*Kolom IBRAHIM ISA
Selasa, 30 Oktober, 2012
------------------------*
*BELANDA BENTUK (Lagi)) KABINET *
*KOALISI “KIRI” (PvdA) DAN “KANAN”(VVD)*
Gejala ini ni bukan untuk pertama kalinya. Yaitu terbentuknya koalisi antara parpol “Kiri” dan parpol “Kanan” dalam kehidupan 'perpolitikan' negeri Belanda.
Seusai Perang Dunia II, paling tidak telah berlangsung empat kali kabinet Drees (PvdA) yang berkoalisi dengan parpol-parpol “Kanan”(KVP,VVD dsb). Tidak heran Drees (PvdA) terlibat melakukan agresi (1948) terhadap Republik Indonesia. Agresi itu mereka bilang “Politieonele Actie”. Katanya, untuk menegakkan “kedamaian, hukum dan ketertiban” di Hindia Belanda. Ide keliru ini masih nyangkut sampai sekarang pada sementara politisi dan kalangan sejarawan Belanda.
Itulah sebabnya mereka sulit melakukan pelurusan sejarah Belanda. Mereka ada kesulitan untuk 'berdamai' dengan masa lampaunya sebagai negara penjajah. Mereka itu masih saja beranggapan bahwa “kita (Belanda) tokh juga melakukan hal-hal yang positif di Indonesia, terutama sejak awal abad keduapuluh (etische politiek). --
Ensiklopedia Bebas Wikipedia, menjelaskan sbb: *Politik Etis*atau *Politik Balas Budi*adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa (cultuurstelsel) pemerintah Hindia Belanda terhadap kaum tani Indonesia, yang menyebabkan kematian ribuan kaum tani, karena dipaksa mengelola di tanah mereka tanam-tanaman seperti kopi, teh dsb untuk mengisi kas negeri Hindia Belanda dan Den Haag. Perhatian kata mereka, harus ditujukan pada masalah pendidikan, irigasi dan emigrasi yang katanya akan “memperbaiki” peri kehidupan rakyat Bumiputra.
Dalam praktek “politik etis” Hindia Belanda itu tak banyak kebaikannya bagi rakyat. Karena di segi lain penindasan politik terhadap gerakan kemerdekaan bertambah keras dan kejam.
* * *
Dalam dua-tiga dasawarsa ini, Wim Kok (PvdA) dua tiga kali berkoalisi dengan papol Kanan (VVD). PvdA menamakan dirinya partai buruh; masih menyanyikan lagu kaum buruh sedunia “Internationale”, setiap memperingati ultah partainya. Tapi . . . . yah, sempat melakukan perang agresi terhadap Republik Indonesia. Selanjutnya memberikan dukungan politik dan finansiil terhadap rezim Orde Baru Suharto yang melakukan pelanggaran HAM berat.
Sebenarnya seperti apa dan bagaimana, yang di Belanda ini dinamakan “Kiri” dan mana pula yang “Kanan”. Terhadap pertanyaan ini bisa diperoleh berbagai jawaban. Tergantung siapa yang ditanya. Kalau yang ditanya orang Marxis Belanda yang merasa dirinya “Marxis murni”, ia akan menjawab bahwa VVD, Partai Liberal Belanda yang pemimpinnya adalah Mark Rutter, itu jelas adalah parpol “Kanan”. Karena VVD membela sistim ekomomi kapitalis. VVD adalah partainya orang kaya dan yang berada. Sering menuntut agar pajak orang-orang yang berduit, orang kaya, supaya dikurangi. Katanya demi “pertumbuhan” ekonomi. Di segi lain subsidi negara di bidang sosial/budaya agar dikurangi. Di bidang ekonomi dan finans mereka menganggap seharusnyalah jalannya ekonomi biar ditentukan oleh mekanisme “pasar” yang dengan sendirinya mengatur kehidupan dan jalannya ekonomi negri. Ini berarti memberikan kebebasan kepada kaum modal untuk semaunya mengeksploitasi kaum buruh dan karyawan. Negeris seharusnya jangan campur tangan dalam urusan ekonomi negeri.
VVD kira-kira sama dengan partai Republik di AS. Dan jawaban terhadap pertanyaan siapa atau parpol mana yang “Kiri”, maka “Marxis murni” Belanda tadi itu akan menjawab, yang “Kiri”, benar-benar Marxis, sekarang ini adalah parpol SP (Sosialis) dan “Groen Links”. Karena CPN (Partai Komunis) sudah dibubarkan dalam tahun 1991. Munculllah NCPN, yang menganggap dirinya “Marxis murni”.
Maka PvdA, dinilai sebagai parpol SOSDEM, Sosial Demorat. Partai Buruh dianggap “nyebal” dari Mar xisme. Mengkhianati Marxisme. PvdA sesungguhnya bukan parpol “Kiri”. Mereka itu hanya melakukan kegiatan sosial-ekonomi semata untuk memperbaiki peri kehidupan kaum 'minima'. Yang disebutnya tuntutuan-tuntutn sosial ekonomi kaum sosial demokrat.
Namun, masyarakat umumnya dan juga orang-orang PvdA, menganggap bahwa PvdA tergolong kekuatan politik “Kiri”. Demi kepentingan “negeri” dan “pertumbuhan ekonomi” harus berkoalisi dengan parpol Kanan (seperti VVD). PvdA mengajukan 'Solidaritas' sebagai salah satu semboyan utama politik mereka. Artinya harus bersolidaritas pada orang-orang yang “minima”, rakyat biasa yang berpenghasilan kecil. Harus memberikan pelbagai subsidi negara terhadap bidang pendidikan, kesehatan dan perumahan umum. Ini adalah kewajiban pemerintah memperhatikan peri kehidupan rakyat.
Dalam pemilihan umum untuk parlemen di Belanda yang baru lalu, pemilih telah menentukan pilihan mereka. Mayoritas pemilih memberikan suara mereka kepada VVD dan PvdA. Yaitu pada parpol-parpol yang dianggap “Kiri” dan “Kanan”. Dari sini dinilai bahwa mayoritas masyarakat menginginkan dua partai yang, sebenarnya dalam tujuan strategisnya bertentangan satu sama lainnya, harus melakukan kerjasama, berkoalisi membangun “pemerintahan yang stabil” demi keluar dari krisis ekonomi yang melanda Eropah, --- demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Belanda selanjutnya. Agar negeri Belanda ada dalam posisi sanggup menghadapi persaingan ekonomi dunia.
Maka terjadilah lagi kompromi antara “Kiri” dan “Kanan”. Sebenarnya ini bukan gejala Belanda saja. Dan bukan baru sekarang. Dalam kehidupan politik internasional di masa lalu, antara Jerman Hitler dengan Barat pernah terjadi kompromi, sambil mengorbankan kepentingan negeri kecil di Eropah. Itu katanya demi untuk melawan “Komunisme Sovyet”. Stalin juga pernah kompromi dengan Jerman Hitler dengan tujuan agar Uni Sovyet tidak dikeroyok Barat bersama Jerman Hitler.
Kuomintang yang ketika itu berkuasa di Tiongkok juga “dipaksa” oleh keadaan untuk melakukan kerjasama, bahkan mengadakan “front nasional” dengan Partai Komunis Tiongkok, untuk menghadapi agresi Jepang terhadap Tiongkok. Dan Tingkok yang puluhan tahun lamanya berkonfrontasi terhadap Amerika Serikat, sekarang ini bekerjasama demi “pertumbuhan ekonomi kedua negeri, kestabilan ekonomi dunia, serta untuk perdamaian dunia” .
Coba tengok, saat ini dunia sedang menyaksikan dimulainya proses “perundingan perdamaian” antara pemerintah Kolombia yang “Kanan” dengan pejuang-pejuang gerilyawan FARC yang Marxis, yang “Kiri”, Itu semua adalah demi perdamaian dan pembangunan negeri..
* * *
Di Indonesia PKI pernah dituduh memberontak – halamana dibantah keras oleh PKI. Sampai-sampai PKI mengeluarkan Buku Putihnya sendiri. Dan DNAidit pernah mengajukan masalah tsb di pengadilan Jakarta pada tahun 1950-an. DN Aidit membantah yang dianggapnya kebohongan besar bahwa PKI memberontak di Madiun terhadap pemerintah RI di Jogyakarta. Belum lama ini Sumarsono, mantan Gubernur Militer Madiun, salah seorang pejuang dalam pertempuran terbesar melawan Inggris di Surabaya (1946), mengulangi lagi bantahannya: PKI tidak memberontak di Madiun.
Memang janggal tampaknya sikap pemerintah RI sejak 1950. Di satu pihak tidak menarik kembali tuduhannya bahwa PKI berontak di Madiun. Juga tidak mengajukan PKI ke pangdilan. Sebaliknya malah membiarkan wakil-wakil PKI di DPR, dan PKI ambil bagian dalam pemilu 1954. Lalu terjadilah kerjasama dan koalisi panjang antara Presiden Sukarno yang mewakili kekuatan kaum nasionalis tengah dan progresif dengan PKI.
Sejarah kita menunjukkan bahwa di masa lampau di Indonesia juga terjadi koalisi antara “Kiri” dengan “Tengah” dan “Kanan”, di saat terdapat landasan kerjasama yang lebih besar dan dianggap lebih penting. Ini dibuktikan ketika “Kiri”, “Tengah” dan “Kanan” bekerjasama bahkan bersatu mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan membela Republik Indonesia terhadap serangan kolonialisme dan imperialisme.
* * *
Dengan demikian “koalisi” dan kerjasama antara kekuatan politik “Kiri”, “Tengah” dan “Kanan” adalah bagian dari kehidupan politik nasional maupun internasional.
Maka ketika pagi ini, --- aku papasan dengan sahabat kami dari PvdA di Zuidoost, aku menjabat tangannya mengharapkan PvdA bisa berhasil membawa kebaikan pada negeri ini:
Dan sahabat Belanda dari PvdA, berreaksi dengan cerah sambil mengatakan:
Yah demi kemajuan negeri ini, saya harapkan club PvdA-VVD ini akan stabil.
* * *
Selasa, 30 Oktober, 2012
------------------------*
*BELANDA BENTUK (Lagi)) KABINET *
*KOALISI “KIRI” (PvdA) DAN “KANAN”(VVD)*
Gejala ini ni bukan untuk pertama kalinya. Yaitu terbentuknya koalisi antara parpol “Kiri” dan parpol “Kanan” dalam kehidupan 'perpolitikan' negeri Belanda.
Seusai Perang Dunia II, paling tidak telah berlangsung empat kali kabinet Drees (PvdA) yang berkoalisi dengan parpol-parpol “Kanan”(KVP,VVD dsb). Tidak heran Drees (PvdA) terlibat melakukan agresi (1948) terhadap Republik Indonesia. Agresi itu mereka bilang “Politieonele Actie”. Katanya, untuk menegakkan “kedamaian, hukum dan ketertiban” di Hindia Belanda. Ide keliru ini masih nyangkut sampai sekarang pada sementara politisi dan kalangan sejarawan Belanda.
Itulah sebabnya mereka sulit melakukan pelurusan sejarah Belanda. Mereka ada kesulitan untuk 'berdamai' dengan masa lampaunya sebagai negara penjajah. Mereka itu masih saja beranggapan bahwa “kita (Belanda) tokh juga melakukan hal-hal yang positif di Indonesia, terutama sejak awal abad keduapuluh (etische politiek). --
Ensiklopedia Bebas Wikipedia, menjelaskan sbb: *Politik Etis*atau *Politik Balas Budi*adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa (cultuurstelsel) pemerintah Hindia Belanda terhadap kaum tani Indonesia, yang menyebabkan kematian ribuan kaum tani, karena dipaksa mengelola di tanah mereka tanam-tanaman seperti kopi, teh dsb untuk mengisi kas negeri Hindia Belanda dan Den Haag. Perhatian kata mereka, harus ditujukan pada masalah pendidikan, irigasi dan emigrasi yang katanya akan “memperbaiki” peri kehidupan rakyat Bumiputra.
Dalam praktek “politik etis” Hindia Belanda itu tak banyak kebaikannya bagi rakyat. Karena di segi lain penindasan politik terhadap gerakan kemerdekaan bertambah keras dan kejam.
* * *
Dalam dua-tiga dasawarsa ini, Wim Kok (PvdA) dua tiga kali berkoalisi dengan papol Kanan (VVD). PvdA menamakan dirinya partai buruh; masih menyanyikan lagu kaum buruh sedunia “Internationale”, setiap memperingati ultah partainya. Tapi . . . . yah, sempat melakukan perang agresi terhadap Republik Indonesia. Selanjutnya memberikan dukungan politik dan finansiil terhadap rezim Orde Baru Suharto yang melakukan pelanggaran HAM berat.
Sebenarnya seperti apa dan bagaimana, yang di Belanda ini dinamakan “Kiri” dan mana pula yang “Kanan”. Terhadap pertanyaan ini bisa diperoleh berbagai jawaban. Tergantung siapa yang ditanya. Kalau yang ditanya orang Marxis Belanda yang merasa dirinya “Marxis murni”, ia akan menjawab bahwa VVD, Partai Liberal Belanda yang pemimpinnya adalah Mark Rutter, itu jelas adalah parpol “Kanan”. Karena VVD membela sistim ekomomi kapitalis. VVD adalah partainya orang kaya dan yang berada. Sering menuntut agar pajak orang-orang yang berduit, orang kaya, supaya dikurangi. Katanya demi “pertumbuhan” ekonomi. Di segi lain subsidi negara di bidang sosial/budaya agar dikurangi. Di bidang ekonomi dan finans mereka menganggap seharusnyalah jalannya ekonomi biar ditentukan oleh mekanisme “pasar” yang dengan sendirinya mengatur kehidupan dan jalannya ekonomi negri. Ini berarti memberikan kebebasan kepada kaum modal untuk semaunya mengeksploitasi kaum buruh dan karyawan. Negeris seharusnya jangan campur tangan dalam urusan ekonomi negeri.
VVD kira-kira sama dengan partai Republik di AS. Dan jawaban terhadap pertanyaan siapa atau parpol mana yang “Kiri”, maka “Marxis murni” Belanda tadi itu akan menjawab, yang “Kiri”, benar-benar Marxis, sekarang ini adalah parpol SP (Sosialis) dan “Groen Links”. Karena CPN (Partai Komunis) sudah dibubarkan dalam tahun 1991. Munculllah NCPN, yang menganggap dirinya “Marxis murni”.
Maka PvdA, dinilai sebagai parpol SOSDEM, Sosial Demorat. Partai Buruh dianggap “nyebal” dari Mar xisme. Mengkhianati Marxisme. PvdA sesungguhnya bukan parpol “Kiri”. Mereka itu hanya melakukan kegiatan sosial-ekonomi semata untuk memperbaiki peri kehidupan kaum 'minima'. Yang disebutnya tuntutuan-tuntutn sosial ekonomi kaum sosial demokrat.
Namun, masyarakat umumnya dan juga orang-orang PvdA, menganggap bahwa PvdA tergolong kekuatan politik “Kiri”. Demi kepentingan “negeri” dan “pertumbuhan ekonomi” harus berkoalisi dengan parpol Kanan (seperti VVD). PvdA mengajukan 'Solidaritas' sebagai salah satu semboyan utama politik mereka. Artinya harus bersolidaritas pada orang-orang yang “minima”, rakyat biasa yang berpenghasilan kecil. Harus memberikan pelbagai subsidi negara terhadap bidang pendidikan, kesehatan dan perumahan umum. Ini adalah kewajiban pemerintah memperhatikan peri kehidupan rakyat.
Dalam pemilihan umum untuk parlemen di Belanda yang baru lalu, pemilih telah menentukan pilihan mereka. Mayoritas pemilih memberikan suara mereka kepada VVD dan PvdA. Yaitu pada parpol-parpol yang dianggap “Kiri” dan “Kanan”. Dari sini dinilai bahwa mayoritas masyarakat menginginkan dua partai yang, sebenarnya dalam tujuan strategisnya bertentangan satu sama lainnya, harus melakukan kerjasama, berkoalisi membangun “pemerintahan yang stabil” demi keluar dari krisis ekonomi yang melanda Eropah, --- demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Belanda selanjutnya. Agar negeri Belanda ada dalam posisi sanggup menghadapi persaingan ekonomi dunia.
Maka terjadilah lagi kompromi antara “Kiri” dan “Kanan”. Sebenarnya ini bukan gejala Belanda saja. Dan bukan baru sekarang. Dalam kehidupan politik internasional di masa lalu, antara Jerman Hitler dengan Barat pernah terjadi kompromi, sambil mengorbankan kepentingan negeri kecil di Eropah. Itu katanya demi untuk melawan “Komunisme Sovyet”. Stalin juga pernah kompromi dengan Jerman Hitler dengan tujuan agar Uni Sovyet tidak dikeroyok Barat bersama Jerman Hitler.
Kuomintang yang ketika itu berkuasa di Tiongkok juga “dipaksa” oleh keadaan untuk melakukan kerjasama, bahkan mengadakan “front nasional” dengan Partai Komunis Tiongkok, untuk menghadapi agresi Jepang terhadap Tiongkok. Dan Tingkok yang puluhan tahun lamanya berkonfrontasi terhadap Amerika Serikat, sekarang ini bekerjasama demi “pertumbuhan ekonomi kedua negeri, kestabilan ekonomi dunia, serta untuk perdamaian dunia” .
Coba tengok, saat ini dunia sedang menyaksikan dimulainya proses “perundingan perdamaian” antara pemerintah Kolombia yang “Kanan” dengan pejuang-pejuang gerilyawan FARC yang Marxis, yang “Kiri”, Itu semua adalah demi perdamaian dan pembangunan negeri..
* * *
Di Indonesia PKI pernah dituduh memberontak – halamana dibantah keras oleh PKI. Sampai-sampai PKI mengeluarkan Buku Putihnya sendiri. Dan DNAidit pernah mengajukan masalah tsb di pengadilan Jakarta pada tahun 1950-an. DN Aidit membantah yang dianggapnya kebohongan besar bahwa PKI memberontak di Madiun terhadap pemerintah RI di Jogyakarta. Belum lama ini Sumarsono, mantan Gubernur Militer Madiun, salah seorang pejuang dalam pertempuran terbesar melawan Inggris di Surabaya (1946), mengulangi lagi bantahannya: PKI tidak memberontak di Madiun.
Memang janggal tampaknya sikap pemerintah RI sejak 1950. Di satu pihak tidak menarik kembali tuduhannya bahwa PKI berontak di Madiun. Juga tidak mengajukan PKI ke pangdilan. Sebaliknya malah membiarkan wakil-wakil PKI di DPR, dan PKI ambil bagian dalam pemilu 1954. Lalu terjadilah kerjasama dan koalisi panjang antara Presiden Sukarno yang mewakili kekuatan kaum nasionalis tengah dan progresif dengan PKI.
Sejarah kita menunjukkan bahwa di masa lampau di Indonesia juga terjadi koalisi antara “Kiri” dengan “Tengah” dan “Kanan”, di saat terdapat landasan kerjasama yang lebih besar dan dianggap lebih penting. Ini dibuktikan ketika “Kiri”, “Tengah” dan “Kanan” bekerjasama bahkan bersatu mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan membela Republik Indonesia terhadap serangan kolonialisme dan imperialisme.
* * *
Dengan demikian “koalisi” dan kerjasama antara kekuatan politik “Kiri”, “Tengah” dan “Kanan” adalah bagian dari kehidupan politik nasional maupun internasional.
Maka ketika pagi ini, --- aku papasan dengan sahabat kami dari PvdA di Zuidoost, aku menjabat tangannya mengharapkan PvdA bisa berhasil membawa kebaikan pada negeri ini:
Dan sahabat Belanda dari PvdA, berreaksi dengan cerah sambil mengatakan:
Yah demi kemajuan negeri ini, saya harapkan club PvdA-VVD ini akan stabil.
* * *
No comments:
Post a Comment