Minggu, 21 Juli 2013
------------------------------
“Gadis-gadis dipaksa mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan dipaksa kawin di usia muda. Kemiskinan, ketakpedulian, ketidakadilan, rasisme, dan perampasan hak dasar, adalah persoalan-persoalan utama yang dihadapi lelaki dan perempuan di dunia ini.
“Kami menyerukan pada negara-negara maju, untuk memperluas kesempatan pendidikan untuk anak perempuan di negara-negara berkembang.
“Kita tidak akan bisa sukses bersama, kalau sebagian dari kita dibelenggu dan tak bisa maju.
“Kami mau sekolah dan pendidikan untuk masa depan yang cerah bagi anak-anak.
“Kita tidak boleh lupa bahwa jutaan orang hari ini menderita akibat kemiskinan, ketidakadilan dan ketidakpedulian.
“Jadi, marilah kita kobarkan perang global memberantas buta huruf, kemiskinan dan terorisme. Mari kita teriakkan tuntutan, mari kita gunakan buku dan pulpen kita, senjata kita yang paling utama.
------------------------------
“Mereka
berpikir
peluru akan membungkam kami.
Tapi
mereka gagal . . .
“Marilah kita
kobarkan perang global memberantas buta huruf, kemiskinan
dan
terorisme. Mari kita teriakkan tuntutan, mari kita gunakan
buku dan
pulpen kita, senjata kita yang paling utama.
“Satu
murid, satu guru, satu buku, satu pena, bisa mengubah
dunia.
(Malala
Yousafzai
di Sidang MU PBB, 12 Juli 2013>
* * *
Media mancanegara
menyiarkannya secara luas: -- HARI 12 JULI 2013 --
(hari
itu Malala genap berumur 16 tahun). PBB menetapkannya sebagai:
“HARI
MALALA”
Mengapa
“Hari
Malala”, sampai muncul dan diresmikan oleh PBB, sebuah
badan perkumpulan bangsa-bangsa yang terbesar dewasa ini?
Dalam
sebuah
ceramah pada tanggal 13 Juli 2013 y.l di Amsterdam yang
diselenggarakan oleh “DIAN”, -- sebuah organisasi perempuan
Indonesia di Belanda , mengenai “Sejarah Gerakan Perempuan Indonesia”,
disampaikan oleh penceramah dr. Kandida Pattipilohy, ---
diajukan
pertanyaan sbb:
“Apakah
tampilnya
seorang gadis Pakistan berumur 16 tahun, Malala
Yousafzai, berpidato di Sidang MU-PBB, 12 Juli, 2013, y.l
–
apakah itu suatu SHOW belaka ? . . . ., atau apa itu? Hadirin
dalam
ceramah itu bersama penceramah Kandida Pattipilohy, dalam satu
paduan
suara dengan keras menyatakan:
“TIDAK!” Berpidatonya Malala Yousuafzai di sidang MU PBB, BUKAN SHOW!!.
Itu adalah manifestasi penghargaan dan penghormatan organisasi
bangsa-bangsa sedunia, PBB, terhadap kegiatan, peranan,
keteguhan
semangat dan keberanian serta konsistensi gadis Pakistan yang
baru
berumur belasan tahun tsb, dalam perjuangannya untuk hak-sama
antara
perempuan dan priya dalam pendidikan di Pakistan dan seluruh
dunia.
*
* *
Ketika
melukiskan
tentang nasib kaum perempuan di pelbagai negeri dan di
seluruh dunia umumnya, Malala dengan gamblang mengatakan:
“Jadi di sini
hari
ini saya berdiri: satu anak perempuan, di antara yang lain.
Saya
bicara bukan atas nama saya sendiri, tapi atas nama orang
lain yang
tidak punya suara yang bisa didengar, untuk mereka yang
berjuang
untuk haknya. Hak untuk hidup dalam damai, hak untuk hidup
secara bermartabat, hak untuk memperoleh kesempatan yang
sama, hak
untuk mendapat pendidikan.
* * *
“Perempuan dan
anak menderita dalam segala bentuk, di banyak tempat di
dunia. Di
India, anak-anak miskin dan tak berdosa jadi korban
perburuhan anak,
banyak sekolah dirusak di Nigeria, rakyat Afganistan
menderita di
bawah ekstremisme selama berpuluh tahun.
“Gadis-gadis dipaksa mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan dipaksa kawin di usia muda. Kemiskinan, ketakpedulian, ketidakadilan, rasisme, dan perampasan hak dasar, adalah persoalan-persoalan utama yang dihadapi lelaki dan perempuan di dunia ini.
* * *
Sehubungan dengan ini mari telusuri apa yang a.l
dikemukakan oleh Kandida dalam ceramahnya:
Politik
rezim
Orba selama 32 tahun di bawah Jendral Suharto, telah
menghancurkan peranan gerakan perempuan Indonesia sebaga bagian
dari
perjuangan seluruh bangsa Indonesia, untuk kemerdekaan nasional,
kemakmuran dan keadilan, serta hak sama antara perempuan dan
priya di
Indonesia. Orba telah meredusir peranan perempuan Indonesia,
sebagai “ibu-rumah tangga”, semata-mata sebagai “pedamping”
suami belaka, yang harus diabdinya . Namun, kebijakan dan
politik rezim
Orba yang utama terhadap gerakan perempuan Indonesia, ialah,
dengan
cara menghancurkan organisasi perempuan Indonesia yang terbesar
dan
tersebar di seluruh Indonesia , --- GERWANI, Gerakan Wanita
Indonesia. Melalui kampanye kebohongan luar biasa, rezim
Orba
mendeskreditkan sera memfitnah Gerwani habis-habisan. Sekaligus
memusnahkan Gerwani secara fisik dengan pemenjaraan dan
pembunuhan.
Dengan
demikian
kebijakan Orde Baru di Indonesia, dengan politik Taliban
terhadap kaum perempuan di Pakistan, – – – secara hakiki tidak
banyak berbeda. Kebijakan rezim Orba lebih menyeluruh dan tidak
kurang kejam dan biadabnya terhadap kaum perempuan, terbanding
politik dan kebijakan Taliban.
*
* *
Kelompok
teroris
Taliban di Pakistan, di luar rencana dan kemauannya,
sesungguhnya menjadi peneyebab dikenalnya Malala sebagai pejuang
untuk hak-sama menerima pendidikan bagi kaum perempuan Pakistan.
Suatu
hari,
pada tangal 09 Oktober 2012, -- ketika anak-anak sekolah di
Quetta, Pakistan dengan menumpang bus pulang dari sekolah
mereka, -- Kelompok teroris Taliban di Pakistan itu, dengan cara
kekerasan, demi
mencapai cita-citanya, telah melakukan percobaan pembunuhan
terhadap
Malala Yousufzai, seorang pelajar (ketika itu berumur 15th.)
Namun,
peluru teroris Taliban itu, ternyata “kontra-produktif”.
Taliban bermimpi dengan cara kekerasan berkedok agama, akan bisa
meredam kaum perempuan Pakisatan memperjuangkan hak-sama-derajat
dengan priya di bidang pendidikan. Kaum perempuan di bawah
kekuasan
rezim Taliban dan dimana saja di dunia ini, memperlakukan
perempuan
di bawah derajat manusia.
*
* *
Malala
Yousafzai
yang memperoleh kehormatan luar biasa, bicara di depan MU
PBB tanggal 12 Juli y.l menjelaskan a.l sbb:
“Kita menyadari
pentingnya cahaya ketika melihat kegelapan. Kita sadar
pentingnya
bersuara ketika kita dibungkam. Begitu juga, di Swat, di
utara
Pakistan, kami sadar pentingnya pulpen dan buku, ketika kami
melihat
senjata api.
“Ada yang
mengatakan pulpen lebih perkasa dari pedang. Itu benar. Para
ekstremis lebih takut pada buku dan pena. Kekuatan
pendidikan
menakutkan mereka. Mereka takut pada perempuan, kekuatan
suara
perempuan menakutkan mereka.
Itulah kenapa
mereka
menembak 14 murid tak bersalah belum lama ini di Quetta.
Itu
kenapa mereka membunuh guru dan pekerja polio perempuan di
Khyber
Pakhtunkhwa. Itu kenapa mereka meledakkan sekolah setiap
hari.
Karena mereka
takut
pada perubahan, takut pada kesetaraan, yang akan dibawa
pendidikan ke
dalam masyarakat kita. DemikianMalala.
* * *
Selanjutnya
kata
Malala:
“Saya ingat ada
seorang anak laki-laki di sekolah saya, yang ditanya
jurnalis,
"Kenapa Taliban sangat membenci pendidikan?"
“Dia menjawab
dengan sederhana. Sambil menunjuk bukunya, dia berkata,
"Seorang
Taliban tidak tahu apa isi buku ini. Mereka pikir Tuhan
hanya mahluk
kerdil konservatif yang akan mengirim perempuan ke neraka
hanya
karena mereka pergi ke sekolah." Demikian Malala.
Para
teroris
telah menyalahgunakan nama Islam dan warga Pashtun untuk
kepentingan mereka sendiri.
*
* *
Selanjutnya
ditekankan
Malala
“Ingatlah
satu
hal, Hari Malala bukanlah hari saya. Hari ini adalah hari
ketika
semua perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, yang
telah
bersuara untuk hak mereka. Ada ratusan aktivis HAM dan
pejuang sosial
yang tak hanya bicara untuk diri mereka tapi juga berjuang
untuk
mewujudkan perdamaian, pendidikan dan kesetaraan. Ada
ribuan
orang yang dibunuh teroris, dan jutaan orang cedera. Saya
hanya
salahsatu dari mereka. . . .
*
* *
Mari camkan bersama kalimat-kalimat mutiara Malala
Yousafzai, yang diucapkannnya pada penutup pidatonya yang
bermutu dan
menggugah di hadapan sidang MU PBB, 12 Juli 2013, sbb:
“Kini tiba
saatnya
untuk meneriakkan tuntutan kita. Hari ini, kita menyerukan
pada para
pemimpin dunia, untuk mengubah kebijakan strategis mereka
pada usaha
mencapai perdamaian dan kesejahteraan.
“Kami menyerukan
pada para pemimpin dunia, agar semua perjanjian damai harus
melindungi hak perempuan dan anak. Perjanjian yang
mengabaikan hak
perempuan, tidak bisa diterima.
Kami menyerukan
pada
pemerintahan di seluruh dunia, untuk mengadakan pendidikan
gratis dan
wajib untuk semua anak tanpa kecuali.
Kami menyerukan
pada
pemerintahan di seluruh dunia, untuk terus berperang melawan
terorisme dan kekerasan, serta melindungi anak dari
kekejaman dan
mara bahaya.
“Kami menyerukan pada negara-negara maju, untuk memperluas kesempatan pendidikan untuk anak perempuan di negara-negara berkembang.
Kami menyerukan
pada semua masyarakat dan komunitas, untuk bersikap
toleran.
Untuk menolak prasangka berdasarkan kasta, keyakinan, sekte,
agama,
warna kulit atau gender. Untuk memastikan ada kebebasan dan
kesetaraan bagi perempuan, sehingga mereka bisa sukses.
“Kita tidak akan bisa sukses bersama, kalau sebagian dari kita dibelenggu dan tak bisa maju.
“Kami menyerukan
pada perempuan di seluruh dunia, untuk berani. Untuk
menyambut
kekuatan di dalam diri mereka dan menyadari potensi mereka
sepenuhnya.
* * *
“Kami mau sekolah dan pendidikan untuk masa depan yang cerah bagi anak-anak.
Kita akan
meneruskan
perjalanan kita untuk mewujudkan perdamaian dan pendidikan.
Tidak ada
yang bisa menghentikan kita.
Kita akan terus
bicara untuk hak-hak kita. Kita akan mengubah keadaan
dengan
suara kita. Kita percaya pada kekuatan kata-kata kita.
Kata-kata kita
bisa mengubah dunia kalau kita semua bersama, bersatu untuk
pendidikan.
Kalau kita mau
mencapai cita-cita kita, mari kita mempersenjatai diri
dengan
pengetahuan, dan mari membuat perisai dari persatuan dan
kebersamaan
kita.
“Kita tidak boleh lupa bahwa jutaan orang hari ini menderita akibat kemiskinan, ketidakadilan dan ketidakpedulian.
Kita tidak boleh
lupa, ada jutaan anak yang tak bisa bersekolah.
Kita tidak boleh
lupa, saudara-saudara kita sedang menanti masa depan yang
damai dan
lebih baik.
“Jadi, marilah kita kobarkan perang global memberantas buta huruf, kemiskinan dan terorisme. Mari kita teriakkan tuntutan, mari kita gunakan buku dan pulpen kita, senjata kita yang paling utama.
“Satu murid, satu
guru, satu buku, satu pena, bisa mengubah dunia.
Pendidikan adalah
satu-satunya solusi. Pendidikan harus diutamakan.
Terimakasih.
(Sumber BBC)
* * *
No comments:
Post a Comment