*IBRAHIM ISA
Kolom AKHIR PEKAN
Minggu, 14 Oktober 2012*
------------------------
Kolom AKHIR PEKAN
Minggu, 14 Oktober 2012*
------------------------
*Buku Heryani Busono Wiwoho: *
“*MENGEMBARA DALAM PRAHARA”,*
Hadir pada hari peringatan PERISTIWA 1965, di Diemen, Belanda, pada hari Minggu tanggal 07 Oktober, 2012 yl, dimana bicara Prof Dr Saskia Wieringga dan ketua LPK65 di Nederland, M.D. Kartaprawira serta dipertunjukkannya film dokumenter berjudul “The Women and The Generals”, ---- *punya arti khusus bagiku. * Punya kesan mendalam!
Sudah agak lama tidak aku jumpa dengannya. Tiba-tiba kami bertemu muka lagi. Sahabat lamaku*Harun Al Rasyid.* Kujumpai lagi pagi itu di gedung Schakel, Diemen. Kami tidak jarang bertemu, tapi kali ini memang sudah agak lama. Yang istimewa ialah bahwa hari itu Harun mengeluarkan sebuah buku dari “rugtasnya”. Ia menunjuukkannya kepadaku. Masih dibungkus plastik transparan. Jadi tidak bisa dibuka dan dibalik-balik halamannya. Tapi dari luar bisa terbaca judulnya:
“*MENGEMBARA DALAM PRAHARA”, Dari Wirogunan sampai Plantungan. Oleh Haryani Busono Wiwoho. *
** * **
Aku ingat nama itu: Busono Wiwoho. Dalam tahun-tahun setelah kemerdekaan Busono, mantan pimpinan IPPI, pernah studi di Praha, dan menjadi wakil Indonesia di IUS, International Union of Students. Buku Heryani ditulis untuk mengenangkan suaminya: IN MEMORIAM DR. BUSONO WIWOHO. Terbit tahun 2012 oleh Pustaka Binatama, Semarang.
Aku tanya pada Harun: “Berapa harganya, aku ingin memililiknya?” -- “Lima Euro”, jawab Harun segera. Kalau mau kasih lebih, -- boleh sebagai sumbangan, tambahnya lagi. Pagi itu sebelum pertemuan peringatan dimulai aku sudah memiliki buku itu. Meraasa beruntung sekali dapat buku baru.
Mengapa Heryani menulis bukunya? Heryani menjelaskannya dalam “Prakata”bukunya, sbb: (huruf tebal oleh I.I.)
“Saya menulis kisah ini terutama karen desakan anak-anak saya. Ada masa kanak-kanak mereka yang hilang. Masa dimana mereka seharusnya mendapatkan kasih sayang dari ibu dan ayahnya sert saudara-saudara sekandungnya.
“*Pada masa pertumbuhan mereka, masa-masa yang paling sensitif bagi pertumbuhan anak, ke-empat anak-anak saya secara paksa dipisahkan dari kedua orang tuanya, tanpa mengetahui kemana dan dimana kedua orang tuia mereka itu berada.*
“Kemudian mereka tumbuh dalam lingkungan yag berbeda, lingkungan yang tidak begitu mereka kenal, dimana setiap keluarga dengan siapa mereka tinggal mempunyai pandangan hidup dan cara hidup yang tidak sama.
“*Wajarlah kalau sekarang mereka ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara tahun 1965-1979.*
“Kini saya mencoba mengumpulkan kembali segala peristiwa yang pernah saya alami waktu itu. Saya tidak mempunyai catatan satu hurufpun. Jadi disana-sini mungkin ada selisih hari dan tanggal.
“*Betapapun kisah ini adalah kisah suatu kebenaran. Kisah tentang harkat manusia yang tercabik-cabik dan diinjak-injak oleh suatu kebohongan yang luar biasa kejamnya.*
“*Karenanya perlu diingat dan dicamkan bahwa dalam perjalanan hidup manusia dan dalam perjalanan masyarakatnya, maka yang utama ialah jangan sekali-kali menutupi atau memalsukan sejarah, sebab bisa berakibat fatal. Ibaratnya seorang pasien yang menutupi atau merahasiakan sejarah penyakitnya kepada dokter, maka kemudian bisa mengakibatkan pasien tersebut akan menederita tanpa akhir ataupun akan menemui ajalnya, karen diagnosa dan terapi yang salah.*
“Sebagai akhir kata ingin saya sampaikan bahwa tulisan ini bukanlah sebuah analisa keadaan. Tetapi merupakan rentetan peristiwa yang sesungguhnya, dan yang benar-benar telah terjadi. Saya yakin banyak yang tidak diketahui oleh masyarakat luas.
“*Perlu saya jelskan bahwa apa yang pernah saya alami, juga merupakan pengalaman bagi jutaan keluarg lain, hampir di seluruh nusantara. *Mengapa demikian? Karena rentetan peristiwa-peristiwa itu, istilah politiknya “/Red Drive”, /atau pengajaran kaum merah/kaumkomunis, adalah hasil konspirasi yang sistimatis yang sudah sejak lama direncanakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menguasasi Indonesia yang kaya sumber alamnya dan strategis letaknya (analisa David Ransom dalam tulisannya “/Building an Elite in Indonesia”)./
“Meskipun kecil dan sederhana, semoga catatan hidup saya yang telah “mengembara dalam prahara” selama kurun waktu 1965-1978 ini bisa menjadi bahan renungan yang bermanfaat bagi kita semua.
* * *
Setidaknya, aku bisa membenarkan satu peristiwa yang dikisahkan oleh Heryani, yaitu Peristiwa yang terjadi di Pengangsaan Timur 56, Jakarta, di Gedung Proklamasi, dalam tahun 1948. Ketika kami orang-orang Republiken, memperingati 17 Agustus 1948.
Kami berkumpul untuk suatu peringatan yang damai dan teratur: MEMPERINGTI HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS, di Gedung Proklamasi -- Namun dihadapi oleh Nica, tentara pendudukan Belanda dengan tembakan peluru tajam. Peristiwa itu merupakan salah satu kekejaman dan kebiadaban kolonialisme Belanda terhadap bangsa kita.
* * *
Yang dikisahkan oleh Heryani, banyak peristiwa yang dialaminya sendiri. Teristimewa kejadian-kejadian semasa persekusi dan pemenjaraan oleh rezim Orba.
Heryani secara fokus mengisahkan sekitar kekejaman dan biadabnya kebohongan, fitnah yang disebar luaskan ke seluruh negeri bahkan ke seluruh dunia, mengenai rekayasa “tari bunga” (tari seks) oleh perempuan-perempuan Gerwani di Lubang Buaya. Suatu fitnah, kebohohan dan rekayasa serta penipuan yang sengaja diregisir sebagai awal dari kampanye pembunuhan dan pemusnahan terhadap PKI, yang dituduh simpatisan PKI dan pendukung Presiden Sukarno.
Buku Heryani merupakan sumbangsih pribadinya terhadap usaha masyarakat sekitar pelurusan dan penjernihan sejarah bangsa, khususnuya sekitar peristiwa G30S, dan persekusi yang dilakukan oleh rezim Orba terhadap jutaan warganegara yang setia pada Republik Indonesia dan sedikitpun tak melakukan kesalahan.
* * *
“*MENGEMBARA DALAM PRAHARA”,
Hadir pada hari peringatan PERISTIWA 1965, di Diemen, Belanda, pada hari Minggu tanggal 07 Oktober, 2012 yl, dimana bicara Prof Dr Saskia Wieringga dan ketua LPK65 di Nederland, M.D. Kartaprawira serta dipertunjukkannya film dokumenter berjudul “The Women and The Generals”, ---- *punya arti khusus bagiku. * Punya kesan mendalam!
Sudah agak lama tidak aku jumpa dengannya. Tiba-tiba kami bertemu muka lagi. Sahabat lamaku*Harun Al Rasyid.* Kujumpai lagi pagi itu di gedung Schakel, Diemen. Kami tidak jarang bertemu, tapi kali ini memang sudah agak lama. Yang istimewa ialah bahwa hari itu Harun mengeluarkan sebuah buku dari “rugtasnya”. Ia menunjuukkannya kepadaku. Masih dibungkus plastik transparan. Jadi tidak bisa dibuka dan dibalik-balik halamannya. Tapi dari luar bisa terbaca judulnya:
“*MENGEMBARA DALAM PRAHARA”, Dari Wirogunan sampai Plantungan. Oleh Haryani Busono Wiwoho. *
** * **
Aku ingat nama itu: Busono Wiwoho. Dalam tahun-tahun setelah kemerdekaan Busono, mantan pimpinan IPPI, pernah studi di Praha, dan menjadi wakil Indonesia di IUS, International Union of Students. Buku Heryani ditulis untuk mengenangkan suaminya: IN MEMORIAM DR. BUSONO WIWOHO. Terbit tahun 2012 oleh Pustaka Binatama, Semarang.
Aku tanya pada Harun: “Berapa harganya, aku ingin memililiknya?” -- “Lima Euro”, jawab Harun segera. Kalau mau kasih lebih, -- boleh sebagai sumbangan, tambahnya lagi. Pagi itu sebelum pertemuan peringatan dimulai aku sudah memiliki buku itu. Meraasa beruntung sekali dapat buku baru.
Mengapa Heryani menulis bukunya? Heryani menjelaskannya dalam “Prakata”bukunya, sbb: (huruf tebal oleh I.I.)
“Saya menulis kisah ini terutama karen desakan anak-anak saya. Ada masa kanak-kanak mereka yang hilang. Masa dimana mereka seharusnya mendapatkan kasih sayang dari ibu dan ayahnya sert saudara-saudara sekandungnya.
“*Pada masa pertumbuhan mereka, masa-masa yang paling sensitif bagi pertumbuhan anak, ke-empat anak-anak saya secara paksa dipisahkan dari kedua orang tuanya, tanpa mengetahui kemana dan dimana kedua orang tuia mereka itu berada.*
“Kemudian mereka tumbuh dalam lingkungan yag berbeda, lingkungan yang tidak begitu mereka kenal, dimana setiap keluarga dengan siapa mereka tinggal mempunyai pandangan hidup dan cara hidup yang tidak sama.
“*Wajarlah kalau sekarang mereka ingin sekali mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara tahun 1965-1979.*
“Kini saya mencoba mengumpulkan kembali segala peristiwa yang pernah saya alami waktu itu. Saya tidak mempunyai catatan satu hurufpun. Jadi disana-sini mungkin ada selisih hari dan tanggal.
“*Betapapun kisah ini adalah kisah suatu kebenaran. Kisah tentang harkat manusia yang tercabik-cabik dan diinjak-injak oleh suatu kebohongan yang luar biasa kejamnya.*
“*Karenanya perlu diingat dan dicamkan bahwa dalam perjalanan hidup manusia dan dalam perjalanan masyarakatnya, maka yang utama ialah jangan sekali-kali menutupi atau memalsukan sejarah, sebab bisa berakibat fatal. Ibaratnya seorang pasien yang menutupi atau merahasiakan sejarah penyakitnya kepada dokter, maka kemudian bisa mengakibatkan pasien tersebut akan menederita tanpa akhir ataupun akan menemui ajalnya, karen diagnosa dan terapi yang salah.*
“Sebagai akhir kata ingin saya sampaikan bahwa tulisan ini bukanlah sebuah analisa keadaan. Tetapi merupakan rentetan peristiwa yang sesungguhnya, dan yang benar-benar telah terjadi. Saya yakin banyak yang tidak diketahui oleh masyarakat luas.
“*Perlu saya jelskan bahwa apa yang pernah saya alami, juga merupakan pengalaman bagi jutaan keluarg lain, hampir di seluruh nusantara. *Mengapa demikian? Karena rentetan peristiwa-peristiwa itu, istilah politiknya “/Red Drive”, /atau pengajaran kaum merah/kaumkomunis, adalah hasil konspirasi yang sistimatis yang sudah sejak lama direncanakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menguasasi Indonesia yang kaya sumber alamnya dan strategis letaknya (analisa David Ransom dalam tulisannya “/Building an Elite in Indonesia”)./
“Meskipun kecil dan sederhana, semoga catatan hidup saya yang telah “mengembara dalam prahara” selama kurun waktu 1965-1978 ini bisa menjadi bahan renungan yang bermanfaat bagi kita semua.
* * *
Setidaknya, aku bisa membenarkan satu peristiwa yang dikisahkan oleh Heryani, yaitu Peristiwa yang terjadi di Pengangsaan Timur 56, Jakarta, di Gedung Proklamasi, dalam tahun 1948. Ketika kami orang-orang Republiken, memperingati 17 Agustus 1948.
Kami berkumpul untuk suatu peringatan yang damai dan teratur: MEMPERINGTI HARI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA, 17 AGUSTUS, di Gedung Proklamasi -- Namun dihadapi oleh Nica, tentara pendudukan Belanda dengan tembakan peluru tajam. Peristiwa itu merupakan salah satu kekejaman dan kebiadaban kolonialisme Belanda terhadap bangsa kita.
* * *
Yang dikisahkan oleh Heryani, banyak peristiwa yang dialaminya sendiri. Teristimewa kejadian-kejadian semasa persekusi dan pemenjaraan oleh rezim Orba.
Heryani secara fokus mengisahkan sekitar kekejaman dan biadabnya kebohongan, fitnah yang disebar luaskan ke seluruh negeri bahkan ke seluruh dunia, mengenai rekayasa “tari bunga” (tari seks) oleh perempuan-perempuan Gerwani di Lubang Buaya. Suatu fitnah, kebohohan dan rekayasa serta penipuan yang sengaja diregisir sebagai awal dari kampanye pembunuhan dan pemusnahan terhadap PKI, yang dituduh simpatisan PKI dan pendukung Presiden Sukarno.
Buku Heryani merupakan sumbangsih pribadinya terhadap usaha masyarakat sekitar pelurusan dan penjernihan sejarah bangsa, khususnuya sekitar peristiwa G30S, dan persekusi yang dilakukan oleh rezim Orba terhadap jutaan warganegara yang setia pada Republik Indonesia dan sedikitpun tak melakukan kesalahan.
* * *
No comments:
Post a Comment