Kolom
IBRAHIM
ISA
Minggu
Pagi, 03 Agustus 2014--------------------------------------
SEJARAH, . . . . . .
SEJARAH INDONESIA
DI MATA “ORANG
ASING” . . . .
*
* *
<
Buku:
-- – – INDONESIA –
Lonely Plant (815 pages) Printed in Singapore – 2013.
By
Ryan Ver Berkmoes
(Co-ordinating author-Bali); Brett Atkinson
(Sumatra); Celeste Brash
(Sulawesi); Stuart Butler (Sumatra).-
>
* * *
Buku
tsb diatas baru kubeli di Toko Buku Bruna, Winkelcentrum
Amsterdamse
Poort, 29 Juli 2014 y.l Sahabat baik-ku jurnalis kawakan
(pensiunan)
Belanda kelahiran Indonesia, Hans BEYNON, yang baik hati,
menghadiahkan “boekenbon” padaku. Ia sering melakukannya.
Dengan
'boekenbon' itu kubelilah buku baru berjudul INDONESIA.
Secara
umum, -- buku tsb memang ditujukan bagi orang yang mau
berkunjung ke
Indonesia. Sangat informatif. Tetapi, aku mendapatkan penulisan
yang
serius dan banyak yang sesuai dengan kenyataan mengenai sejarah
kita. Buku ini bukan buku sejarah, Tetapi penulisannya mengenai
sejarah Indonesia pada pokoknya jujur, apa adanya.
Selain
cerita dan data mengenai Indonesia -- yang disajikan cukup
lengkap
dengan peta yang rinci.
Yang
paling
menarik bagiku adalah, bagaimana empat orang asing yang
terdiri dari penulis, wartawan dan pakar, memandang dan
menulis
tentang SEJARAH INDONESIA.
Bagian ini diberi judul 'Understand
Indonesia”.
Judulnya sudah simpatik. Bagian ini terdiri dari 55 halaman. Mulai halaman 698 s/d
753. Menurut urut-urutan
subjudulnya sbb:
1) -- INDONESIA
TODAY -- The world's
fourth most populace country has a vibrant economy and a
hopeful democracy. --
2). --
HISTORY . . From
pre-historic cultures, to the birth of nation Indonesia's
history is as fascinating as the country itself.
3) --
CULTURE, – Diverse
ethnicities and over 700 recognised languages are just the
start of Indonesia's amazingly rich culture.
4) -- ENVIRONMENT, -- It's not just orangutans.
Scores of species in the air and above and below the water
are found here and nowhere else
5) -- FOOD AND DRINK . . . Rich flavors redolent with spices are the
hallmark on Indonesias meals, with regional specialities
ranging from spicy surprises to fragrant favourites.
* * *
Tidak
ada salahnya, malah banyak manfaatnya, jika kita mau baca dan
pelajari tulisan orang asing tentang negeri kita ini. Kita
bisa belajar sesuatu dari padanya. Siapa tahu, barangkali
pengetahuan
mereka tentang negeri kita, sedikit lebih luas. Paling tidak
kita
bisa belajar dari cara mereka memandang dan analisanya tentang
Indonesia.
Ini
namanya dengan rendah hati hendak belajar dari orang lain.
* * *
Ini
yang langsung menyangkut SEJARAH INDONESIA ,
sbb:
HISTORY
Indonesia
is a young country and even the idea of a single nation
encompassing
all of its territory is barely a century old. The word
Indonesia
itself was little known until the 1920s, where colonial
subjects of
the Dutch East Indies seized on it as the name for the
independent
nation they dreamed of.
Their
dream was realized in 1949 after a long, hard battle to throw
off
colonial rule.
Since
then
Indonesia's growing pains have encompassed rebellions,
religious
strife, three decades of military dictatorship, much
bloodshed,
extremes of wealth an poverty., and expansionist adventures
into
neighbouring territories.
Today,
economic development has come along way and Indonesia is
maturing as
a multi-party democracy, though not without its problem areas.
Before
Indonesia, there was the Dutch Indies – itself an idea that
mutated
repeatedly over three centuries as hundreds of desperate
island
states came one by one under the umbrella of a colonial
administration. And before that, there were thousands of
islands with
connections of commerce and culture, some of which were
grouped
together underr the same ruler, while others were often not
even
united within themselves.
The
story
of how Indonesia became what it is today is a colourful
dance
of migrants and invaders, rebels and religions, kingdoms and
empires,
chereographed by Indonesia's island nature and its location
on
milllennia-old Asian trade routes.
Its
a
story full of heroes and villains, victors and victims, but
the
strangest part is how these 17.000-plus islands with their
739
languages and diverse cultures ever came to be a nation at
all.
* * *
Para
penulis juga mencerminkan kekhawtiran dunia luar mengenai
masaalah
toleransi dan intoleransi di Indonesia, khususny bersangkutan
dengan
perbedaan agama dan kepercayaan. Kekhawatian mereka
dituangkannya,
a.l sbb:: “TOLERANCE OR INTOLERANCE?. It was not long ago, at
the
Millenium, when there was blood in the streets from Lombok to
the
Malakus and religious and political factions settled scores
and
simply run amok. The calm of which is balm for anyone worried
that
the world's largest Muslim nation (nunerous large religious
minorities aside) could somehow come under the infuence of
radical
groups dedicated to reversing the so far relatively successful
Indonesian experiment in modest secularism.
Dengan
sendirinya publik dengan lega mendengar pendapat Hasyim
|Muzadi, -- mantan Ketua Umum PBNU, yang mendesak kepolisian
bertindak terhadap keberadaan dan kegiatan kelompok pendukung
ISIS ( Negara
Islam (di) Irak dan Syam),
di negeri kita. Diingatkan bahwa kegiatan mereka bertujuan
menegakkan
kembali suatu sistim kekuasaan feodal yang mengancam kesatuan
serta
keutuhan bangsa dan negeri kita.
* * *
Yang
paling jeli dan menarik yang ditulis penulis-penulis asing
ini, -- mengenai sejarah bangsa kita, ialah -- Bagaimana
kekaguman mereka
mengenai bisanya 17.000 pulau-pulau yang bicara 735 bahasa,
bisa
tumbuh dan berkembang menjadi satu bangsa. Dengan sendirinya
mereka
juga tidak habis heran, bagaimana satu negeri suatu negeri
kepulauan seluas Indonesia -- – bisa akur dan seia-sekata
menggunakan
SATU BAHASA sebagai BAHASA NASIONAL MEREKA,, Bahasa Indonesia!
Bagian
lainnya dari tulisan mereka mengenai sejarah bangsa Indonesia
sejak
berdirinya, ialah penamaan mereka terhadap rezim Orde Baru
selama
lebih dari tigapuluh thun. Yaitu --- sebagai SUATU REZIM
KEDIKTATORAN
MILITER dengan banyak pertumpahan darah, dan perbedaan yang
ekstrim
antara yang kaya dan yang miskin.
Empat
orang asing itu -- , berbeda dengan masih banyak
orang
Indonesia, termasuk para pakar sejarah dan intelektuil
umumnya, yang masih menganggap rezim Orde Baru di bawah
Presiden Suharto adalah
suatu pemerintahan yang stabil, makmur dengan Presiden Suharto
sebagai “BAPAK PEMBANGUNAN”. . . .??
* * *
NB:
– Teks diatas, yang dikutip dari buku “INDONESIA” tsb, adalah
teks asli bahasa Inggris. Sengaja tidak diterjemahkan, karena
bahasa
Inggris umum difahami oleh pembaca.
* * *
No comments:
Post a Comment