Tuesday, November 20, 2012

*Ibrahim Isa-FILE– REFERENSI SEJARAH –
SUMPAH PEMUDA , 28 OKTOBR 1928*
--------------------------------------

 
 
*Hari Sumpah Pemuda- Sie Kok Liong *

Minggu, 28 Oktober 2012 | 19:02 WIB
*
Sie Kok Liong, Bapak Kos Deklarator Sumpah Pemuda *


TEMPO.CO, Jakarta--Pemilik bangunan di Jalan Kramat Raya Nomor 106, yang menjadi tempat deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dibacakan, Sie Kok Liong, jarang disebutkan dalam buku sejarah. Namun Sie Kok Liong adalah "bapak kos" sejumlah pemuda yang mencatat namanya dalam sejarah dengan mendeklarasikan Sumpah Pemuda.

Tercatat Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, dan Assaat dt Moeda pernah tinggal di sana. "Perlu keberanian luar biasa untuk menyediakan tempat buat kelompok pergerakan pada masa itu," kata Ketua Umum Suara Kebangsaan Tionghoa Indonesia, Eddie Kusuma, dalam artikel Jejak Samar Bapak Kos Dokter Politik dari Timur di majalah Tempo, 2 November 2008.

Rumah Kramat 106 menjadi tempat pemondokan pelajar dan mahasiswa di Jakarta. Kala itu, rumah kos di kawasan Salemba dan sekitarnya bermunculan lantaran asrama tidak bisa menampung mahasiswa dan pelajar dari luar kota. Pemilik kos biasa disebut kosthuis. Sedangkan anak kos laki-laki disebut kostjongen dan kos perempuan disebut kostmeisjes.

  Dalam buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, gedung Kramat 106 disebutkan sebagai tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java sejak 1925. Mereka kebanyakan pelajar Sekolah Pendidikan Dokter Hindia alias Stovia.

  Para pelajar menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara 40 lit er beras waktu itu. Mereka memiliki pekerja yang mengurus rumah, yang dikenal dengan nama Bang Salim. "Tamu yang menginap tidak dikenai bayaran, tapi harus mengusahakan makanannya sendiri," kata Dr Raden Soeharto, kostjongen dan peserta Sumpah Pemuda dalam buku Bunga Rampai, 50 Tahun Soempah Pemoeda.

  Aktivis Jong Java menyewa bangunan 460 meter persegi ini karena rumah kontrak sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan diskusi politik dan latihan kesenian Jawa. Anggota Jong Java dan mahasiswa lainnya menyebut gedung ini Langen Siswo.

PDAT| EVAN| KODRAT

Minggu, 28 Oktober 2012 | 19:08 WIB
*
Bagaimana Para Deklarator Sumpah Pemuda Ngekos? * *

TEMPO.CO, Jakarta--Bangunan di Jalan Kramat Raya Nomor 106 menjadi saksi bisu dibacakannya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Gedung ini merupakan pemondokan untuk pelajar dan mahasiswa waktu itu. Bagaimana kehidupan kos para pemuda saat itu?

Dalam Buku Panduan Museum Sumpah Pemuda, gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal pelajar yang tergabung dalam Jong Java sejak 1925. "Mereka kebanyakan pelajar Sekolah Pendidikan Dokter Hindia alias Stovia," seperti dikutip artikel Jejak Samar Bapak Kos Dokter Politik dari Timur di Majalah TEMPO 2 November 2008.

Tercatat Muhammad Yamin, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, A.K. Gani, Mohammad Tamzil, atau Assaat dt Moeda, pernah tinggal di sana.

Para pelajar menyewa gedung itu dengan tarif 12,5 gulden per orang setiap bulan, atau setara dengan 40 liter beras waktu itu. Mereka memiliki pekerja yang mengurus rumah yang dikenal dengan nama Bang Salim.

"Tamu yang menginap tidak dikenai bayaran, tapi harus mengusahakan makanannya sendiri," kata Dr Raden Soeharto, kostjongen dan peserta Sumpah Pemuda dalam buku Bunga Rampai, 50 Tahun Soempah Pemoeda.

Aktivis Jong Java menyewa bangunan 460 meter persegi ini karena kontrakan sebelumnya di Kwitang terlalu sempit untuk menampung kegiatan mereka. Anggota Jong Java dan mahasiswa lainnya menyebut gedung ini Langen Siswo.

Sejak 1926, penghuni gedung ini makin beragam dari berbagai daerah. Pun kegiatannya. Selain kesenian, mahasiswa di gedung ini aktif dalam kepanduan dan olahraga.

Penghuni Kramat 106 juga sering berdiskusi soal konsep persatuan nasional. Gedun g ini pun menjadi markas Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), yang berdiri pada September 1926, usai kongres pemuda pertama. Penghuni kontrakan, dengan payung PPPI, sering mengundang tokoh seperti Bung Karno untuk berdiskusi. Tema perbincangan misalnya mencari bentuk negara ideal bagi Indonesia.

Di gedung ini juga muncul majalah Indonesia Raya, yang dikelola PPPI. Karena sering dipakai kegiatan pemuda yang sifatnya nasional, para penghuni menamakan gedung ini Indonesische Clubhuis, tempat resmi pertemuan pemuda nasional. Sejak 1927, mereka memasang papan nama gedung itu di depan. Padahal Gubernur Jenderal H.J. de Graff sedang menjalankan politik tangan besi.

Pada 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia mendeklarasikan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di bangunan yang terletak di Jalan Kramat Raya Nomor 106 ini.

Kegiatan pemuda dialihkan ke Jalan Kramat 156 setelah para penghuni Kramat 106 tidak melanjutkan sewanya pada 1934.

PDAT| EVAN| KODRAT

* * *

No comments: