Sunday, February 14, 2010

“*PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI*

*IBRAHIM ISA – Berbagi Cerita *

*Rabu, 28 Januari 2010*

*-------------------------------------------*


“*PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI*

*GUGUR SATU TUMBUH SERIBU”*

**


Kemarin itu, hari Selasa 26 Januari 2010, jam 12.30, dinginnya bukan main! Sepertinya di Belanda, sudah mencapai suhu terrendah selama musim dingin kali ini. Delapan derajat Celsius di bawah nol. Namun, lebih 200 hadirin memenuhi ruang-duka Goetzee Dela Rouwcentrum, di Boezemsingel 35, Rotterdam. Beberapa orang adalah dari keluarga A.S. Munandar (termasuk dua orang putranya yang datang dari Indonesia) - ”Endro dan Widyo”.


Kebanyakan adalah orang-orang Indonesia. Berpakaian tebal dan songkok musim dingin. Beberapa orang Belanda datang juga, antara lain sahabat lama A.S. Munandar, wartawan senior Joop Morrien. Juga Ketua Wertheim Stichting, dr Coen Hotzappel. Lalu sahabat-sahabat dari Filipina. Demikian juga dari kalangan komunitas Tionghoa-Belanda seperti dr Go Gien Tjwan, Ong HuiYang dan Dr Paul Thung dan istri, dll. Selebihnya adalah kenalan-kenalan lama AS Munandar dari Amsterdam, Den Haag, Leidsendam, Purmerend, Zaandam, Utrecht, Zeist, Rosendaal, Rotterdam, Dortmund, Keulen, Hülhorst, Paris dan Stockholm. Mungkin juga (maaf) ada yang ketinggalan dicatat di sini.


Pertemuan yang mengensankan kemarin itu, dibuka dengan hikmat oleh pimpinan Perhimpunan Persaudaraan Taufik. Diikuti oleh penghentingan cipta mengenangkan A.S. Munandar tercinta.


* * *


Pagi ini – Kutanyakan kesan Andreas Sungkono dari pimpinan Perhimpunan Persaudaraan Indonesia, yang sejak semula bersama kawan-kawannya dari Perhimpunan Persaudraan sibuk mengatur-atur pertemuan hari itu: Bagaimana kesannya mengenai perpisahan dengan Bung Cipto kemarin.


Yaah, jawabnya, kita semua terutama berduka-cita! Tetapi bersamaan dengan itu juga terharu, lega dan gembira menyaksikan begitu banyak yang datang pada upacara perpisahan dengan Bung Cipto. Kiranya fihak Rouwcentrum Goetzee Dela, juga terhera-heran. Begitu banyak hadirin yang datang pada hari pemkakaman A.S. Munandar. Jarang sekali begitu banyak hadiri pada suatu upacara pemakaman.


Kusajikan di sini sajak yang dirangkum Andreas Sungkono dalam kata perpisahannya kepada A.S. Munandar, sbb:


/Selamat Jalan/


/Ketika cuaca dingin membeku/

/Dan cakrawala Nusantara /

/Masih kotor dengan debu/

/Kau pergi tinggalkan kami/

/Walau itu bukan maumu sendiri/


/Kau telah berlawan, bertahan /

/Lebih dari dua pekan/

/Tapi kodrat telah sampai ke batas janji/

/Tak bisa ditunda lagi/


/Kau tinggalkan semua yang kau punya/

/Pemikiran dan keyakinan/

/Juga api yang kau jaga menyala/

/Serahkan pada generasi muda /

/Pelanjut angkatan/

/Meneruskan perjalanan/

/Menuju harapan…./

/Selamat jalan Bung Cipto!/


Beristirahatlah dengan tenang di alam damai dan abadi!


* * *


Sarmaji dari Perhimpunan Dokumentasi Indonesia Amsterdam, berkesan a.l. sbb: Sangat mengharukan kata perpisahan dari dr Paul Thung, sahabat A.S.Munandar sejak muda ketika bersekolah di HBS dan kemudian sama-sama bekerja di laboratorium geologi di Bogor pada zaman pendudukan Jepang, sampai bertemu kembali di Belanda sesudah berpidah duapuluh tahun lebih. Apa kesan Dr Paul Thung: Ashar tidak berubah. Ia adalah orang yang jujur dan berprinsip yang berjuang untuk keyakinannya sampai akhir umurnya. Betapapun kesulitan yang dihadapinya, tanah air dan bangsa, IA TETAP OPTIMIS.


Aku terharu mendengar kata-kata yang diucapkan oleh putera Bung Cip, Widyo yang ditinggalkan bapaknya ketika berumur 1 tahun (1965). Kemudian baru bertemu lagi pada tahun 1988 ketika ia berkunjung ke Belanda untuk pertama kalinya jumpa dengan bapaknya. Kata Sarmaji.


Kutambahkan bahwa juga amat mengharukan betapa cucu AS Munandar, Satria, mengutarakan hubungan dekatnya dengan Opanya, Opa Munandar.


* * *


Yang a.l. hendak difokuskan di sini ialah kata-kata perpisahan yang diutarakan oleh sahabat lama AS Munandar, Umar Said. Umar Said, adalah mantan Pemimpin Redaksi s.k.Ekonomi Nasional dan Bendahara Persatuan Wartawan Asia-Afrika (Jakarta). Umar Said mengangkat satu kalimat yang ditulis oleh A.S.Munandar dalam bukunya, bab: KILASAN KENANGAN MASA LALU. Kalimat-kalimat itu adalah:


“Ribuan kawan dan sahabat dekat yang kukenal sudah tidak ada, mereka telah memberikan pengorbanan luarbiasa, mengenang mereka membuat hatiku amat sedih. Tetapi seperti peribahasa kita: /Patah Tumbuh Hilang Berganti! /Tetap kupelihara rasa optimis, karena percaya pada bangsa dan rakyatku, terutama pada generasi mudanya, yang kelak pasti akan berhasil mewudjudkan cita-citanya untuk masyarakat yang adil”.


Kemudian Umar Said menghubungkan keyakinan A.S. Munandar tsb dengan perkembangan belakangan ini di tanahair. Muncul dan berkembangnya kebangkitan baru kesedaran akan keadilan terutama di kalangan generasi muda, di tengah-tengah membeludaknya kritik-kritik dan protes terhadap skandal-skandal di lembaga pengadilan sekitar penangan kasus koruspsi dan di Bank Century.


* * *


Dalam kata-kata terakhir untuk Bung Cip, kunyatakan sbb: YA KAWAN, YA SESEPUH. Yang kumaksudkan sesepuh di sini, sesungguhnya bukan secara umum semata. Tetapi kongkrit berhubungan dengan analisis dan penilaian beliau terhadap perkembangan situasi polik tanah air dan mancanegara. Khususnya mengenai masalah SOSIALISME dewasa ini dan selanjutnya.


Maka, bila hendak mengetahui pandangan dan fikiran A.S.Munandar, hendak mengetahui siapa A.S. Munandar, kataku, BACALAH BUKUNYA. Bung Cipto sendiri menjelaskan di dalam bukunya bahwa:


“Setelah membaca kembali bahan yang sudah dikumpulkan, penulis (A.S.Munandar) menyedari bahwa penyusunan dan penulisan bahan-bahan itu bagi penulis sendiri merupakan bagian dari suatu proses belajar yang tak ada habis-habisnya dan berlangsung terus sampai akhir hayat manusia”.


* * *


Di dalam uraian itu kita melihat betapa A.S.Munandar rendah hati, tidak berhenti pada penulisannya sendiri di waktu lalu, tetapi memikirkannya kembali. Baginya hal itu merupakan suatu proses belajar yang tak ada habis-habisnya dan berlangsung terus sampai akhir hayat manusia. Betapa rendah hatinya Bung Cip. Betapa besar semangatnya untuk belajar lagi. Karena, pemikiran kita harus didasarkan serta sesuai dengan keadaan dan perkenbangan situasi yang seringkali berlangsung cepat.


Dari sifat rendah hati A.S. Munandar serta semangat belajarnya yang tak kunjung padam itu kita yang ditinggalkannya dapat berteladan!



* * *

No comments: