal di Tiongkok dan aku bekerja disana (1966-1986).

    * * *

    Dua bangunan baru besar di Beijing, sedikit banyak, mencerminkan perubahan dan kemajuan yang terjadi selama dasawarsa ini. Amat jauh berubah dibanding keadaan ketika kami meninggalkan Beijing pada tahun 1986. Begitu besar dan meluas perubahan itu hingga orang jadi pangling dan mudah tersesat. Meskipun dulunya pernah bertahun-tahun tinggal di Beijing. Beijing dewasa ini sudah berubah-total menjadi sebuah kota besar ukuran dunia dengan ribuan flat perumahan baru untuk warganya, kantor-kantor pemerintah dan perusahaan dalam negeri dan asing, rumah-rumah makan, kedai-kedai dan mal-mal serta hotel-hotel modern, dengan infrastruktur modern, taksi-taksi serta kendaraan umum bus serta metro ratusan kilometer.
    Menonjol adalah bangunan Stadion Olahraga “Birds Nest”, “Sarang burung”, dimana telah diselenggarakan Olympiade Musim Panas 2008 yang megah dan terbesar di sepanjang sejarah Olympiade. Beijing menjadi tuanrumah untuk para olahragawan dari 86 negeri. . . . Dunia tercengang meyaksikan Tiongkok menggondol terbanyak medali emas (51). Baru pertama kalinya Tiongkok memenangkan medali emas terbanyak sejak ikut dalam pesta olah raga musim panas Olympiade.
    Satunya lagi adalah bangunan indah budaya “The Giant Egg” yang selesai tahun 2007. “The Giant Egg” adalah sebuah bangunan megah milik “The National Centre for the Performing Arts (NCPA)”. Di sinilah dibangun teater opera Peking dan drama (1040 kursi), konser (2017 kursi) dan panggung Opera (2416 kursi) . Senafas dengan semangat “Keterbukaan”, gedung kesenian indah “The Giant Egg”, yang terdiri dari elipsoid dome titanium dan kaca itu dibangun menurut blueprint seorang arsitektur Perancis, Paul Andreau. Kemampuannya menampung lebih dari 5000 pengunjung. Dengan demikian, memberikan syarat pada warganya untuk ambil bagian dalam kehidupan kebudayaan nasional maupun dari negeri-negeri lain.


    * * *

    Manusia-manusianya: Ratusan ribu berkendaraan mobil milik sendiri. Jutaan lainnya yang berkendaraan umum serta yang berjalan-kaki tampak berpakaian rapi, bagus dan banyak yang pakaian, sepatu dan tasnya, “bermerek”. Paling tidak satu diantara sepuluh orang memegang ponsel (HP) ukuran besar yang mutakhir. Banyak yang bermerek Apple, Samsung atau bikinan dalamnegeri. Sambil duduk-duduk atau berjalan mereka sibuk bicara melalui tilpunnya model terbaru. Sehingga aku merasa agak sungkan malu-malu kucing mengeluarkan ponsel sendiri berukuran kecil yang sudah dipakai bertahun-tahun.
    Betul, . . . gejala yang dikemukakan diatas menunjukkan peningkatan kemakmuran masyarakat di satu kota Beijng serta kota-kota besar lainnya yang kami kunjungi seperti Shanghai, Nanchang dan Shenzhen ---- dalam tigapuluh tahun terakhir. Namun dalam artian umum juga mencerminkan situasi umum kota-kota besar Tiongkok lainnya. Menunjukkan pula arus urganisasi yang juga punya dampak problematik tidak kecil.
    Kalau hendak memperoleh gambaran menyeluruh tentang perubahan luar biasa yang terjadi di Tiongkok selama 30 tahun terakhir, sejak diberlakukannya kebijakan “Keterbukaan dan Reformasi”, dan bila ada kesempatan, salah satu cara yang efektif adalah brkunjung ke gedung pameran Expo 2010, seperti yang kami lakukan di Shanghai itu.
    Expo 2010, resmi populer disebut Shanghai Expo 2010. Ikut serta dalam Expo ini lebih dari 190 negara dan lebih dari 50 organisasi internasional. Expo Shanghai 2010 berlangsung di kedua belah tepi S, Huangpu (1 Mei sampai 31 Oktober 2010). Shanghai Expo 2010 merupakan Expo Dunia. Dengan tema "Better City - Better Life" (Kota yang lebih baik - Kehidupan yang lebih baik).

    * * *

    Di Beijing, berkat perhatian dan bantuan Xiao Qun, putri mendiang Siauw Giok Tjhan, mantan Ketua Baperki dan anggota DPR-RI, --- kami berkesempatan berkunjung ke Universitas Beijing (Beida). Disitulah kami memperoleh kesempatan yang jarang dan amat berharga, --- mendengar dan mengadakan percakapan tanya jawab langsung dengan 6 orang profesor Beida. Percakapan berkisar pada politik “Keterbukaan dan Reformasi”, serta tema “Sosialisme dengan Ciri-Ciri Tiongkok.” Xioa Qun juga telah mengundang kami menyaksikan sendra-tari modern Tiongkok “The Golden Mask Dinasty”, yang dipentaskan diatas panggung pertunjukan ultra modern di THEATER OCT (Overseas Chinese Theater), Beijing. Baru pertama kali ini bisa menyaksikan panggung teater yang begitu modern.
    Kesempatan diskusi juga diperoleh ketika kami mengujungi Akademi Komunikasi Tiongkok di Beijing. Disitu kami berdiskusi dengan belasan mahasiwa S1 dan 4 orang dosen mereka. Juga mengenai tema yang sama.

    Seterusnya, --- sempat pula kami mendengarkan dan berdiskusi dengan sahabat-sahabat Tiongkok di Shanghai, Nanchang dan Daerah Ekonomi Istimewa Shenzhen. Di Nanchang kami mendengarkan dan berbincang-bincang mengenai tema yang sama dengan dua orang sarjana ekonomi dari Universitas Nanchang, tempat studi tidak kurang dari 50.000 mahasiswa studi disitu. Kesempatan lain adalah menjenguk teman-teman Indonesia yang bermukim di Nanchang, a.l dengan sahabat lama Suar Suroso, mantan wakil pemuda Indonesia di Organisasi WFDY – World Federation of Youth, Budapest. Suar Suroso selama ini telah menulis tidak kurang dari 9 buku. Diantaranya mengenai Perang Dingin, Bung Karno dan Marxisme.

    * * *
    Kami belum sempat mengunjungi pedesaan. Dengan asumsi bahwa berita yang bisa dibaca di Gelora45 mencerminkan situasi sesungguhnya (lihast lampiran), maka bisa disimpulkan bahwa politik Tiongkok yang populer dirumuskan “KETERBUKAAN DAN REFORMASI” telah menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi luar biasa di sepanjang sejarahnya. Membuat Tiongkok, sebuah negeri berkembang (developing country) menjadi kekuatan ekonomi dunia nomor dua sesudah AS. Yang telah mengejar dan melampaui Jepang dan Eropah.

    Semua pembicaraan dan tanya-jawab dengan fihak Tiongkok berlangsung dalam suasana bershabat, terbuka, kritis dan analitis. Dalam semangat “bertolak dari keadaan yang nyata, mencari kebenaran”, diskusi amat lancar dan menarik. Hal-hal baru kudapati yang amat bermanfaat dalam rangka MEMAHAMI TIONGKIOK. Teristimewa pembicaraan yang dilakukan di Shenzhen, sutu daerah ekonomi khusus , dibawah kekuasaan Sosialis, yang tujuannya a.l menyedot kapital Tionghoa perantau dan asing lainnya serta teknologi dan menagement mutakhir. . . .. DEMI PEMBANGUNAN SOSIALISME DENGAN CIRI-CIRI TIONGKOK.

    * * *

    Dalam setiap pembicaraan tanya-jawab yang berlansgung dengan kami, fihak Tiongkok, baik yang pejabat, sarjana, mahasiswa, maupun orang biasa. . . semua punya kesamaan pandangan, yaitu . . .
    ”Bahwa tugas utama Tiongkok dewasa ini ialah bagimana memakmurkan rakyat yang berjumlah 1.4 milyar itu.” . Bahwa perkembangan Tiongkok dewasa ini berada pada tahap PERMULAAN SOSIALISME.
    Selanjutnya ditandaskan, bahwa kekuatan pendorong utama dan pokok pertumbuhan, perkembangan kemajuan masyarakat ----- adalah KEKUATAN PRODUKTIF MASYARAKAT.
    Bahwa Sosialisme itu Bukan Kemiskinan!

    * * *

    Dalam pada itu disadari bahwa kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi sekarang ini bukan tanpa munculnya RISIKO atau dampak negatif. Dikemukakan secara terus terang dan terbuka, bahwa dampak negatif itu menjadi tugas nasional untuk diatasi bersama, yaitu:
    1) Kesenjangan sosial,
    2)Polusi, dan
    3)Kemerosotan moral, seperti korupsi dan kriminalitis lainnya.
    Semua itu diakui secara terbuka dan terus terang dan mereka berketetapan hati untuk mengatasinya.
    * * *
    Di tulisan berikutnya pada kolom ini akan dimasuki lebih lanjut tema dan masalah yang jadi percakapan tanya jawab.
    * * *
    Lampiran:
    ENAM DESA MAKMUR DI TIONGKOK


    1. Desa Hua Xi: ditahun 70-an adalah desa perladangan, tahun 80-an menciptakan pabrik dan tahun 90-an menciptakan kota. Sekarang didesa ini, telah muncul Gedung 72 tingkat dengan ketinggian 328 M, menjadi gedung ke-8 tertinggi di Tiongkok. Inilah yang dikatakan Wu Ren Bao, kepala Desa Hua Xi, “Kita akan membangun Desa Hua Xi di Langit”.
    Gedung-gedung dibangun dengan modal 200 orang terkaya Desa Hua Xi, masing-masing 10 juta RMB. Setiap “Pemilik modal” mendapat satu-set flat–berbintang 5, yang boleh dijual keluar atau diubah menjadi kamar hotel. Seluruhnya bisa menampung lebih dari 1000 orang, restoran untuk 5000 orang, dan lengkap dengan jalan, kota, pelabuhan dan bioskop, ... pantaslah disebut Desa Hua Xi dilangit. Restoran diatas langit terbesar di Asia, Sistem lift pertama diDesa Tiongkok dan sistem pengontrolan modern didunia, penduduk desa bisa ikut menikmati pelayanan Hotel berbintang 5, mencuci baju dikirim ke ruang cuci, makan masuk saja ke restoran, ...
    2. Desa Nan Ling. Desa Nan Ling berada di distrik Long Gang kota Shen Zhen. Setiap tahun melangsungkan Makan Malam Bersama Penyerahan Hadiah bagi Teladan. Hampir setengah yang menghadiri Makan Bersama adalah ahli pendatang dari luar. Yang hadir sedikitnya dapatkan 200 RMB ang-pao. Huang Chang Le ditahun 2011 memperoleh hadiah “Pekerja Teladan dari Luar”.
    “Kami semua senang menetap disini, karena toleransi yang kuat didesa Nan Ling”, kata Huang Chang Le. Di desa Nan Ling, kecuali mendapatkan bonus keuntungan setiap tahun, penduduk desa setiap tahun bisa keluar

    bertamasya, pembagian rumah tinggal dan “kue” keuntungan didapat setiap tahun. Huang sekarang sudah mendapat perumahan flat gratis 3 kamar 1 ruang tamu. “Saya sudah menjadikan Desa Nan Ling sebagai kampung halaman ke2, saya sangat senang dengan lingkungan hidup demikian.” Tegas Huang.
    Disamping memberi bayaran besar untuk menyedot keahlian, Desa Nan Ling juga sangat memperhatikan mendidik KEAHLIAN. Desa ini memberi beasiswa, beserta tunjangan 10 ribu RMB bagi pelajar pintar yang masuk Universitas.Setiap bulan memberi 500 RMB uang saku. Bagi mereka yang berhasil masuk 10 Universitas terbaik di Tiongkok, tunjangan diberikan 100 ribu s/d 500 ribu RMB. Sedang bagi pelajar yang meneruskan sekolah di luarnegeri bisa diberi sekaligus 200 ribu RMB; Setelah mahasiswa tamat dan kembali bekerja didesa Nan Ling, diberi fasilitas setingkat Wk. Kepala Pabrik. Bagi siswa yang tidak tamat SMA di Desa, tidak hanya tidak diatur pekerjaan, juga tidak dibagi bonus tahunan.
    3. Desa Xi Tang, penduduknya mendapat lebih 2000 RMB uang pensiun.
    Shi Mei Ling, penduduk Desa Xi Tang di distrik Qian Zhou Kota Wu Xi, bersama suami, putra dan ibunya tinggal di gedung Villa 3 tingkat seluas 300 M2,.
    Namun kehidupan macam ini, hanyalah kehidupan menengah saja di Desa Xi Tang. Lebih 2000 penghuni Desa, sudah lebih 70% tinggal di gedung macam Shi Mei Ling tinggal. Di Desa ini, setiap penduduk sudah ada jaminan pensiun dan tanggungan kesehatan/pengobatan, sekalipun tidak pernah bekerja di perusahaan Desa, setelah mencapai usia pensiun, juga bisa mendapatkan 2000 RMB uang pensiun. Setiap keluarga bisa mendapatkan tunjangan pertanian dan tunjangan air-listrik. Disamping itu, Desa Xi Tang juga menanam modal untuk membangun perumahan orang-tua, lengkap dengan air-co dan perlengkapan pemanas, mengatur 3 X makan yang sangat makmur. Penduduk desa yang berusia genap 73 berhak jadi penghuni rumah orang-tua hanya dengan pembayaran 100 RMB/bulan.
    4. Desa Hang Min: Semua penghuni Desa adalah pemilik saham.
    Desa Hang Min berada didistrik Gua Li, daerah Xiao Shan Kota Hang Zhou, dengan areal 2 Km2, lebih 300 keluarga, jadi lebih dari 1000 orang saja. Dengan menggunakan hanya 300 ribu RMB sudah bisa menempati gedung Villa sekitar 300 meter persegi yang dibangun dengan perancangan terpusat. Penghuni Desa setiap keluarga sudah masuk Gedung Villa. Setiap keluarga sudah punya garasi mobil. Diatas tanah ladang Desa Hang Min seluas 800 Mu, ada 23 petani yang melakukan produksi pertanian dengan mekanisasi. Padi hasil produksi dijual secara terpusat, berdasarkan harga 1 RMB/Kg dijual pada penduduk desa.

    Tahun yl., sekretaris Partai Desa Hang Min, Zhu Zhong Qing, menetapkan hak-milik kolektif Desa, dibagikan menjadi saham setiap penduduk Desa sesuai dengan nilai kerja, besar-kecil jasa yang diberikan pada Desa. Dengan demikian seluruh penduduk desa, setiap tahun mendapatkan bonus sesuai persentasi saham yang dimiliki. “Kami tidak hanya penghuni Desa, tapi juga Pemilik Desa ini”, demikian kata Zhu Jin Lian, bersama dengan suaminya bekerja diperusahaan yang diusahakan Desa ini, tahun lalu keluarganya dapatkan pemasukan gaji 180 ribu Yan, ditambah lagi 700 ribu Yan bonus pemilikan saham.
    5. Desa Teng Tou: Desa perumahan Daerah Pemandangan Touris A-5.
    “Tunjangan sosial tahun ini di Desa dinaikkan lagi, setiap penduduk desa mendapatkan tunjangan 1000 RMB. Keluarga kami ada 5 kepala, jadi setiap tahun sedikitnya dapatkan tunjangan sosial lebih dari 60 ribu RMB”, demikian kata Chen Yin, penduduk Desa Teng Tou sambil tertawa. Didesa sudah dibangun Rumah Sakit, lengkap dengan asuransi kesehatan. Orang tua diatas usia 60 tahun, diperbolehkan mengambil uang pensiun 400 – 1000 RMB/bulan. Setahun sedikitnya bisa dapatkan 6000 RMB lebih.
    Puluhan tahun yl, Desa Teng Tou yang tidak jauh dari kota Ning Bo, justru dikenal sebagai “Desa-Miskin”. Tahun 1993, Desa Teng Tou membentuk “Komite Lingkungan”, merupakan satu-satunya di Desa Tiongkok. Mereka melakukan penilaian terhadap pencemaran lingkungan akibat berbagai industri, untuk mempertahankan Pedesaan Hijau. Dengan keuntungan lingkungan, Desa Teng Tou membuat Pengembangan sumber daya agro-ekologi pariwisata, membuat salah satu wilayah Pemandangan Touris tingkat A5 di Tiongkok, setiap tahun menyedot 600 ribu touris dengan pemasukan untuk tiket 55,5 juta RMB.
    6. Desa Jiu Xing: dengan “Tiga Jaminan” kehidupan lebih terjamin.
    Memasuki Desa Jiu Xing yang berada didistrik Wen Xing barat daya kota Shang Hai, seperti masuk dalam lautan toko. Diatas tanah 1600 Mu, didirikan Pasar Grosir integral terbesar di Tiongkok Timur. Ia juga merupakan Pasar Grosir integral terbesar di seluruh Tiongkok yang diselenggarakan di tingkat Desa. Penduduk desa yang berjumlah 3757 orang, rata-rata penghasilan setiap orang 35 ribu RMB/tahun.
    Selain untuk setiap penduduk ada kerja dan ada jaminan, setiap orang juga memiliki saham. Tidak hanya menjadi penghuni Desa tapi juga menjadi pemilik Desa. “Setelah memiliki saham, petani baru mendapatkan keuntungan jangka panjang. Sebenarnya, mendapatkan sesuai hasil kerjanya dan pembagian bonus sesuai pemilikan saham diperusahaan Desa ini, ditambah mendapatkan pensiun dihari tua, jaminan kesehatan/pengobatan dan jaminan penganggur, di Desa Jiu Xing dikatakan “3 Jaminan”, demikian kata Wu En Fu, sekretaris Partai Desa Jiu Xing.

    Asuransi Kesehatan, tunjangan pensiun, saham dan bonus, ... adalah istilah yang hanya dikenal di kota dan sekarang sudah “masuk ke setiap keluarga di Desa”, bahkan banyak orang kota menjadi merah matanya melihat kehidupan “mewah” didesa. Dari seluruh Desa menikmati tunjangan sosial yang ada, tidak sulit untuk melihat: bahwa kemakmuran ekonomi daerah pesisir Tiongkok tenggara, tidak sepenuhnya tergantung dari kemakmuran Desa, sedang petani menjadi “TUAN DESA” inilah sebab utama mendorong visi dan spirit mereka sehingga mencapai “perkembangan melompat” ini.
    (Bersambung).
    * * *

    Minggu, 16 Juni 2013
    ------------------------
    BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK – 02 --

    * * *
    SHENZHEN, Kota Terpenting Yang Membuka Ekonomi Tiongkok:
    Sahabatku Witaryono, Jakarta, – – – putera Ir Setiadi Reksoprodjo, mantan menteri dalam dua kali Kabinet Presiden Sukarno, memberikan reponsnya terhadap tulisanku yang pertama sejak kembali dari kunjungan ke Tiongkok., a.l sbb:
    ". .. . . Tiongkok . . . . Luar biasa adil-makmur loh jenawinya negara itu sekarang..... Saya jadi teringat ucapan alm Ali Sadikin kepada alm ayah saya, ketika beliau baru pulang berobat dari Tiongkok sekitar tahun 2000-an.
    Kira2 begini : "Pak Setiadi, kunjungan saya pertama ke Beijing sekitar tahun 1965 dan terakhir kemarin ketika saya operasi ginjal selama 3 bulan lebih... Dari situ saya memahami bahwa kemajuan yang dialami Tiongkok itu, sesungguhnya apa yang ingin diwujudkan oleh Bung Karno pada tahun '60an.....
    Saya melihat impian Bung Karno itu justru berhasil direalisasikan oleh bangsa Cina di Tiongkok." . . . .

    * * *

    Sahabat lainnya Yefta Tandiyo, Magelang, mengutarakan kesannya padaku baru-baru ini tentang Shenzhen yang belum lama dikunjunginya a.l sbb|:
    “. . . . Kini saya memperoleh perspektif lebih tajam lagi mengenai negeri Tembok Besar itu, apalagi saya juga sempat menyaksikan Shen Zhen yang

    tadinya rawa2 disulap oleh Deng Xiaoping jadi kota modern dalam tempo 30 tahun saja. Kota yang dipenuhi para pendatang dari provinsi lain dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki2 karena ditunjang oleh industri diantaranya, elektronik . . .

    * * *

    Mengapa membicarkan tema “Sosialisme dengan Ciri-Ciri Tiongkok” dimulai dengan memasuki sedikit sekitar kota Shenzhen?
    Sebabnya ialah:
    Karena kebijakan Reformasi dan Keterbukaan ke dunia luar, yang diluncurkan Republik Rakyat Tiongkok sejak 1970, dimulai a.l dengan membangun Zone-zone Ekonomi Khusus , diantaranya yang terpenting ialah kota SHEN ZHEN (1980). Reformasi ekonomi yang berorientasi pasar, telah membuka zone-zone tsb terhadap dunia luar. Dan telah menggerakkan transisi dari ekonomi tertutup ke ekonomi terbuka.

    * * *

    Dalam kunjungan kali ini pesawat kami yang berangkat dari Nanchang, mendarat di landasan pelabuhan udara internasional Shenzhen, pada tnggal 4 Juni 2013.
    Dari udara tampak kota Shenzhen dengan gedung-gedung tinggi menjulang dan moderen serta infra-struktur yang canggih. Tidak kalah dengan kota metropolitan dunia yang manapun. Kota Shenzhen bersih dan indah. Dengan lalu lintas ribuan mobil yang teratur.
    Kota Zone Ekonomi Khusus (ZEK) Shenzhen meliputi areal seluas 327,5 kilometer persegi.
    Di Tiongkok dewasa ini, tedapat 6 buah Zone Ekonomi Khusus (ZEK), yaitu: Shenzhen, Zhuhai dan Shantou , Xiamen, Hainan dan Ka Shi (di Urumuchi, Shin Kiang). Zone Ekonomi Khusus yang terbesar arealnya adalah Zone Ekonomi Khusus Hinan, 34.000 kilometr persegi. Meliputi seluruh pulau Hainan.
    Di sini bisa disaksikan bahwa politik Keterbukaan dan Reformasi Tiongkok dilaksanakan dengan rencana yang cermat, dan teratur. Dengan selalu menarik kesimpulan dan pelajaran dalam rangka membetulkan kebijakan yang tidak cocok dengan rencanan keseluruhan membangun sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok. Serta untuk mendorong maju pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Untuk itu di Hainan mereka membangun sebuah lembaga penelitian dan studi mengenai berlangsung dan perkembangan ZEK di Tiongkok.
    Sebegitu jauh zone-zone ekonomi khusus itu telah membuktikan kesuksesannya. Disimpulkan sbb;

    1- Zone-zone Ekonomi Khusus tsb merupakan jembatan yang menghubungkan Tiongkok dengan Pasar Internasional. Sekaligus merupakan Jendela Bagi Tiongkok Untuk Melihat Dunia dan Dunia mengikuti dan memahami Tiongkok.
    2- ZEK merupakan “Lapangan Eksperiman” yang Sukses dalam mengeksplorasi dan Membangun Ekonomi Pasar Sosialis.
    3- ZEK Tiongkok merupakan “Pembimbing” dalam Mengadakan Perubahan Strategis.
    Di satu fihak masing-masing ZEK ada kekhususannya sendiri. Namun ada kebersamaannya, yaitu sbb:
    1- Politik ekonominya serta peraturan-peraturannya beda dengan bagian lainnya dari negeri.
    2- Terdapat langkah-langkah preferensial, seperti penurunan pajak dan bebas pajak, ditujukan pada investor-investor asing.
    3- Diperhatikan pembangunan lingkungan (enivronment) dengan maksud menarik lebih banyak investasi asing.
    4- Perushaan-perusahaan di ZEK didorong untuk memperluas ekspor, memasuki pasaran luarnegeri dan ambil bagian dalam kompetisi internasional.
    * * *
    SHEN ZHEN Sekarang:
    Kota Shenzhen yang terletak di delta Sungai Mutiara, menurut catatan sejarah Tiongkok sudah ada sejak kurang lebih 6000 tahun yang lalu. Benda-benda sejarah dan reruntuhan dari periode Neolithic ditemukan di Xiantoling. Shenzhen 6000 tahun yang lalu, adalah sebuah kota kuno di tepi pantai yang banyak rawa-rawa. Namun, kini telah berubah menjadi kota moderen dan canggih dalam jangka waktu 32 tahun belakangan, sejak diluncurkannya kebijakan ekonomi KETERBUKAAN dn REFORMASI (1980). Dari kota kecil dengan penduduk 30.000, -- Shenzhen dewasa ini telah berubah menjadi kota besar metropolis dengan penduduk lebih dari 10 juta.
    Dikatakan bahwa petumbuhan cepat Shenzhen merupakan lambang atau teladan usaha besar Tiongkok menuju modernisasi.
    GDP (Gross Domestic Product) Shenzhen sekarang sudah mencapai yang ke-empat terbesar di seluruh negeri. Sedangkan volume ekspornya meliputi 13 persen dari total ekspor seluruh negeri, Yang menjadikan kota Shenzhen kota pengekspor terbesar negeri.

    Sehingga sebuah majalah Amerika “Forbes” menempatkan Shenzhen sebagai kota yang paling kaya dengan inovasi di Tiongkok dalam tahun 2011. Sedangkan majalah Inggris “The Economist”, menilai Shenzhen sebagai kota yang menduduki tempat kedua di dunia dalam hal “kekuatan ekonominya” (2012)
    Di bidang lingkungan alam, oleh s.k “The New York Times”, kota Shenzhen dinilai menduduki tempat di antara 31 yang ngetop menurut ukuran global.
    Kehidupan kebudayaan penduduk Shenzhen juga tinggi. Terdapat sejumlah universitas dan sekolah tinggi kejuruan, perpustakaan dan jaringan lokasi-lokasi budaya yang tersebar di seluruh kota dengan pertunjukan-pertunjukan budaya sepanjang tahun.
    Kami menyaksikan betapa kota Shenzhen sebagai kota dengan udara bersih yang segar. Empatpuluh-lima persen dari kota terdiri dari sabuk-hijau pepophonan dan tanaman bunga-bungaan. Sehingga Shenzhen memperoleh award sebagai kota “Nasion Dalam Pertumbuhan” dan “Kota Landscape Nasional”.
    Kebetulan diskusi menarik dan penting yang kami lakukan di Shenzhen mengambil tempat di Overseas Chinese Town. Sahabat lama kami, Bung Chan CT bersama istrinya, khusus datang dari Hongkong (2 jam perjalanan dengan kereta-cepat) menemui kami dan bertindak sebagai penterjemah dalam diskusi-dikusi. Untuk mana kami merasa amat terbantu dan berterima kasih dengan penterjemahan dan informasi penting yang disampaikannya mengenai keadaan kota Shenzhen dan tentang situasi Tiongkok umumnya.
    Kota di dalam kota ini terletak di bagian Barat kota Shenzhen. Di situ terdapat taman-taman indah dan sebuah Folk Culture Villages, Window of the World dan Happy Valley. Serupa dengan Taman Mini di Jakarta. Tapi lebih indah. Taman-tamannya berisi replica pemandangan alamiah dan arsitektur hisrtoris. Semuanya itu dimaksudkan mencerminkan hakiki budaya Tiongkok dan internasional. Daerah tsb merupakan model kota dalam hal perencanaan urban, pembagnunan dan horticultur.
    * * *
    Jalan Zhongying:
    Ada yang khas di Shenzhen. Letaknya di kotapraja Shatoujiao, Kabupaten Yantian. Merupakan daerah antara Pegununan Wutong dan Laut Tiongkok Selatan. Tanda-tanda terbuat dari batu dibangun di sepanjang pertengahan dari jalan itu oleh kekuasaaan kolonial Inggris, ketika mereka merampas lebih banyak tanah dari Tiongkok untuk diansluskan ke Hongkong yang sudah dikuasainya. Itulah sebabnya “batas” itu disebut “Jalan Zhongying”. Atau Jalan “Tiongkok-Inggris”.

    Sampai sekarang separuh dari jalan itu merupakan bagian dari Hongkong.
    * * *
    Sungguh menakjubkan perkembangan kota Shenzhen! -- Sekarang ini merupakan kekuatan bengkel manufaktur besar yang terkenal di dunia. Shenzhen telah memproduksi tak kurang dari seperempat pesawat tilpun ponsel, dua perlima dari jam dan arloji, dan sepertiga dari container di skala dunia. Shenzhen bukan sekadar kota manufaktur. Sejumlah industri telah dibangun. Menjadikan Shenzhen kota industri teknologi tinggi.
    Dalam tahun 2008, Unesco memberikan julukan Shenzhen sebagai “City of Design”. Setiap tahunnya di Shenzhen diadakan “China (Shenzhen) International Cultural Industry Fair” (Mei) dan di setiap bulan November diadakan “China High-Tech Fair”.
    Dimana saja di Tiongkok bila ditanyakan sekitar kebijakan baru KETERBUKAAN dan REFORMASI, umumnya disebut kota SHENZHEN sebagai pilot-project. Juga dikatakan sebagai laboratorium dimana dilakukan iuji coba konsep SOSIALISME DENGAN CIRI-CIRI TIONGKOK.
    * * *
    Direnungkan dan difikirkan kembali! Tidak sesederhana dikira semula. Meskipun telah bermukin di Tiongkok tidak kurang 20 tahun (1966-1986). Setelah pindah kenegeri Belanda (1986), kemudian berkunjung lagi ke Tiongkjok (1988), serta baru-baru ini berkunjung lagi (dua minggu) . . . . . Tokh terasa betapa tidak sederhananya meyimpulkan kesan-kesan apalagi tanggapan mengenai TIONGKOK DI ABAD KE-21.
    Apalagi pada saat ketika NEGERI LIONG itu, menurut keyakinannya sendiri, melakukan “opening-up” dan “reform” sebagai pelaksanaan suatu sistim ekonomi dan politik yang mereka sebut “Sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok”. Dan dengan penuh keyakinan pula bahwa prakarsa tersebut adalah pentrapan kongkrit Marxisme dalam keadaan situasi kongkrit Tiongkok.
    Mereka selalu menggaris-bawahi bahwa inti Marxisme adalah bertolak dari keadaan kongkrit, mencari kebenaran dari kenyataan. Membangun sosiallisme di Tiongkok harus menempuh jalannya sendiri. Tidak mengkopi sosialisme yang telah dipraktekkan di negeri manapun.
    * * *
    Siapa saja yang berkunjug ke Tiongkok dewasa ini, bisa melihat dengan mata kepala sendiri, bisa bertemu dengan orang-orang dari pelbagai kalangan dan lembaga, . . . bertanya-tanya, mendengarkan, mengajukan persoalan sekitar SOSIALISME DENGAN CIRI-CIRI TIONGKOK. Kelanjutannya akan menyaksikan bahwa perkembanngan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang luar biasa itu adalah suatu fenomena, yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Tiongkok.

    Siapa saja, bebas mengambil pelbagai sikap mengenai Tiongkok. Namun, Yang terpenting bukankah belajar memahaminya dan menarik pelajaran dari pengalaman Tiongkok tsb, demi kepentingn pembangunan dan kemajuan bangsa dan tanah air kita sendiri. INDONESIA.
    (Bersambung)
    * * *

    Senin, 17 Juni 201
    BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK – 03 --
    * * *
    INTERMEZO:
    Tulisan yang sekaang ini tidak termasuk yang direncanakan. Namun, ---- Kiranya akan menambah masukan bagi pembaca, dalam rangka “Berusaha Memahami Tiongkok”. Maka sedikit dimasuiki masalah yang diajukan oleh penulis, dalam tulisannya sekembalinya dari kunjungannya ke Tiongkok baru-baru ini. Yang kemudian mendapat response dari pembaca.
    “Masalah” yang dimaksudkan disini, adalah respons yang disampaikan oleh sahabatku Witaryono, Jakarta, terhadap tulisanku (Kolom Ibrahim Isa, 16 Juni, 2013). Dikutip di sini yang a.l diajukan oleh Witaryono, . .
    “Sahabatku Witaryono, Jakarta, – – – putera Ir Setiadi Reksoprodjo, mantan menteri dalam dua kali Kabinet Presiden Sukarno, memberikan reponsnya terhadap tulisanku yang pertama sejak kembali dari kunjungan ke Tiongkok., a.l sbb:
    ". .. . . Tiongkok . . . . . . Luar biasa adil-makmur loh jenawinya negara itu sekarang..... Saya jadi teringat ucapan alm Ali Sadikin kepada alm ayah saya, ketika beliau baru pulang berobat dari Tiongkok sekitar tahun 2000-an.
    Kira2 begini : "Pak Setiadi, kunjungan saya pertama ke Beijing sekitar tahun 1965 dan terakhir kemarin ketika saya operasi ginjal selama 3 bulan lebih... Dari situ saya memahami bahwa kemajuan yang dialami Tiongkok itu, sesungguhnya apa yang ingin diwujudkan oleh Bung Karno pada tahun '60an..... Saya melihat impian Bung Karno itu justru berhasil direalisasikan oleh bangsa Cina di Tiongkok." . . . .
    * * *
    Respons Witaryono tsb disiarkan kembali dengan maksud agar pembaca bisa mengetahui pelbagai pendapat yang ada mengenai perkembangan Tiongkok

    dewasa ini. Bukan berarti penulis sepenuhnya sependapat dengan apa yang diajukan oleh Witaryono. Seperti juga halnya dengan respons yang diajukan oleh Chan CT. Pada penutup tulisanku yang dimaksud, sengaja dikemukakan sbb:
    “ Siapa saja, bebas mengambil pelbagai sikap mengenai Tiongkok. Namun, Yang terpenting bukankah* belajar memahaminya dan menarik pelajaran dari pengalaman Tiongkok tsb, demi kepentingn pembangunan dan kemajuan bangsa dan tanah air kita sendiri. INDONESIA.”
    * * *
    Demikianlah, kali ini dikutip dan siarkan kembali respons yang diajukan oleh sahabatku Chan C.T dari Hongkong, mengenai penilaian Witaryono bahwa dewasa ini ". .. . Tiongkok . . . . Luar biasa adil-makmur loh jenawinya negara itu sekarang.....
    Respons yang diajukan oleh Chan CT menambah fakta-fakta dan memberikan sedikit latar belakang mengapa kebijakan Deng Xiaoping, politik “Keterbukaan dan Reformasi” bisa mencapai hasil-hasil yang diharapkan.
    Chan CT mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan Deng Xiaoping itu disebabkan oleh sudah diletakkannya dasar ekonomi Tiongkok yang dibangun di bawah pimpinan Mao Tjetung. Fakta sejarah ini perlu diketahui untuk bisa memahami bahwa perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dewasa ini, tidak terlepas dari situasi sebelumnya.
    Bahwa “Tanpa ada dasar ekonomi nasional yang cukup kuat, tidak mungkin tercapai pembangunan ekonomi nasional yang begitu cepatnya dalam 30 tahun terakhir ini.”
    Terima kasih kepada Chan CT yang dengan seksama dan teratur selalu mengikuti terus perkembangan dan pertumbuhan Tiongkok. Sehingga menambah wawasan pembaca mengenai apa yang terjadi di Tiongkok.
    * * *
    Di bawah ini disampaikan respons Chan CT tsb dengan pengeditan seperlunya:
    Hongkong, 17 Juni 2013.
    Bung Isa yb,
    Sungguh luar biasa, bung yang sudah berusia 82 lebih, ternyata tidak merasakan lelah dengan perjalanan begitu jauh dan sekarang sudah mengeluarkan tulisan-tulisan apa yang dilihat dan didengar selama perjalanan di Tiongkok. Heeiibat!

    Tapi, perkenankanlah saya sedikit memberi tambahan agar lebih jelas bagi pembaca yang kurang mengetahui dan belum pernah menginjakkan kakinya di Tiongkok daratan.
    Pertama, saya setuju dengan pendapat bahwa, masih belum waktunya untuk menilai Tiongkok sekarang, sekalipun sudah begitu “dahsyat” kemajuan ekonomi, sebagai masyarakat yang sudah “adil dan makmur, loh jenawinya”. Belumlah.
    Bahkan untuk dilihat terbatas Shen Zhen saja mungkin juga belum bisa. Mengapa? Karena dari penduduk Shen Zhen yang semula hanya merupakan desa distrik berpenduduk belasan ribu, sekarang menjadi kota metropolitan dengan penduduk lebih 10 juta itu (termasuk buruh pendatang dari desa) sekalipun sudah terbentuk klas menengah yang cukup luas, tapi tetap masih tidak sedikit klas lapisan bawah yang hidup miskin, khususnya buruh-buruh di pabrik, .... kalau dilihat didaerah pedalaman sebelah barat-laut tentu lebih jelas masih terbelakang.
    Kongres ke-18 PKT tahun lalu, juga tidak berani menepuk dada sudah “adil dan makmur”, karena memang 30 tahun pertama, sejak dimulai politik “Keterbukaan dan Reformasi” tahun 1980, baru melangkah dengan “memperkenankan sementara orang kaya lebih dahulu”, baru tahun 2008 ditetapkan titik berat tugas PKT pada “KEADILAN”, berusaha meningkatkan kesejahteraan PETANI luas didesa-desa. Dan Kongres Ke-18 tahun lalu menargetkan, baru akan mencapai sedikit makmur dan adil ditahun 2030. Kedua, “Politik keterbukaan dan reformasi” (Gai Ge Kai Fang) yang diajukan Deng Xiaoping, April 1979, baru melangkah dengan 4 Zone Ekonomi Khusus sebagai titik percobaan (bukan 6 ZEK).
    Ke-4 ZEK itu yalah: Shen Zhen, Zhu Hai, Shan Tou, (3 Dearah ZEK dipesisir selatan Propinsi Guang Dong, dengan pintu keluar menghadap Hong Kong) dan Xia Men (dipesisir tenggara Propinsi Fu Jian, dengan pintu keluar menghadap Taiwan. Banyak penduduk Taiwan asal kampung Xia Men). Ke-4 ZEK inilah yang pertama menjadi TITIK percobaan dibuka menjadi daerah ekonomi istimewa, yang berusaha menyedot masuk modal asing, khususnya dari Hong Kong, Huakiao dan Taiwan, ... yang saat itu diberi banyak kemudahan dan jaminan untuk menanamkan modal di 4 ZEK itu, termasuk kemurahan pajak. Di Tiongkok betul ada 6 ZEK, kemudian bertambah dengan pulau Hainan ditahun 1988 dan kemudian ditambah lagi dengan Ke She (di Daerah Urumuchi, Shin Kiang, dengan gunakan ejaan Ka Shi) pada tahun 2010.
    Ketiga, saya ingin menandasakan bahwa, Deng Xiaoping bisa menjalankan atau melaksanakan politik “keterbukaan dan reformasi” ini karena KEBERHASILAN politik berdikari Mao menjebol blokade sejagad AS

    ditahun 1972, dimana Mao sendiri masih sempat menemui dan bersalaman dengan Presiden Nixon di Beijing.
    Setelah AS berhasil dipaksa mengubah politik embargo menjadi “bersahabat” yang kemudian diikuti dengan negara-negara didunia satu persatu membuka hubungan, barulah mungkin melaksanakan politik “Keterbukaan dan reformasi”. Dan, benar juga apa yang ditandaskan Presiden Hu Jintao sendiri ditahun 2008, bahwa keberhasilan pertumbuhan ekonomi yang dahsyat dalam 30 tahun terakhir ini, justru harus dilihat dari keberhasilan pembangunan dasar ekonomi yang dibangun Mao dalam 30 tahun sebelumnya.
    Tanpa ada dasar ekonomi nasional yang cukup kuat, tidak mungkin tercapai pembangunan ekonomi nasional yang begitu cepatnya dalam 30 tahun terakhir ini. Jadi, kalau kita perhatikan tahap-tahap pembangunan di Tiongkok, adalah sbb:
    30 tahun pertama, 1949-1979 dimasa Mao adalah tahap membangun dasar ekonomi,
    lalu tahap kedua, 1980-2010 mempercepat pembangunan ekonomi dengan memperkenankan sementara orang kaya lebih dahulu; dan
    ketiga, 2010-2040 mencapai masyarakat adil dan makmur, meratakan kekayaan untuk dinikmati seluruh rakyat TIongkok.
    Yaaah, mudah-mudahan saja tidak terjadi gejolak besar yang merusak dan PKT tetap berhasil meneruskan reformasi-reformasi untuk membenahi, memperbaiki kesalahan-kesalahan yang masih ada dan dengan demikian berkemampuan untuk berperan memimpin 1,4 milyar rakyat Tiongkok terus maju mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
    Salam, ChanCT

    * * *
    Rabu, 26 Juni 2013
    ------------------------
    BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK -- 04 --
    < Sekitar Pertemuan di Utrecht Minggu, 23 Juni 2013 >

    * * *

    Minggu yang lalu, 23 Juni 2013. Hari itu sepanjang pagi, hujan turun dengan derasnya. Bagaikan diguyur dari langit . . . Tak kunjung henti-hentinya!
    Namun, hal itu tak jadi rintangan bagi kurang lebih 50 sahabat-sahabat Indonesia, yang datang ke Gedung Pertemuan – sebuah Buurthuis, di St Ludgerusstraat 251, 3553 CW Utrecht. Diantara hadirin tampak kawan-kawan Indonesia dari Swedia dan seorang dosen sejarah Indonesia dari UGAM – Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang kebetulan sedang ada Holland.
    Kawan-kawan itu datang atas undangan “Forum Diskusi”. Sebuah wadah diskusi yang dikelola oleh Burhan, Anna dan Rini. Acara hari itu adalah Informasi “Masalah Pemilu 2014”, disampaikan oleh Burhan. Lalu “Oleh-oleh Kunjungan Bung Isa ke RRT”; dan info-info lainnya dari kawan-kawan yang belum lama berkunjung ke Indonesia.
    * * *
    TIONGKOK DEWASA INI:
    Tiongkok dewasa ini, terutama 30 tahun belakangan ini setelah diberlakukannya kebijakan “Gaige Kaifang”-- “Keterbukaan dan Reformasi”, telah menarik perhatian banyak negeri. Terutama negeri-negeri Barat. Mereka sekaligus menyatakan kekhawatiran mereka, jangan-jangan Tiongkok akan menjadi sebuah negara “adi kuasa baru”, suatu “super power” yang berambisi merajai dunia.

    Tapi, dunia tahu, bahwa pernyataan pemerintah dan praktek politik luarnegerinya selama ini, ---Tiongkok lebih menampilkan dirinya sebagai sebuah negeri yang berusaha memajukan ekonomi negerinya dan memakmurkan rakyatnya. Tiongkok menitik beratkan usahanya pada pembangunan pertanian, industri, teknologi dn ilmunya. (Seperti yang mereka katakan) mereka sedang membangun Sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok. Membangun negeri dan kemakmuran bagi rakyatnya. Bahwa Tiongkok dewasa ini berada pada tahap awal Sosialisme. Bahwa Tiongkok di atas segala-galanya memerlukan stabilitas negeri untuk merealisasi tujuannya tsb.
    Untuk itu mereka berusaha ambil bagian dalam menciptakan situasi internaional yang aman dan stabil, bebas dari ketegangan dan bahaya perang. Situasi dunia yang stabil bebas dari perang, adalah syarat utama bagi Tiongkok untuk bisa dengan lebih intensif membngun negeri dan kemakmuran rakyatnya. Menghadapi masalah-masalah yang muncul dalam situasi internasional, Tiongkok tampak bersikap LOW-PROFILE. Sesuai dengan pernyataan-pernyatan yang mereka kemukakan selama ini.

    * * *

    Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Tiongkok, yang menjadikannya kekuatan ekonomi nomor dua setelah Amerika Serikat, -- merupakan daya tarik perhatian dunia secara umum. Secara khusus, sebagai ilustrasi, juga menjadi perhatian di kalangan generasi muda intelek Belanda, yang baru tamat

    universitas. Setelah mengikuti perkembangan Tiongkok sekarang. Di antara mereka, ada yang memilih kota Shanghai, untuk memulai kariernya sebagai sarjana muda.
    Baik kita ikuti apa yang dikatakan oleh seorang sarjana muda Belanda, Philip Mann ( 25), sbb:
    “Saya ingin sesuatu yang lain, dan dengan dramatis ingin me – ”reset” (mengatur kembali) peri kehidupan saya. Dibanding dengan Shanghai, Amsterdam itu lamban dan menjemukan. Tetapi, bila Anda jalan-jalan di kota Shanghai, Anda akan merasakan dinamikanya kota itu sebagai sebuah metropol.” (“De Groene Amsterdammer”, 6 Juni 2013).
    Anak muda Belanda itu memutuskan untuk berangkat ke Shanghai dan bekerja di kota metropol yang dianggapnya lebih dinamis dari dibandingkan dengan Amsterdam.

    * * *

    YANG DISAMPAIKAN I. ISA Dalam Pertemuan Utrecht:
    (Transkrip Yang Disampaikan I. Isa Dlm Pertemuan Utrecht, dengan sedikit pengeditan)
    Kawan-kawan,
    “Ketika Bung Burhan menanyakan kepada saya, apakah saya bersedia memberikan kesan-kesan saya mengenai kunjungan ke Tiongkok baru-baru ini --- timbul reaksi dalam fikiran, apakah saya bisa memberikan kesan-kesan mengenai kunjungan Murti dan saya ke Tiongkok, yang berlangsung, antara tanggal 26 Mei sampai 09 Juni 2013 Jadi dua minggu. Mampukah saya memberikan kesan-kesan itu. Saya sudah mulai menulis (3 artikel kolom bersambung). Kolom yang biasa saya tulis secara reguler. Tapi masih merupakan kesan-kesan yg belum mendalam. Berulang terfikir, . .. apa bisa saya memberikan kesan-kesan itu. Sebab, Tiongkok dewasa ini memang adalah suatu fenomena baru. Ia membikin, tak ada satu manusia atau negeri, yang tidak heran dan kagum melihat perkembangan pesat yang terjadi di Tiongkok.
    Dalam jangka waktu kurang lebih 30 tahun, -- dari suatu negeri yang terbelakang, dan tidak terkemuka samasekali di bidang internasional ketika itu, -- Tiongkok telah berubah menjadi negeri yang milik devisanya, adalah yang terbesar di dunia.
    Dan juga yang telah membeli Satu Trilyun surat obligasi pemerintah Amerika Serikat. Satu Trilyun Dollar . . . (interupsi dari hadirin: satu koma satu trilyun dolar). Ya, angka yang dikemukakan Johari itu lebih tepat. Johari mengikuti dengan cermat berita-berita dari Tiongkok. Paling sedikit setiap harinya dia siarkan di intenet 7 berita dari Tiongok.

    * * *

    Pertumbuhan dan perkembangan begini cepat, siapa orang yang tidak kagum? Dan tidak ada satu orangpun yang bisa menutup matanya. Cuma, -- kesan dan iterpretasinya berbeda-beda. Seorang akhli Tiongkok, seorang pakar mengatakan bahwa mereka sendiri sebetulnya seperti kata pepatah Tiongkok, berjalan menyeberangi sungai itu sambil meraba-raba batu. Jadi melakukan eksperimen. Mempunyai sejumlah kebijakan dan ide/konsepsi, yang mereka sendiri tidak tahu (bagaimana dalam prakteknya).
    Sebelum kami meninggalkan Tiongkok pergi ke negeri Belanda, tahun 1986, saya sempat berdiskusi dengan sementara kawan-kawan Tiongkok yang saya anggap bertanggung-jawab dalam pemerintah dan partai mereka. Saya bertanya terus terang, Apa yang akan kalian lakukan (di Tiongkok) selanjutnya.
    Mereka bilang: Kami ini bereksperimen!. Dan itu tidak bisa lain, Mau mencontoh Uni Sovyet, ketika itu sudah hampir runtuh samasekali. Negeri-negeri lainpun belum ada yang melaksanakan sosialisme, sesuai ajaran Marx menurut mereka. Artinya mereka harus memikirkannya sendiri. Mencari pemecahannya di Tiongkok sendiri, bukan di tempat lain. Jadi, kata Tiongkok, kami sendiri bereksperimen. Berhasil apa tidak, kami sendiri belum tahu.

    Yang paling penting ialah … dan ini yang memang disampaikan kepada kami berkali-kali dalam pertemuan diskusi, Rakyat Tiongkok ini 1,3 milyar jumlahnya. Mereka setiap hari harus makan. Berpakaian dan kesehatan mereka harus diurus, dsb, dsb. INI YANG PALING UTAMA. Urusan ini di atas segala-galanya. Begitulah!

    * * *

    Kemudian, dalam tahun 1998 kami sempat ke Tiongkok lagi. Ini dimungkinkan karena hubungan baik dengan tuanrumah saya. Tuan-rumah kami itu namanya dalam bahasa Tionghoa, adalah YOUXIE. Dalam bahasa Inggrisnya “Chinese People's Association For Friendship With Foreign Countries”, CPAFFC. Jadi dalam bahasa Indonesianya: “Perkumpulan Rakyat Tiongkok Untuk Persahabatan Dengan Negeri-negeri Asing”. Biasanya yang sering diundang, adalah bekas-bekas presiden, menteri-menteri, mantan-mantan anggotqa parlemen, Congres dan lain-lain tamu. Untuk membina persahabatan yang baik antara dua negeri. Itulah tuan-rumah kami.

    * * *

    Mengapa saya mengajukan fikiran untuk mengunjungi Tiongkok. Suatu waktu saya menulis sebuah artikel tentang Indonesia. Artikel tsb saya kirimkan kepada mereka, Kepada sebuah majalah yang diterbitkan oleh badan ini. Nama majalah itu, “Voic of Friendship”, “Suara Persahabatan”. Artikel saya itu dimuat oleh mereka. Sedangkan Suharto ketika itu masih Presiden Indonesia. Saya fikir: Ini hal yang baru. Artinya mereka masih ingat pada saya. Dari situ saya

    bernani mengajukan fikiran. Saya bilang kepada mereka: -- Bagaimana kalau saya berkunjung ke Tiongkok?
    Lama belum ada jawaban. Pada suatu hari datang jawaban: SILAHKAN DATANG KE TIONGKOK. KAMI MENYAMBUT! Dengan demikian kami berkunjung (lagi) ke Tiongkok (setelah sepuluh tahun lamanya meninggalkan Tiongkok). Ketika itu ada ide saya untuk membukukan tulisan-tulisan saya mengenai Konferensi Asia-Afrika Bandung (1955), Karena, saya rasa, masih banyak yang belum diungkap mengenai Konferensi AA tsb. Jadi, saya ingin berkunjung ke Tingkok. Karena saya tahu, mereka punya dokumentasi yang bagus mengenai Konferensi Bandung.
    Saya ajukan kepada teman-teman Tiongkok itu, bahwa saya ada ide hendak meulis tentang Konferensi Asia-Afrika, Bandung. Mengenai Sepuluh Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai yang dideklarasikan oleh Koferensi Bandung. Jadi, itulah idenya mengapa mau berkunjung ke Tiongkok ketika itu.

    * * *

    Ketika kami tiba di Beijing tahun 1998 itu, kami sudah tidak kenal lagi kota Beijing. Jangka waktu itu adalah antara 1986 ketika kami meninggalkan Tiongkok, dan tahun 1998, ketika kami berkunjung lagi ke Tiongkok. Kan itu meliput waktu 10 tahun lebih. Kalau kami dilepas di tengah kota, sudah tidak tahun jalan. Karena kota itu sudah jauh sekali berbeda dengan keadaannnya semula. Nah, ketika kami baru-baru ini, tigabelas tahun kemudian, berkunjung lagi ke Beijing, perubahaan yang berlangsung sudah lebih besar lagi. Kami seolah-olah orang Udik betul yang dari desa berkunjung ke sebuah kota. Apa yang kami lihat itu, betul-betul sesuatu yang hebat!
    Tapi, ini tentu apa yang tampak (dari luar). Bagaimana isinya, kita kan belum tahu. Perubahan-perubahan dan kemajuan yang terjadi di Tiongkok, bisa kita lihat di pers dunia. Hampir tiap minggu ada artikel mengenai Tiongkok. Apalagi di Amerika. Dan saya kira di juga begitu negeri-negeri lain, termasuk Indonesia. Jadi terhadap gejala ini, kita tidak boleh menutup mata terhadapnya. Dengan mengatakan, ah itu kan negeri lain. Atau alasan lainnya . . . .. Tidak usahlah kita perhatikan. Kita tidak mungkin mengambil sikap demikian itu.

    * * *

    Baru-baru ini saya lihat sebuah berita di “de Volkskrant”. Kami langganan s.k. Belanda “deVolkskrant”. Apa yang ditulis di situ? Sejumlah perusahaan Tiongkok, mengadakan persetujuan kontrak dengan Kotapraja London. Isinya apa? Mereka mau membangun CHINA TOWN di London. Disana sudah ada China Town. Mereka mau bikin China Town kedua. Ongkosnya lebih dari dua milyar dollar. Mereka membikin proyek itu bukan untuk mendatangkan orang-orang Tiongkok untuk tinggal di situ. Tidak! Mereka akan membuatnya menjadi salah satu pusat finans (Tiongkok) di dunia. Direncanakan akan menyebar ke seluruh Eropah. Dengan cara ini. Yaitu dengan cara menciptakan sebuah “China Town”. Yang akan ditempati oleh perwakilan-perwakilan perusahaan besar dan

    bank-bank besar dari Tiongkok. Dan juga dari negeri-negeri lain. Supaya di tempat itulah nanti, dengan mudah pelbagai fihak mengadakan transaksi-transaksi. Ini kita tidak bisa bayangkan bagaimana perkembangannya nanti.
    Beberapa hari kemudian, ada berita lagi. Sebuah perusahaan pembuatan kapal-kapal yacht, kapal pesiar Inggris, yang hampir bangkrut. Perusahaan itu kemudian dibeli oleh Tiongkok. Beberapa minggu sebelumnya di Amerika Serikat ada suatu perusahaan pemotongan hewan yang terbesar, sekarang dibeli lagi oleh Tiongkok. Bukan oleh perusahaan Tiongkok yang milik pemerintah saja, tetapi oleh perusahaan-perusahaan swasta Tiongkok lainnya. Jadi ini merupakan perkembangan yang terus saja.

    * * *

    Kami diundang ke Universitas Komunikasi Tiongkok, dalam bahasa Inggris, disebut “Communication University of China”. Baru berdiri beberpa puluh tahun. Universitas ini melahirkan wartawan-wartawan untuk media pers, kantor berita, radio, TV dll. Dari situ dilahirkan jurnalis-jurnalis yang paling sedikit tamatan S-2. Orang-orangnya cerdas-pandai dan muda-muda.
    Mereka bertanya: Pak Isa dulu anggota ABRI, ya? ABRI? . . . Oh ya, pada periode Revolusi Kemerdekaan Indonesia, saya menjadi anggota BKR, Badan Keamanan Rakyat. Saya ambil bagian, ikut dalam Revolusi Agustus. Menjadi anggota BKR. Mereka tahu juga informasi ini. Tapi, dikiranya saya jadi anggpota Abri. Bukan Abri ketika itu, tetapi Badan Keamanan Reakyat, BKR. Mereka itu ingin tahun visi saya mengenai hubungan saya dengan Tiongkok.
    * * *

    Perlu dikemukakan bahwa terjadinya diskusi di universias tsb, adalah a.l berkat bantuannya Siauw Maylan, di situ namanya Xiaoqun. Dia adalah kakaknya Maylie. Dia itu aktif sekali. Tahu, kami mau datang. Dia segera menghubungi macam-macam fihak. Termasuk menghubungi universitas.
    Perlu dielaskan di sini bahwa yang utama mengatur kami adalah YOUXIE, tuanrumah kami.
    Salah seorang peserta dalam diskusi di situ, mengatakan sbb: ---- Menurut saya, Pertumbuhan (ekonomi) Tiongkok, hampir kebablasan. Kecepatannya itu terlalu besar. Dan ini menimbulkan konflik antara sementara pejabat-pejabat pemerintah setempat dengan penduduk, Karena tanah dimana tinggal penduduk itu mau digusur, untuk memdirikan pabrik atau proyek lainnya. Dan itu sering terjadi. Disamping itu pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang begitu cepat itu, menimbulkan POLUSI.
    Menurut pembicara tsb, pertumbuhan ekonomi Tiongkok harus di-“SLOW DOWN”-kan. Saya tanya: Harus “slow down”; lalu harus bagaimana. Dia bilang, harus lebih memperhatikan yang langsung menyangkut peri-kehidupan rakyat.,

    Yaitu mengatasi POLUSI. Jadi polusi ini, memang merupakan hal yang serius. Kita tahu juga, bahwa pemerintah sudah berrencana menanganinya.
    Dari sini saya lihat, adalah untuk pertama kalinya bagi saya, menghadiri suatu pertemuan yang semi-publik (di Tiongkok), bahwa di situ ada yang bicara secara terus terang terbuka. Dia bilang perkembangan ekonomi negeri harus “slow down”. Jadi beda dengan pemerintah. Pemerintah menyatakan harus mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi menurut kecepatan yang sekarang ini. Sambil menangani dampak (polusi) yang timbul dari pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang pesat itu. Tetapi pendapat tadi itu mengatakan: Harus slow-down. Dan memusatkan usaha pada mengatasi polusi.
    Satu lagi hal baru yang saya saksikan. Adanya keberanian untuk mengemukakan pendapat yang berbeda (dengan pemerintah).

    * * *
    Kami berkunjung ke kota Shenzhen, yang termasuk “Special Economic Zone”. Artinya “Daerah Ekonomi Istimewa”. Yang berlangsung disitu terutama ekonomi kapitalis. Terbuka keluar dan terbuka kedalam. Memang hebat. Saya pernah mengunjungi Shenzhen ketika masih di Tiongkok. Ketika datang kembali ke Shenzhen baru-baru ini, saya sudah tidak mengenal lagi kota itu. Sebuah kota kecil yang tadinya berpenduduk 30.000 orang sudah berkembang menjadi kota besar yang berpenduduk 10.000.000. Dengan perusahaan-perusahaan, bank-bank, dan pabrik-pabrik perindustian yang luas, termasuk pabrik container yang terbesar di Asia. Di situlah saya bertemu dengan seorang kader (mendengar tuturnya dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan). Dulunya ia ikut membina kota Shenzhen ini, khususnya “Kota Huachiao Shenzhen”.
    Dia berani mengemukakan pendapatnya secara terus-terang. Dia tidak mengatakan bahwa apa yang dikatakannya itu hanya untuk saya saja. Ia menegaskan bahwa dalam jangka waktu tiga puluh tahun belakangan ini, setelah dilancarkan kebijakan keterbukaan dan reform, Tiongkok mengalami pertumbuhan dan perkembangan ekonomi yang luar biasa.
    Tapi, katanya, tahulah Bung, perkembangan ekonomi luar biasa dan cepat itu, berlangsung bukan tanpa risiko.
    Risikonya, dampak negatifnya, menurut dia, ada tiga hal.
    Pertama, terjadinya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Artinya terdapat perbedaan besar antara yang miskin dan kaya. Yang kaya, kaya luar biasa. Dan yang miskinpun sangat miskin. Meskipun, jika dibanding antara yang miskin sekarang dengan yang miskin dulu, yang miskin sekarang jauh lebih baik dari yang miskin dulu. Artinya yang miskin sekarang ini, tidak semiskin 40 tahun yang lalu. Tapi, tokh tetap miskin.

    Kepada salah seorang kawan lama Tiongkok, saya tanya kesannya mengenai pernyataan kawan Tiongkok tadi itu, bahwa dewasa ini terdapat kesenjangan sosial yang besar antara yang miskin dengan yang kaya. Seperti yang saya dengar baru-baru ini. Teman ini, mengatakan: Ya betul! Ia membenarkan bahw kesenjangan sosial antara yang miskin dengan yang kaya itu, luar biasa. Dia bilang, kalau masalah ini tidak diurus dengan baik oleh pemerintah, ini bahaya.
    Sebab, banyak anggota Partai Komunis Tiongkok, yang sangat percaya kepada Partai, bahwa PKT adalah Partai yang berhak memimpin, dan adalah Partai yang paling baik, tapi sekarang ini kok begini jadinya. Kawan tadi mengatakan, bahwa melihat keadaan demikian itu, mereka jadi stres. Di dalam otaknya dia tidak bisa memecahkan masalah ini. Ini problim-problim yang ada.
    Di satu fihak kita lihat, negeri Tiongkok dengan kemajuannya yang luar biasa. Yang semua itu mereka akui. Di sini baiknya. Mereka mengakui kemajuan itu. Teman yang saya ajak bicara ini, adalah berkat Chan CT. Kenal, ya, dengan Chan CT? Dia (bersama istrinya) spesial datang dari Hongkong ke Shenzhen untuk membantu saya. Dan Chan CT membantu saya dalam penterjemahan dengan teman Tiongkok yang di Shenzhen itu.
    Ya, betul, Chan CT itu, adalah adiknya Siauw Maylie. Terima kasih ya, Maylie. Hebat sekali bantuannya! Saya bilang kepada Chan CT, wah, -- susah-susah datang dari Hongkong ke Shenzhen untuk menemui dan bantu kami. Aah, cuma dua jam saja kok, dari Hongkong ke Shenzhen dengan kereta-api cepat, kata Chan CT.
    * * *
    Dari apa yang dikemukakan kawan Tiongkok tadi, saya jadi ingat kembali yang dikemukakan dalam diskusi di Beijing. Bahwa dalam situasi ekonomi Tiongkok dewasa ini, yang telah menimbulkan pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan luar biasa. Tapi dia tunjukkan, pertama, harus melakukan “slow down”.
    Di Shenzhen kawan tadi juga mengemukakan bahwa terdapat tiga hal sebagai dampak perkembangan selama ini:
    Pertama, adanya perbedaan besar antara yang kaya dan yang miskin. Adanya kenyataan tsb dibenarkan oleh orang biasa yang saya ajak bicara.
    Saya mengadakan diskusi tidak hanya dengan pejabat-pejabat, para pemimpin Youxie di Beijing , Shanghai, Nanchang dan Shenzhen, . . . tapi juga dengan orang-orang biasa. Mereka saya tanyai pendapatnya dan minta jawaban yang terus terang.

    Saya tidak pernah mendengar jawaban yang mengatakan: Wah, situasi Tiongkok ini sudah tidak beres! Tidak ada yang mengatakan demikian. Semua bilang, situasi Tiongkok baik dan hebat . . . tapi dampak negatif dari pertumbuhan dan perekembangan harus diatasi. Kebetulan, . . . . bukan kebetulan, sejak tahun 2008, titik pusat usaha pemerintah Tiongkok adalah meratakan kemakmuran. Khusus untuk meratakan kemakmuran di kalangan rakyat. Artinya mengatasi situasi kesenjangan sosial yang ada.
    Lalu, yang kedua, apa yang dikatakan kawan tadi sebagai dampak negatif. Yang kedua adalah munculnyya polusi. Yang juga dikemukakan oleh teman dari univrsitas. Dia bilang polusi itu . . . luar biasa. Coba Bung keluar kot Beijing atau Shanghai sejauh 100 km. Bung akan temui sungai-sungai yang sudah kuning warna airnya, atau merah dsb. Aliran-alrian kotor dari pabrik-pabrik itu ke situ perginya. Katanya.
    Ketiga: Tidak tanggung-tanggung! Dia bilang kebejatan moral ! Apa yang dia bilang. Nomor satu adalah KORUPSI. Sampai-sampai ada yang bilang: Di Tiongkok ada ungkapan, Gejala KADER TELANJANG. Atau pejabat telanjang. Pejabat-pejabat tsb, istrinya, anaknya, kekayannya, Semua itu sudah dikirim keluar (negeri). Jadi, dia sendiri, dia telanjang. Bagaimana dalam bahasa Tionghoanya? Ya, dalam bahasa Tionghoanya disebut . . . Luo Guan. Itu mencerminkan betapa hebatnya, korupsi itu. Kemudian masalah kebiasaan yang meniru-niru kebiasaan dan cara hidup Barat. Meskipun tidak terlalu menyolok, tetapi tokh . . . . .
    Sampai ada ungkapan sbb: Boleh dibilang tidak ada pejabat yang tidak korup! Ucapan ini dikemekakan blak-blakan begitu. Yang bicara itu tidak memesan kepada saya: Bung, ini untuk Bung saja. Tidak!. Jadi saya lihat ada keberanian.
    * * *
    Kalau kita periksa garis-garis kebijakan pemerintah, Pimpinannya, yaitu Partai Komunis Tiongkok selalu mengajarkan kepada rakyatnya : HARUS MEMBEBASKAN FIKIRAN! Mereka mengajukan semboyan : Bebaskan fikiran, dan, gunakan otak sendiri, serta lakukan analisa kongkrit atas situasi kongkrit; ------ kemudian MENCARI KEBENARAN DARI KENYATAAN! Prisip-prinsip inilah yang selalu mereka pegang. Membebaskan fikiran, termasuk disini melepaskan diri dari kekhawatiran.

    * * *

    Sabtu, 29 Juni, 2013
    -----------------------
    BERUSAHA MEMAHAMI TIONGKOK -- 05 --
    < Sekitar Pertemuan di Utrecht Minggu, 23 Juni 2013 – 2 >


    * * *

    MENGAPA INGIN MENULIS BUKU Ttg TIONGKOK?
    ANTARA INDONESIA DNG TIONGKOK TERJALON HUBUNGAN ERAT

    . . . . . Saya ke Tiongkok kali ini, untuk merealisasi keinginan sebelum meninggalkan dunia yang fana ini --- ingin menulis tentang Tiongkok. Mengapa tentang Tiongkok? Menulis tentang Tiongkok, sudah sering. Tetapi menulis buku tentang Tiongkok, (Belum) --
    Tidak kebetulan bahwa sesudah Proklamasi Republik Rakyat Tiongkok, 1 Oktober 1949, tujuh bulan kemudian Republik Indonesia mengakui RRT, sebagai negara baru. Dan menjalin hubungan diplomatik. Kita, kan tahu, bahwa ketika itu dunia masih dalam suasana Perang Dingin. Siapa yang berani berhubungan dengan Tiongkok. Tidak ada yang berani!
    Baik negeri-negeri Barat maupun negeri-negeri yang berkembang tidak ada yang berani. Amerika Serikat, Inggris, Perancis, terang memboikot, mengisolasi, memblokir. Tetapi Republik Indonesia mengakui Republik Rakyat Tiongkok hanya tujuh bulan sesudah diproklamasikannya Republik Rakyat Tiongkok. Jadi, ini menunjukkan bahwa antara Indonesia dengan Tiongkok itu, terdapat saling hubungan yang erat sekali.
    Ketika zaman pendudukan Jepang atas Indonesia, menurut berita, Pak Alimin pernah tinggal di Yenan, pusat kekuasaan Revolusi Demokrasi Baru Tiongkok. Gerakan-gerakan di kalangan Tionghoa perantau, di Indonesia, berpadu dengan gerakan kemerdekaan Indonesia, dengan berbagai cara. Tetapi, hatinya masih tetap merasa sebagai orang Tionghoa. Dan secara politik juga membela RRT yang dikepung dan diisolasi oleh Barat. Jadi tidak kebetulan bahawa dalam tahun 1950, Republik Indonesia mengakui Republik Rakyat Tiongkok. Ini bukan sikap Bung Karno saja. Memang Bung Karno adalah Presiden Republik Indonesia. Tetapi pemerintah Indonesia ketika itu bukan pemerintah Bung Karno. Adalah umum dimata Indonesia, bahwa RRT adalah suatu negara baru, dengan siapa kita perlu menjalin hubungan persahabatan.
    Dari sini saja bisa kita lihat, bahwa banyak manfaat dan kebaikannya, kita mempererat tali hubungan ini. Sedapat mungkin siapa saja memberikan sumbangannya untuk itu. Jadi bertolak dari ingin memperkuat hubungan ini, saya anggap perlu saling memahami, saling mengerti. Maka ketika mau menulis, -- saya tanya pada Murti, apa ya judul tulisan saya

    ini? Mengenal? . . . . Ya, mengenal, kita kan sudah mengenal, kata Murti. Sebaiknya BERUSAHA MEMAHAMI! Sebab, kalau kita tidak memahami, bagaimana kita bisa menjalin dan mempererat hubungan ini? Dan bagaimana mendapatkan manfaatnya dari hubungan itu. Jadi, harus berusaha untuk memahmi.
    Dalam rangka usaha untuk memahami Tiongkok inilah, maka kami berdua ini berkunjung ke Tiongkok.
    * * *
    Inilah yang lebih memperkuat niat saya semula untuk menulis buku tentang Tiongkok. Dan ini tidak mudah. Karena, macam-macam interpretasi dunia mengenai Tiongkok. Ada yang bilang . . . ini saya terus terang saja. Ada seorang teman yang membantu saya. Membantu kami dalam kunjungan ke Tiongkok kali ini. Saya tanya kepadanya: Menurut Anda bagaimana Tiongkok sekarang, Bagus!, jawabnya. Tiongkok sudah kapitalisme. Itu tanggqapan salah-satu orang biasa.
    Tapi, dalam penjelasan-penjelasan yang diberikan kawan-kawan Tiongkok dalam pertemuan-pertemuan, (yang berlangsung di Tiongkok dalam kunjungan kami) -- mereka menegaskan bahwa sistim yang berlangsung di Tiongkok, adalah SOSIALISME dengan CIRI-CIRI TIONGKOK. Mereka katakan: Kalau orang lain, bangsa lain, boleh bilang, bahwa mereka itu adalah sosialisme yang sebenarnya, maka kami juga boleh bilang bahwa yang berlaku di Tiongkok adalah sosialisme yang sebenarnya. Yang cocok dengan kondisi Tiongkok.
    EMPAT PRINSIP
    Jadi, mereka bilang, hak untuk menyatakan diri sosialis, itu bukan saja ada pada orang lain, bangsa lain. Kami juga berhak untuk menyatakan bahwa kami sedang melaksanakan sosialisme di Tiongkok.
    Kalau kita lihat politik mereka secara pokok, Politik pokok mereka itu tetap tidak berubah. Ada Empat Prinsip yang mereka kemukakan:
    Pertama,: Jalan yang ditempuh Tiongkok adalah jalan Sosialis
    Kedua,: Yang memimpin bangsa dan negara adalah Partai Komunis Tiongkok
    Ketiga,: Sistim politiknya adalah -- Diktatur Demokrasi Rakyat
    Keempat,: Ideologi pembimbing adalah Marxisme-Leninisme-Fikiran Mao Tjetung
    Itu semua masih sama dengan ketika didirikannya RRT. Isinya bisa dibilang sudah lain. Tetapi juga bisa dikatakan merupakan suatu perkembangan. Suatu interpretasi baru. Merupakan penyesuaian dengan kondisi kongkrit Tiongkok.

    Kalau Deng Xiaoping mengatakan, perjuangan klas itu bukan penemuan Marx. Perjuangan klas sudah ada sebelum Marx menulis bukunya. Jadi, apa yang dikemukakan Marx yang hakiki, adalah DIKTATUR . Demikian Deng Xiaoping.
    Jadi, diktatur proletariat, itulah ajaran hakiki dari Marx. Bukan perjuangan klas, Ini suatu gambaran bagaimana mereka berusaha mentrapkan Marxisme. Ketika saya mendengarkan penjelasan mereka itu, itu dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Artinya tidak dicari-cari. Artinya sungguh-sungguh seperti apa adanya.

    HAK PENGGUNAAN TANAH ADALAH PENEMUAN KAUM TANI
    Satu misal lagi. Kata mereka: Cobalah Bung fikirkan. Kalau Bung lihat pedesaan Tiongkok pada kurang-lebih tigapuluh tahun yang lalu. Sebetulnya kaum tani itu, sudah mulai mengerjakan tanah, seolah-olah itu tanahnya sendiri. Sebetulnya mereka sudah melanggar ketentuan-ketentuan Komune Rakyat. Hakikatnya sudah mulai menghidupkan kembali pasar. Peranan pasar. Hal ini adalah penemuan rakyat, bukan Deng Xiaoping. Deng Xiaoping hanya mengangkatnya. Kemudian mempelajarinya. Menyuruh kader-kader menelitinya lebih lanjut. Lalu menetapkan, bahwa, untuk mengatasi kemiskinan, mencapai produksi yang lebih besar dan semakin besar, jalannya ialah membiarkan kaum tani mengerjakan tanahnya, dengan kebebasan untuk menanam apa yang mereka mau tanam. Dan hasilnya mereka bisa jual di pasar menurut harga pasar. Melalui suatu kontrak penggunaan tanah. Antara kaum tani dengan pemerintah. Bisa keluarga per keluarga. Bisa juga beberapa keluarga jadi satu mengadakan kontrak itu dengan pemerintah.

    Cara inilah yang membangkitkan kegairahan kaum tani untuk berproduksi. Sebab, mereka bisa melihat sendiri hasil produksinya. Mereka bisa tentukan sendiri hendak menanam apa. Dan hasilnya mereka bisa jual di pasar, menurut harga pasar. Selain, ada ketentuan bahwa sejumlah tertentu tanaman mereka harus tanam dan serahkan (jual) kepada pemerintah. Sebagai imbalan. Karena tanah itu, tetap tanah pemerintah, bukan tanah kaum tani. Tadinya, banyak orang menduga kebijakan ini, berasal dari pemerintah. Bahwa tanah itu dikontrakkan penggunannya kepada kaum tani. Tapi, menurut keterangan yang saya peroleh: Tidak begitu. Cara itu ditemukan dan dilakukan oleh kaum tani sendiri. Pemerintah tadinya pura-pura tidak melihat saja. Lalu, setelah melihat hasilnya, cara itu diresmikan sebagai politik pemerintah.

    Dalam tulisan saya, saya mengambil bahan yang disiarkan oleh Gelora45: Mengeni 6 desa makmur Tiongkok. Salah satu antaranya adalah desa yang paling kaya di Tiongkok. Desa Huaxi. Bayangkan setiap orang di desa itu sudah menjadi jutawan. Saya tidak melihat sendiri, tapi melihat filmnya. Rumah-rumahnya itu, rumah kaum tani, aduh, rumah-rumah kita ini kalah. Setiap keluarga itu punya mobil. Dia beli sendiri mobil itu. Dan memiliki saham. Memang ada ketentuan-ketentuan lain. Tapi, memang adalah kenyataan, bahwa hasil produksi desa-desa tsb jauh meningkat, dengan adanya kebijakan baru itu. Sampai dewasa ini, mereka meneruskan kebijakan ini.

    * * *

Berikutnya, yang ingin saya sampaikan, ialah, Ketika kami berdiskusi di Beida, Disitu hadir 6 orang profesor. Saya merasa ngeri juga. Berhadapan dengan begitu banyak profesor. Mereka bilang: Besok Bung Isa akan diskusi dengan enam profesor.

Silahkan mengajukan pertanyaan apa saja. Padahal saya hanya mengajukan pertanyaan sederhana. Yaitu, apa perbedaan politik ekonomi yang lama dengan yang baru. Kalau bicara tentang Sosialisme dengan Ciri-ciri Tiongkok itu, persisnya bagaimana? Satu negeri dengan dua sistim sosial, itu bagaimana keterangannya. Dan yang terakhir: Bagaimana politik pemerintah Tiongkok sekarang terhadap Taiwan. Sampai sekarang, mereka mengangap bahwa Taiwan itu adalah sebagian dari Tiongkok. Jadi saya dihadapkan dengan para profesor itu.

Bung Isa mau tanya apa saja boleh, begitu kata mereka. Mereka akan jawab.
Salah seorang profesor, mengatakan: Mengenai Tiongkok sekarang, di kalangan kami ini sebetulnya fikirannya tidak satu. Persisnya bagaimana sih, keadan Tiongkok itu? Mengenai itu mereka tidak satu pemahamannya. Saya tanya, lalau mengenai apa kalian itu satu. Satunya, kata mereka. Bahwa yang sekarang ini harus jalan terus. Sebab, kebijakan baru ini, menambah kemakmuran rakyat. Memperkuat ekonomi Tiongkok dan memajukan kemampuan industri Tiongkok. Mengenai soal beasr ini, -- mereka satu.

TIGA ALIRAN FIKIRAN/PENDAPAT
Tetapi, bagaimana interpretasinya, masing-masing punya pandangannya sendiri. Ini di Tiongkok sendiri, begitu keadaannya. Saya tanya bagaimana sekarang. Mereka bilang: Yang sekarang ini Xi Jinping dengan grup pimpinannya itu, disebut aliran mainstream. Artinya garis kebijakannya itu, garis Deng Xiaoping. Sejak 1975/78 sampai sekarang. Yang kedua, menganggp pendapat mainstream ini salah. Mereka bilang jalan tsb adalah jalan menuju kapitalisme. Yang benar garis yang mana? Jawabnya: Yang benar adalah garisnya Mao. Kebijakan Mao Tsetung. Aliran pendapat yang ketiga menyatakan bahwa yang sekarang ini bagus, tapi kurang bagus. Karena, rakyat belum sepenuhnya berhak bersuara. Jadi, sebetulnya rakyat itu belum sepenuhnya terwakili. Maka, harus ada reform di bidang politik. Sehingga rakyat itu betul-betul bisa dengan bebas menyatakan pendapatnya. Bisa mengontrol pemerintah dan pejabat.

Jadi, ada tiga pendapat: Yang pertama pendapat mainstream tadi. Pendapat kedua, menyatakan bahwa pendapat mainstream itu salah, dan harus kembali ke garis kebijakan Mao Tjetung. Dan yang ketiga, keadaan sekarang ini masih kurang, harus lebih berani melakukan reform politik.

Saya tanya: kalau ada tiga aliran pendapat ini, bagaimana kok, yang mainstream ini bisa memimpin? Mereka bisa memimpin, karena mereka merupakan faktor yang mengimbangi antara yang “kiri” dan yang “kanan”. Maka, oleh karena itu, pemimpin yang sekarang ini tidak bisa mengambil politik baru yang drastis. Jadi, jalan terus, tapi pelan-pelan. Meneruskan pembangunan ekonomi. Masalah reform politik itu tidak bisa cepat-cepat, karena adanya dua pendapat lainnya itu.

Yang bagus, kata mereka, yang mainstream ini, muda-muda. Dan didukung oleh barisan kader-kader muda yang muncul selama tigapuluh tahun belakangan ini. Jadi, ini hal baru. Saya tidak menduga, bahwa, kawan-kawan Tiongkok itu dengan leluasa bicara begitu. . . . Mereka membenarkan bahwa dibanding 30 tahun yang lalu situasi fikiran orang jauh lebih baik.

MAU TAHU PENDAPAT BERRAGAM PERGI SAJA KE HONGKONG
Sahabat kami dari Hongkong, Chan CT membenarkan, bahwa di Tiongkok tidak terdengar pendapaart-pendapat yang secara tajam mengkritik kebijakan pemerintah sekarang ini. Tetapi di Hongkong ada. Chan CT yang adalah orang Hongkong, jadi orang RRT. Hongkong itu adalah bagian dari negara Republik Rakyat Tiongkok. Memang, di Tiongkok tidak ada suara-suara atau penerbitan, yang mengajukan kritik secara tajam, kebijakan atau hasil kebijakan pemerintah RRT. Tetapi di Hongkong, yang termasuk RRT itu, ada. Jadi, sebetulnya tidak terlalu sulit. Bila mengatakan bahwa kalau kita di Tiongkok hanya bisa mendengar suara pemerintah saja. Pergi saja ke Hongkong. Di situ Bung akan mendapatkan suara-suara, pendapat-pendapat, media, yang saling bertentangan mengenai Tiongkok sekarang. Jadi, tidak seratus persen benar, jika mengatakan di Tiongkok hanya bisa mendengar suara pemerintah saja. Kita bisa mengetahui pendapat yang beragam mengenai Tiongkok, bisa mengikuti perkembangan.

Sebenarnya di Tiongkok (daratan) kita bisa mendengar suara-suara dan membaca pendapat yang kritis mengenai Tiongkok. Saya tidak bisa membaca huruf hanzi. Tetapi bila saya mengikuti siaran berbahasa Inggris yang diterbitkan di Tiongkok, seperti China Daily dan Peking Daily, serta siaran TV dan Radio Tiongkok yang berbahasa Inggris, kritik-kritik yang diajukan terhadap pejabat-pejabat, juga tidak kurang. Cukup tajam.
Tapi, satu hal. Saya tanya kepada seorang Tiongkok tamatan sekolah tinggi. Yang membantu kami di sana. Bagaimana keadaan mahasiswa-mahasiswa Tiongkok. Dia jawab: Mereka itu berani bicara dengan leluasa. Tetapi mereka tidak akan turun ke jalan-jalan mengadakan demo, atau menulis dazhibao dll. Tidak akan bertindak begitu. Tetapi mereka mengutarakan pendapat mereka (yang kritis itu) secara leluasa.

Dia mengatakan kepada saya. Mengenai perkembangan (reform) di Tiongkok, harus sabar. Karena mengenai masalah (reform) ini masih ada berbagai macam interpretasi.

  • * *

    Sebetulnya bagaimana Tiongkok sekarang ini? Ketika kami baru sampai di Beijing, jalan-jalan di jalan Wangfuching yang bagus sekali itu. Di situ ada semacam mini-kereta api, yang mundar-mandir di situ. Dengan bayaran RMB 5,- kita bisa naik kereta itu dan meliha-lihat keadaan di situ. Pakaian orang-orang Tiongkok yang jalan-jalan di situ, hampir semuanya pakaian merek. Merek asing, seperti Boss, Kelvin Klein, Diesel, Guci dll. Demikan pula tas yang mereka sandang dan sepatu yang mereka pakai. Hampir semua punya HP. Dan HP yang gede. Yang menggunakannya dicolek-colek itu, lho. Lain dengan HP saya yang kecil, yang terbilang sudah kuno. Ya, yang mereka punya itu yang penggunaannya, dicolek, gini-gini gitu lho.
    HP saya kecil, sehingga ketika mau menggunakan HP saya, saya malu. Saya bilang kepada Murti, saya mau menilpun, saya malu ah. Kiri-kanan saya tilpun mereka itu, semuanya yang gede-gede dan canggih itu.
    Di jalan-jalan raya, pada umumnya tidak ada lagi orang-orang yang jalan. Yang tampak semacam snelweg, ring-ring yang mengelilingi kota. Sepedapun tidak boleh jalan di situ. Orang umumnya menggunakan metro. Metro yang ada di bawah tanah sebagai angkutan umum itu, entah sudah berapa ratus kilometer panjangnya sekarang ini.

    Yang kita lihat di jalan itulah rakyat. Ada seorang lalu di muka kami. Kata teman Tiongkok, coba Bung lihat. Yang dipakainya semua merek. Tapi dia itu pasti petani. Dari mana bisa diketahui bahwa dia itu seorang petani. Karena, pakaian yang dipakainya itu semua merek, tetapi warna-warnanya tidak begitu serasi. Belang-bonteng. Pakaian yang dipakai itu mahal. Juga sepatu yang dipakainya adalah sepatu mahal.

    * * *
    SUDAH BISA BELI RUMAH SENDIRI
    Saya tanya kepada kawan Tiongkok yang ikut bantu kami. Selama perubahan di Tiongkok ini, bagaimana akibatnya pada Anda, pribadi? Baik, katanya. Kenapa baik, tanya saya lagi. Sekarang ini, jawabnya, saya sudah punya rumah milik sendiri. Dia itu penterjemah. Dulu, katanya, tidak bisa dibayangkan hal ini. Mau pindah saja ke rumah yang baikan sedikit, sulit. Sekarang saya sudah bisa beli rumah sendiri. . . . Demikianlah, seorang penerjemah sudah bisa beli rumah sendiri.

    Satu lagi: Ketika mendengar ceramah dari bapak-bapak profesor ini, Saya tanya kepada seorang profesor yang duduk di sebelah saya. Bagaimana perubahan di Tiongkok akibatnya pada bapak. Dulu, kata bapak profesor, jika melihat orang mengendarai mobil, saya hanya bisa bermimpi untuk bisa demikian itu. Tetapi, sesudah ada perubahan ini, saya sudah bisa beli mobil sendiri. Ini sesuatu yang luar biasa bagi saya. Saya ini seorang sarjana miskin. Tetapi adanya kebijakan baru pemerintah ini, saya bisa beli mobil sendiri. Demikianlah sekarang dia berkendaraan mobil milik pribadi.

    Itulah tadi saya berikan contoh-contoh sekitar dampaknya kebijakan pemerintah pada pribadi-pribadi seperti penterjemah dan sarjana.
    Tapi bukan berarti bahwa semua di Tiongkok serba bagus, serba heibat. Sekali, dua kali, kami temu juga peminta-peminta, ya. Tampak di tepi jalan.
    MASALAH PERANTAU TIONGHOA

    Pemerintah Tiongkok menganggap masalah ini penting sekali. Sehingga di Tiongkok secara sentral terdapat Federasi Perantau Tiongkok. Sepertinya partikelir, tapi sesungguhnya bukan. Pemerintah yang menegakkannya. Bukan saja baru sekarang. Pemerintah Tiongkok sejak lama menganggap perantau Tiongkok itu suatu aset yang luar biasa. Mereka itu merupakan suatu kekuatan. Karena, umumnya di berbagi negeri, mereka menduduki posisi-posisi ekonomi yang kuat. Terutama di Asia.
    Sekarang juga di Amerika, dan melebar meliputi sarjana. Sarjana-sarjana Amerika itu banyak yang keturunan Tionghoa. Dan perasaan dan hati mereka itu masih ke Tiongkok. Maka pemerintah Tiongkok itu putar otak, bagaimana memanfaaatkan situasi ini demi kepentingan Tiongkok. Sehingga dibentuklah badan ini. Dulu itu ada kementeriannya. Kalau tidak salah, menterinya bernama Liao Chengzhi.

    Sekarang ini nama badan perantau itu, adalah Federasi Perantau Tiongkok. Suatu ketika mereka melancarkan politik : “Gaige Kaifeng”, Keterbukaan dan Reform, dan modal masuk, dan juga mengekspor. Di Shen Zhen, secara khusus dibangun “Kota Huachiao”, Kota Perantau. Maksudnya ialah guna menyedot modal-modal dan kekayaan Tionghoa perantau, supaya bisa masuk ke Shenzhen guna kepentingan pembangunan ekonomi Tiongkok. Jadi menggunakan faktor yang sudah lama terbentuk, demi kepentingan Tiongkok.
    Sekarang Tiongkok mengambil politik baru terhadap perantau Tiongkok. Karena ekonomi Tiongkok sekarang ini bertambah kuat, dan juga malah mengekspor kapital, maka sekarang Tiongkok menyarankan kepada para Huachiao-huachiao, kalau mau menyumbang, maka menyumbanglah di tempat kalian tinggal. Misalnya Huachiao di Malaysia, gunakanlah kekayaan kalian itu, jika mau menyumbang, untuk membangun Malaysia. Bagi Huachiao di Indonesia juga begitu.

    Dulu kebijakan dari pemerintah terhadap Huachiao, adalah, dimana kalian tinggal harus pertama-tama mematuhi hukum yang berlaku di situ. Berusaha berhubungan baik dengan orang setempat. Sekarang, kalau ada kekayaan, maka kekayaan itu membangun di negeri dimana kalian tinggal.
    (Ada pertanyaan dari hadirin: Bagaimana penjelasannya. Di satu fihak Shenzhen didirikan untuk menyedot kapital Huachiao. Di lain fihak ada kebijakan agar para Huachiao supaya menggunakan kekayaannya untuk membangun negeri dimana ia tinggal: )

    Bagini keterangannya: Shenzhen didirikan a.l untuk menyedot kapital dari Huachiao. Itu dimaksudkan kapital untuk berbisnis, berusaha di Shenzhen. Sedangkan kebijakan sekarang yang disarankan Beijing kepada para Huachiao: Jika kalian bermaksud memberikan hibah -- selama ini banyak Huachiao yang menghibahkan kekayaannya untuk mendirikan sekolah, rumah sakit, atau badan peneliti lainnya di Tiongkok daratan. Sekarang ini karena Tiongkok secara ekonomis sudah kuat – maka kepada para Huachiao disarankan – bila mereka, pengusaha-pengusaha kaya itu -- ada kelebihan kekayaan dan hendak dihibahkan ke Tiongkok – maka itu sekarang tidak perlu lagi. Agar maksud menghibahkan itu ditujukan kepada pembangunan negeri tempat mereka tinggal.

    Politik baru Beijing ini, ialah, menganjurkan kepada para perantau Tionghoa, kalau ada yang mau dihibahkan – tidak usah lagi dihibahkkan ke Tiongkok. Kamu dimana, di Malaysia, bantu Malaysia. Kamu di Indonesia, bantu Indonesia.

    MASALAH TAIWAN
    Saya tanya, bagaimana politik Beijing mengenai Taiwan sekarang? Dulu ketika kami masih di Tiongkok, semboyan Tiongkok itu adalah: “Yao Jiefang Taiwan!” Harus Bebaskan Taiwan! Kan begitu? Dengan demikian, orang bisa mengambil kesimpulan: Sekali tempo Taiwan akan diserbu oleh Tiongkok.

    Sekarang sudah tidak begitu lagi. Ini juga disebabkan ada perubahan situasi. Yaitu: Sebuah parpol di Taiwan, yang namanya Democratic Progress Party, pernah memerintah beberapa tahun di Taiwan. Partai ini menyatakan bahwa Taiwan harus berdiri sendiri sebagai negara merdeka. Sebagai negara Republik Taiwan. Sedangkan sekarang Taiwan, masih tetap menggunakan nama Tiongkok. Democratic Progress Party hendak mendirikan Republik Taiwan terlepas dari Tiongkok. Tapi, dalam pemilu y.l parpol ini menderita kekalahan.
    Partai Kuomintang (KMT) naik lagi. Partai ini mengambil politik menjalin hubungan baik dengan Tiongkok daratan. Lalu saya tanya: Seterusnya bagaimana? Jawabnya: Kami (Tiongkok) dalam puluhan tahun ke depan, akan tetap mempertahankan politik SATU NEGERI DUA SISTIM. Maksudnya di Tiongkok berlaku sistim sosialis, sedangkan di Taiwan politik seperti yang berlaku sekarang ini. Ini tidak ada perubahan. Dan kami menjalin hubungan yang lebih erat dengan Taiwan. Banyak sekali pengusaha-pengusaha Taiwan yang membuka usahanya di Beijing, Shanghai, Shenzhen dan kota-kota lainnya di Tiongkok.

    Hubungan antara Tiongkok daratn dan Taiwan, di bidang ekonomi semakin erat. (Interupsi dari hadirin: Ketua Partai Kuomintang juga berkunjung ke Tiongkok). Melihat semakin ramainya hubungan antara Tiongkok daratan dan Taiwan, antara kalangan pengusaha, mahasiswa, anggota-anggota parlemen, lembaga-lembaga lainnya, maka, pernah ada diskusi antara delegasi dari Tiongkok daratan, dengan Democratic Progress Party. Saya mendengar penjelasan dari seorang kader Tiongkok yang ambil bagian dalam diskusi tsb. Dia berkunjung

    ke Taiwan untuk itu. Dari parpol yang ingin supaya Taiwan jadi negara sendiri, mereka mengatakan sbb: Dari hubungan selama ini antara Tiongkok dan Taiwan, tampak semakin jelas, bahwa rakyat Taiwan menghendaki agar Taiwan berdiri sendiri sebagai negara Taiwan. Tetapi, delegasi Tiongkok yang ambil bagian dalam diskusi tsb, membantah. Tidak, kata mereka. Menurut penglihatan kami, sekarang ini semakin lama, kita ini semakin dekat. Bukan semakin jauh! Melalui hubungan-hubungan ini, kita semakin yakin, bahwa Tiongkok adalah tetap Tiongkok yang satu.

    EXPO 2010 – – EXPO SHANGHAI
    Yang ingin saya sampaikan lagi, ialah mengenai EXPO 2010. Sebuah Expo Internasional yang diselenggarakan di Shanghai. Di dunia ini setiap kali diadakan Expo. Yang terkahir, Expo 2010, diadakan di Shanghai. Lebih dari 100 negeri yang ambil bagian.
    Setelah selesai, mereka bikin kompleks itu menjadi suatu tempat pameran. Pameran dari pameran Tiongkok dan dunia. Tidak hanya mau menunjukkan kemajuan Tiongkok, tapi juga kemajuan negeri-negeri lainnya di dunia.

    Saya sarankan kepada kawan-kawan yang hendak berkunjung ke Tiongkok, kunjungilah Pameran Expo 2010 di Shanghai. Suatu pameran yang luar biasa.
    Di sebelahnya ada gedung pameran lagi. Pameran kota Shanghai. Luar biasa modern pengaturannya. Kami diajak ke suatu tempat. Di situ terdapat maket kota Shanghai. Kami diatas, di bawahnya maket kota Shanghai. Kemudian diajak ke suatu tempat yang lebih tinggi. Yang berbentuk circle. Kami disuruh naik. Tiba-tiba circle itu bergerak dan naik. Di sekeliling seperti circarama, ada layar di sekelilingnya. Panggung itu bergerak. Kami seperti naik helikopter. Terbang di atas kota Shanghai. Melihat bagaimana keadaan rakyatnya dan bagimana pembangunan di situ. Luar biasa. Suatu kekhususan yang pantas dilihat.

    SENI DAN BUDAYA
    Di Beijing ada sebuah gedung kebudayaan: namanya OCT – Overseas Chinese Theatre. Gedung itu milik Tiongkok, sumbangan dari paerantau-perantau Tionghoa. Apa hebatnya gedung kebudayaan ini? Dia bisa memamerkan apa saja di atas panggungnya. Termasuk dia bisa memamerkan banjir! Banjir betulan. Kami diajak nonton suatu sendra-tari. Dalam salah satu adegannya, muncul banjir. Tiba-tiba dari atas panggung mengalir air. Air betul. Banjir di atas panggung. Tapi di bagian bawah sudah ada penampungnya. Bukan saja kebanjiran dari atas panggung, tetapi juga dari kiri kanan ruangan pertunjukkan ada air mengalir. Kita hanya bisa dibikin kagum saja.
    Saya tanya, bagaimana kalau pertunjukkan seperti ini diadakan diluar Tiongkok. Mereka bilang, itu sulit. Karena di negeri lain belum ada teater seperti ini.

    * * *

    Inilah kesimpulan sementara dari saya.
    Kalau kita betul-betul ingin memahami keadaan Tiongkok sekarang, dan perkembangannya, maka tidak bisa tidak, kita harus mempelajari apa yang ditulis oleh Deng Xiaoping. Kalau tidak, pengetahuan kita itu ngambang saja. Dalam usaha menulis tentang Tiongkok, mudah-mudahan berhasil, saya sudah mengumpulkan 40 buku. Aduh, makin dibaca, sepertinya, makin rumit. Sebetulnya bagaiman yang sesungguhnya?

    Tapi, kalau kita baca apa yang ditulis oleh Deng Xiaoping, itu sedikit banyak bisa membantu kita. Melihat, apa sih sebetulnya yang mereka maksudkan dengan Sosialisme dengan ciri-ciri Tiongkok. Tidak perlu kita harus setuju. Tetapi mengetahui, apa yang mereka maksudkan? Lalu kita padukan dengan pembacaan literatur lainnya mengenai Tiongkok.
    Dengan cara itu mudah-mudahan kita bisa memahami Tiongkok.
    (Sekitar Pertemuan Utrecht 23 Juni, 2013 -- Selesai)

    * * *

No comments: