Kolom IBRAHIM ISA
Kemis, 28 November 2013--------------------------------------
DR ASVI W. ADAM SEKITAR TUDUHAN PROF SALIM SAID
              -- “KETERLIBATAN SUKARNO DNG G30S”
* * *
Beberapa tahun yang
        lalu sejarawan berbangsa Canada, John Roosa, menulis buku studi
        dan analisis mengenai G30S dan Pembantaian Masal 1965, berjudul
        “Dalih Pembunuhan Masal – Gerakan 30 September dan Kudeta
        Suharto di Indonesia. . . “ (Aslinya: .  Pretext for
            Mass Murder - The September 30th Movement and Suharto's Coup d'État
          in Indonesia).
Sebegitu jauh buku John
        Roosa tsb adalah yang mutkhir dan ditulis rapi berdokumentasi
        lengkap dengan argumentasi. Buku John Roosa tsb mengupas
        masalah-masalah, sbb:  
- 
        Pengungkapan dan penganalisaan G30S dan kelanjutannya
 - 
        “Kampanye pembantaian masal” terhadap PKI dan Kiri,
 - 
        Penggulingan Presiden Sukarno dan
 - 
        Jendral Suharto menggantikan Sukarno sebagai presiden RI –Buku “Dalih Pembunuhan Masal . . . “ . . . . . sarat dengan bahan lama dan baru, demikian “beratnya” dan cukup meyakinkan pembaca – sehingga begitu terbit , Jaksa Agung RI kontan mengeluarkan larangan terhadap buku John Roosa tsb. Namun digugat melalui Mahkamah Konstitusi, -- larangan Jaksa Agung itu, batal (Keputusan MK 13 Oktober 2010) .Dengan demikian buku John Roosa itu “legal” beredar kembali di Indonesia.
 
 * * *
 Sampai saat ini masih belum
            tampak adanya suatu bahan studi baru yang mampu melegimitasi
            versi Orde Baru, bahwa G30S didalangi PKI dan atau Presiden
            Sukarno. Juga masih belum ada bahan baru yang meyakinkan
            bahwa Presiden Sukarno ada di belakang G30S … atau
            bertanggung-jawab atas pembantaian masal yang berlangsung di
            bawah regi Angkatan Darat di bawah Jendral Suharto.
 Juga buku Prof Salim Said,
              diluncurkan bertepatan dengan ultah ke-70 penulisnya bulan
              ini, yang mencoba menyeret Presiden Sukarno sebagai yang
              juga bertanggungjawab atas pembantaian masal warga tidak
              bersalah, sekitar 1965,'66, '67 – atas dasar, ketika itu
              Sukarno masih Presiden RI – (dan “kalau tidak mampu,
              mengapa tidak mundur saja” -- merupakan argumentasi yang
              dicari-cari dan amat lemah, tidak ada syarat untuk disebut
              sebagai suatu argumentasi!  
 Wartawan Aboeprijadi Santoso
              menganggap “argumentasi” Salim Said itu “absurd”.
 Kita kembali mengulang
            pertanyaan yang sering diajukan publik: MENGAPA ADA G30S?
            Pertanyaan tsb mendapat jawaban John Roosa, sebagai
            sejarawan profesional, sbb: G30S itu adalah dalih, adalah
            alasan-bikinan, untuk melegitim pembasmian kaum Kiri dan
            Komunisme, dan kelanjutannya merebut kekuasaan dengan
            menggulingkan Presiden Sukarno.  
 Tujuan sejalan adalah untuk
            memperoleh kepercayaan dan kemantapan dukungan Amerika.
            Karena Suharto dkk tahu betul kekuasaan mereka hanya bisa
            tegak dan berlangsung, jika itu didukung, dibiayai dan
            dipersenjatai AS.
 * * *
 Kemis 28 November aku menerima
            sebuah kopi artikel yang ditulis oleh Peneliti Senior LIPI,
            Dr Asvi Warman Adam, berjudul: CULIK DALAM SEJARAH INDONESIA,
                dimuat tanggal 27/11/'13 di koan Tempo.
 Artikel
              Asvi Warman Adam memfokuskan pada “budaya culik”yang sudah
              berlangsung dalam perjuangan politik Indonesia sejak
              Proklamasi Kemerdekaan. Tulis Aswi a.l :
 “Konsep
                culik pula yang melekat dalam benak Soeharto ketika
                berpidato tahun 1980 tentang rencana menculik seorang
                anggota MPR bila jumlahnya berimbang dalam proses
                pengubahan  dasar negara Pancasila. Penculikan terjadi
                menjelang tahun 1998, pada beberapa aktivis muda yang
                dilakukan tim “Mawar” Kopassus.  Dari tahun 1945 sampai
                era reformasi, penculikan ini selalu menjadi kasus yang
                tidak pernah dituntaskan karena itu berpotensi terulang
                kembali.  
 Selanjutnya Aswi: --- “Bila
                  dibaca buku John Rossa “Dalih Pembunuhan Massal”, maka
                  gerakan 30 September itu tak lain gerakan penculikan
                  terhadap beberapa orang jenderal yang akan dihadapkan
                  kepada Presiden Soekarno. Hanya saja manuver ini
                  dilakukan sangat ceroboh sehingga dalam waktu sekejap
                  bisa dirontokkan. 
    
 Tibalah Aswi Warman Adam
                pada isi buku baru Salim Said:  
    
 “Teori John Rossa ini dimanfaatkan
                Salim Said dalam buku terbarunya “Dari Gestapu sampai
                Reformasi”. Salim juga setuju dengan penculikan yang
                dilihatnya sudah terjadi sejak zaman “daulat” pasca
                1945. Hanya saja pada kasus G30S, Salim Said menuduh
                Soekarno sebagai dalang peristiwa ini.  Ia menulis
                “gagasan awal yang kemudian muncul dalam bentuk Gestapu,
                bukan berasal dari Aidit, melainkan justeru berasal dari
                Soekarno sendiri. Pemimpin PKI itu hanya menumpang
                dengan memanfaatkan gagasan sang Presiden”. Mengapa
                demikian, Salim melanjutkan “Soekarno waktu itu memang
                sudah sangat kehilangan kepercayaan kepada Yani, di satu
                pihak, di pihak lain sang Presiden juga tidak cukup kuat
                dan yakin untuk begitu saja dengan normal menyingkirkan
                Panglima Angkatan Darat itu…Soekarno yang ingin tetap
                berkuasa sambil melindungi PKI (mempertahankan Nasakom),
                tidak melihat jalan lain, kecuali kembali kepada cara
                tradisional, daulat”. Rencana Soekarno itu bocor dan
                ditumpangi oleh PKI lewat Biro Chusus pimpinan Sjam. 
    
 * * *
 Selanjutnya Dr Asvi Warman
              Adam menjelaskan bahwa tuduhan Salim Said tidak didukung
              oleh alasan dan argumen yang kuat. 
    
 Silakan baca lengkapnya
              artikel Dr Asvi Warman Adam, sbb: 
    
Dimuat pada
                Koran Tempo, 27 November 2013 
    
 CULIK
                DALAM SEJARAH INDONESIA
 Asvi
                Warman Adam
Penculikan para
              pemimpin sudah terjadi di negeri ini sejak Indonesia
              merdeka. Yang pertama diculik adalah menteri negara Oto
              Iskandar di Nata Desember 1945. Sekelompok pemuda
              membawanya ke pantai Mauk Tangerang dan membuang
              jenasahnya ke laut. Penculikan berikut menimpa Sjahrir dan
              Tan Malaka yang dilakukan kelompok yang berseberangan. 
    
 Konsep
              culik pula yang melekat dalam benak Soeharto ketika
              berpidato tahun 1980 tentang rencana menculik seorang
              anggota MPR bila jumlahnya berimbang dalam proses
              pengubahan  dasar negara Pancasila. Penculikan terjadi
              menjelang tahun 1998, pada beberapa aktivis muda yang
              dilakukan tim “Mawar” Kopassus.  Dari tahun 1945 sampai
              era reformasi, penculikan ini selalu menjadi kasus yang
              tidak pernah dituntaskan karena itu berpotensi terulang
              kembali.  
 Bila
              dibaca buku John Rossa “Dalih Pembunuhan Massal”, maka
              gerakan 30 September itu tak lain gerakan penculikan
              terhadap beberapa orang jenderal yang akan dihadapkan
              kepada Presiden Soekarno. Hanya saja manuver ini dilakukan
              sangat ceroboh sehingga dalam waktu sekejap bisa
              dirontokkan.  
 Teori
              John Rossa ini dimanfaatkan Salim Said dalam buku
              terbarunya “Dari Gestapu sampai Reformasi”. Salim juga
              setuju dengan penculikan yang dilihatnya sudah terjadi
              sejak zaman “daulat” pasca 1945. Hanya saja pada kasus
              G30S, Salim Said menuduh Soekarno sebagai dalang peristiwa
              ini.  Ia menulis “gagasan awal yang kemudian muncul dalam
              bentuk Gestapu, bukan berasal dari Aidit, melainkan
              justeru berasal dari Soekarno sendiri. Pemimpin PKI itu
              hanya menumpang dengan memanfaatkan gagasan sang
              Presiden”. Mengapa demikian, Salim melanjutkan “Soekarno
              waktu itu memang sudah sangat kehilangan kepercayaan
              kepada Yani, di satu pihak, di pihak lain sang Presiden
              juga tidak cukup kuat dan yakin untuk begitu saja dengan
              normal menyingkirkan Panglima Angkatan Darat itu…Soekarno
              yang ingin tetap berkuasa sambil melindungi PKI
              (mempertahankan Nasakom), tidak melihat jalan lain,
              kecuali kembali kepada cara tradisional, daulat”. Rencana
              Soekarno itu bocor dan ditumpangi oleh PKI lewat Biro
              Chusus pimpinan Sjam.   
 Ada
              dua alasan yang dikemukan Salim Said untuk mendukung
              argumennya. Pertama, perintah Soekarno kepada Letkol
              Untung tanggal 4 Agustus 1965 dan kedua pertemuan Biju
              Patnaik dengan Presiden Soekarno tanggal 30 September
              1965. Saya melihat kelemahan kedua alasan itu. Pertama,
              tanggal 4 Agustus 1965 Soekarno mengalami stroke ringan.
              Apakah dalam kondisi seperti itu ia masih bisa
              mengeluarkan perintah ?  Lebih-lebih lagi, menurut Wakil
              Komandan Tjakrabirawa, Maulwi Saelan, tidak ada pertemuan
              antara Soekarno dengan Letkol Untung saat itu. Kedua, Biju
              Patnaik, industrialis dan pilot India yang pernah
              menerbangkan Bung Hatta ke India pada masa perang
              kemerdekaan, memang dekat dengan Bung Karno. Ia datang ke
              istana Merdeka jam 12 tengah malam. Ucapan Bung Karno,
              “kamu cepat-cepatlah pulang karena sebentar lagi saya akan
              menutup bandara” bisa saja dipahami sebagai omelan kepada
              seorang sahabat yang masih mau mengobrol terus saat tuan
              rumah sudah mengantuk. Disebutkan bahwa Patnaik bertemu
              Soekarno tanggal 30 September 1965 tengah malam di Istana.
              Jelas itu tidak benar, karena pada malam itu Soekarno
              tidur di rumah Dewi di Wisma Yaso. Alhasil, kisah Patnaik
              yang dituturkan kepada sejarawan AB Lapian beberapa puluh
              tahun setelah peristiwa itu terjadi, tidak akurat. Karena
              itu tidak bisa dijadikan bukti keterlibatan Soekarno dalam
              peristiwa G30S.   
 (Dr
              Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI)  
    

No comments:
Post a Comment