Kolom
IBRAHIM ISA
Kemis Sore, 07 Agustus 2014
------------------------------------
JADI MENTRI -- APA ENAKNYA SIH, APA UNTUNGNYA SIH?
< S e b u a h D i s k u s i Dengan ABDILLAH TOHA>
Kemis Sore, 07 Agustus 2014
------------------------------------
JADI MENTRI -- APA ENAKNYA SIH, APA UNTUNGNYA SIH?
< S e b u a h D i s k u s i Dengan ABDILLAH TOHA>
* * *
Suatu diskusi kecil di media internet ini, yang dilakukan dengan bersahabat, – – - nyatanya banyak manfaatnya. Antara lain untuk mencapai saling mengerti, saling belajar dalam usaha pencerahan-pikiran bersama. Dialog seperti itu terasa diperlukan sekali. Mengingat setelah 32 tahun lamanya, fikiran warga bangsa ini – – – terkontaminasi oleh ideologi militer-fasis rezim otoriter Orde Baru dan berhegemoninya kultur Orba yang bergelimang dengan KKN, -- mulai dari A sampai Z.
Demikianlah terjadi dialog dengan seorang terkemuka dalam pemikiran pembaruan sosial-politik Indonesia, ABDILLAH TOHA.Temanya sederhana sekali:
APA
ÉNAKNYA SIH JADI MENTRI?
* * *
Melalui dialog ini ternyata kami punya fikiran yang searah dan setujuan sekitar masalah yang menyangkut bangsa INDONESIA, dan jalan keluarnya.
Ditulis oleh AbdillahToha, Jadi menteri: siapa tak mau : a.l:
“Politik pada ujungnya adalah kompromi. Karenanya tidak akan ada kabinet yang sempurna. Yang diperlukan adalah kabinet yang walupun tidak sempurna tetapi berfungsi dan efektif dalam mengimplementasikan kebijakan presiden. Kabinet yang tidak memproduksi kejutan masalah. Kabinet yang padanya setiap saat presiden dapat mendeteksi progres implementasi program dan kebijakannya. Kabinet yang membantu presiden dengan masukan segar dan berharga bagi perancangan kebijakan. Dan yang terpenting, kabinet yang bekerja sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Bukan untuk partai atau kelompok kepentingan lain.”
* * *
* * *
Melalui dialog ini ternyata kami punya fikiran yang searah dan setujuan sekitar masalah yang menyangkut bangsa INDONESIA, dan jalan keluarnya.
Ditulis oleh AbdillahToha, Jadi menteri: siapa tak mau : a.l:
“Politik pada ujungnya adalah kompromi. Karenanya tidak akan ada kabinet yang sempurna. Yang diperlukan adalah kabinet yang walupun tidak sempurna tetapi berfungsi dan efektif dalam mengimplementasikan kebijakan presiden. Kabinet yang tidak memproduksi kejutan masalah. Kabinet yang padanya setiap saat presiden dapat mendeteksi progres implementasi program dan kebijakannya. Kabinet yang membantu presiden dengan masukan segar dan berharga bagi perancangan kebijakan. Dan yang terpenting, kabinet yang bekerja sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Bukan untuk partai atau kelompok kepentingan lain.”
* * *
Responsku terhadap tulisan Abdillah Toha, sbb:
Sebuah Pertanyaan untuk Abdillah Toha:
APA ENAKNYA JADI MENTRI???
* * *
PAK ABDILLAH TOHA YTH.,
Kutipan dari e-mail Anda. --- -- . " jadi-menteri-siapa-tak-mau. . . . . ."
NUMPANG TANYA . . .
APA SIH . . . . . . ENAKNYA JADI MENTERI?? . . .
APA SIH . . . . . . UNTUNGNYA JADI MENTRI??
* * *
Kalau tak salah PEMERINTAHAN JOKOWI akan LAIN SAMASEKALI DENGAN PEMERINTAHAN ZAMAN DAN KULTUR ORBA . . .
Jadi pejabat tinggi PEMERINTAHAN JOKOWI - - - seyogianya semakin dituntut pengabdiannya . . . harus KERJA KERAS !!
BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI, atau golongan atau parpol sendiri dan koalis - - -
SEMUA UNTUK DAN DEMI RAKYAT YANG SUDAH BEGITU LAMA MENDERITA . . . .,
Begitulah yang saya dengar . . . . !!!
Betulkah??
PAK ABDILLAH TOHA YTH.,
Kutipan dari e-mail Anda. --- -- . " jadi-menteri-siapa-tak-mau. . . . . ."
NUMPANG TANYA . . .
APA SIH . . . . . . ENAKNYA JADI MENTERI?? . . .
APA SIH . . . . . . UNTUNGNYA JADI MENTRI??
* * *
Kalau tak salah PEMERINTAHAN JOKOWI akan LAIN SAMASEKALI DENGAN PEMERINTAHAN ZAMAN DAN KULTUR ORBA . . .
Jadi pejabat tinggi PEMERINTAHAN JOKOWI - - - seyogianya semakin dituntut pengabdiannya . . . harus KERJA KERAS !!
BUKAN UNTUK DIRI SENDIRI, atau golongan atau parpol sendiri dan koalis - - -
SEMUA UNTUK DAN DEMI RAKYAT YANG SUDAH BEGITU LAMA MENDERITA . . . .,
Begitulah yang saya dengar . . . . !!!
Betulkah??
Salam hormat,
* * *
Respons
Abdillah Toha:
Pak Ibrahim,
Pak Ibrahim,
Sebaiknya
anda
baca dulu tulisan itu.
AT
JADI
MENTERI: SIAPA TAK MAU?
06
Aug 2014
Di
Amerika
Serikat, presiden Reagan pernah enam kali ditolak orang yang
tidak bersedia dicalonkan sebagai menteri dalam kabinetnya
karena
berbagai alasan. Kebanyakan alasannya mereka melihat jabatan
menteri
tidak menarik atau penghasilannya lebih rendah dari yang
mereka
peroleh sekarang. Presiden Nixon juga pernah mengalami hal
yang
serupa empat kali.
Lain
di
Amerika lain di Indonesia. Disini jabatan tinggi pemerintah,
khususnya menteri atau yang sederajat, diperebutkan. Jabatan
menteri
itu bergengsi. Dihormati dimana-mana. Disegani bahkan
ditakuti.
Fasilitas melimpah. Kemana-mana dikawal, naik mobil dibukakan
jalan
agar bisa mendahului pengendara lain. Tidak harus antri
seperti
rakyat biasa, termasuk antri menjabat tangan pengantin. Dalam
setiap
event penting, duduk di kursi terdepan. Dan seterusnya.
Setiap kali ada pergantian pemerintah, banyak tokoh berdebar menunggu dipanggil presiden. Ketika hari H pemanggilan mendekat, telepon genggam dinyalakan terus dan telepon rumah dilarang dipakai, kalau-kalau ada panggilan presiden lewat telepon. Ketika diangkat jadi menteri, bukannya istighfar minta ampun kepada Allah karena diberi ujian berupa tanggung jawab besar, tapi malah bersujud syukur.
Hari-hari
ini
banyak politisi, anggota DPR, pengusaha, akademisi, bahkan
aktivis dan pengamat berharap-harap cemas menanti keputusan
presiden
terpilih. Bagi politisi dan anggota DPR harus berbaik-baik
dengan
ketua umum partainya. Ditangan sang ketua umumlah usulan
menteri asal partai ditentukan. Biasanya di negeri ini ketua
umum
partai menawarkan dirinya terlebih dulu. Baru kalau ada posisi
tambahan dia akan mengajukan nama lain dari partainya. Yang
diajukan
biasanya yang dianggap paling loyal kepadanya.
Akademisi, aktivis, dan pengamat yang beraspirasi jadi menteri jauh-jauh hari sudah "berkampanye". Banyak muncul di publik, di media TV dan cetak, membuat berbagai komentar dan menulis kolom-kolom opini. Sebagian dari mereka juga ada yang menjalin hubungan baik dengan partai politik agar diusulkan menjadi menteri. Pengusaha atau eksekutif yang beraspirasi jadi menteri, biasanya mereka yang sudah mencapai prestasi puncak dan mencari tantangan baru. Atau pengusaha yang memandang jabatan menteri bisa memperluas jaringannya dan bermanfaat bagi kelompok usahanya.
Sinyalemen
diatas
berdasarkan pengalaman sejauh ini. Pasti ada pengecualian.
Kita percaya masih ada orang-orang Indonesia yang menyediakan
diri
menjadi menteri karena merasa mampu dan ingin sungguh-sungguh
menyumbangkan gagasan dan mengabdi bagi perbaikan nasib
bangsa.
Orang-orang ini biasanya low profile, pekerja keras yang tidak butuh pengakuan, bersih, dan tidak menawarkan diri. Mereka ada dimana-mana tapi kebanyakan berada di lingkungan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan think tank. Yang dicari oleh mereka bukan jabatan dengan segala gengsinya tetapi otoritas yang melekat kepada jabatan itu yang memungkinkan mereka mengimplementasikan gagasannya. Orang jenis ini jarang muncul di publik. Ketika muncul, biasanya mereka bukan untuk pencitraan tetapi benar-benar ingin membagi pikirannya yang bernas dan berdaya-guna kepada publik atau pemerintah.
Salah
satu
kriteria menteri kabinet Jokowi seperti yang sudah sering kita
dengar adalah memahami manajemen pemerintahan, disamping
kompeten
dalam bidangnya, kepemimpinan yang kuat, dan bersih serta tak
terbebani masalah masa lalu.
Track record dan pengalaman memang penting. Paling tidak, orang yang sudah berpengalaman, ketika diangkat jadi menteri dapat langsung segera bekerja. Orang baru biasanya perlu waktu untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Namun ada kelebihan tertentu ketika mendudukkan orang baru yang tidak dimiliki orang lama. Mereka yang berpengalaman, terutama pengalaman panjang dalam satu posisi, seringkali tersandera oleh pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan lamanya. Mereka sulit untuk keluar dari box pemikirannya yang itu-itu. Orang baru lebih leluasa dan lebih mampu berpikir out of the box.
Inovasi
baru
yang belum pernah ada selama ini dalam pembentukan kabinet
adalah diperkenalkannya tim transisi Jokowi-JK dan dibukanya
lebar-lebar masukan dari masyarakat untuk mengisi kabinet. Ini
konsisten dengan pernyataan Jokowi berkali-kali sebelum ini
bahwa
esensi dari demokrasi adalah mendengarkan suara rakyat.
Sebelum ini
pengisian kabinet lebih ditentukan oleh kelompok-kelompok
penekan
(pressure groups), utamanya dari partai pendukung. Namun
demikian ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tim Jokowi bila
ingin
mewujudkan sebuah kabinet yang efektif.
Pertama, jabatan presiden adalah jabatan politik. Dia tidak berdiri sendiri. Benar bahwa dukungan masyarakat adalah yang utama bila pemerintah ingin dipercaya dan bisa menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi nyata dalam pengelolaan negara. Namun dukungan lembaga-lembaga lain seperti DPR, KPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstutusi, BPK dan media serta lainnya tidak boleh dikesampingkan. Lembaga-lembaga ini punya peran besar dalam ikut menyukseskan (atau menggagalkan) program pemerintah. Perlu ada strategi persuasif untuk merangkul sebanyak mungkin pihak tanpa mengorbankan prinsip good governance.
Kedua, seperti diuraikan diatas, disamping nama-nama tokoh "selebritas", banyak talenta yang tidak menonjolkan diri tetapi mumpuni dan bisa bermanfaat untuk pemerintah. Tim transisi tidak boleh pasif dan sekadar menunggu usulan masyarakat atau masukan pihak lain. Perlu pro-aktif melakukan talent scouting sampai ke pelosok-pelosok negeri. Perlu dibuat daftar panjang talenta bangsa Indonesia baik yang berada didalam negeri maupun yang mungkin saat ini sedang bermukim diluar negeri.
Ketiga, negeri ini barangkali salah satu negeri termajemuk di dunia. Berbagai adat, bahasa, kebudayaan, etnis, agama, dan asal usul, membentuk satu bangsa yang disebut Indonesia. Masing-masing ingin terwakilkan dalam penyelenggaraan negara. Kabinet sejauh mungkin perlu mempertimbangkan multi aspek ini. Perlu pula ada keseimbangan jender. Untuk menghadapkan semua ini dengan syarat kompetensi, kepemimpinan, pengalaman dan sebagainya, diperlukan sebuah matrik pilihan menteri yang rumit.
Politik pada ujungnya adalah kompromi. Karenanya tidak akan ada kabinet yang sempurna. Yang diperlukan adalah kabinet yang walupun tidak sempurna tetapi berfungsi dan efektif dalam mengimplementasikan kebijakan presiden. Kabinet yang tidak memproduksi kejutan masalah. Kabinet yang padanya setiap saat presiden dapat mendeteksi progres implementasi program dan kebijakannya. Kabinet yang membantu presiden dengan masukan segar dan berharga bagi perancangan kebijakan. Dan yang terpenting, kabinet yang bekerja sepenuhnyauntuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Bukan untuk partai atau kelompok kepentingan lain.Dibaca : 54 kali
* * *
Diskusi kecil yang bermanfaat diatas, ditutup sampai disini. Dalam kesempatan lain kita bisa berdialog lagi . Salam hormat dan terima kasih kepada PAK ABDILLAH TOHA.
* * *
No comments:
Post a Comment