Kolom Ibrahim Isa
Senin, 26 Januari 2013
------------------------------
DIALOG INTER-AKTIF
-- SEKITAR PERJUANGAN MELAWAN LUPA Dan
-- DARI
MANA DATANGNYA DANA PERJUANGAN
Ada baiknya menyajikan di bawah ini DIALOG INTERAKTIF
di Facebook yang berlangsung dengan
Ester
Jusuf Purba dan
Dewi Anggraeni,
mengenai
masalah MELAWAN LUPA
dan dengan Bonnie Triyana mengenai masalah DANA
PERJUANGAN
*
* *
ESTER JUSUF PURBA
42 minutes ago
Banyak orang
terlalu lelah dan tak punya waktu untuk belajar tentang
hukum, atau paham tentang hak atau kewajiban mereka.
Jangankan mempelajari UU Penghapusan Diskriminasi Ras
dan Etnis --- keinginan untuk tahu pun sudah menguap.
Padahal semua aturan hukum berlaku baik bagi orang
dewasa maupun anak-anak.
Setiap pimpinan lembaga atau komunitas mampu mengatasi
persoalan ini jika mau. Misal dengan mewajibkan setiap anggota
kelompoknya mendengar pendidikan hukum atau informasi
berkaitan dengan diri dan lingkungannya 5 menit saja
setiap hari. Artinya dalam satu tahun minimal ada 300
jenis pengetahuan baru yang diterima.
Tidak harus menjadi besar dulu untuk bisa berbagi.
Saya pernah melihat seorang sopir angkot berbagi
pengetahuan hukum pada kawan-kawannya. "Pokoknya kita
tidak perlu takut di jalanan. Yang penting kita jangan
mukul duluan. Kalau orang mukul diem ajah, langsung
lapor polisi, pisum. Preman paling galak pun
kaing-kaing pasti minta maaf sama kita kalau sudah
ditahan"
Kewajiban Negara membuat rakyat melek hukum.
Namun menunggu secara pasif akan membawa kerugian
lebih banyak lagi.
* * *
Ibrahim Isa
Yang
lebi GAWAT LAGI yaitu ---- PENGETAHUAN TENTANG
PELANGGARAN HUKUM TERBESAR DALAM SEJARAH
INDONESIA - - - YAITU "PEMBANTAIAN MASAL 1965
OLEH APARAT KEAMANAN NEGARA terhadap warga tidak
bersalah ." . .. ITUPUN NYARIS DILUPAN KALAU
TIDAK MENERUSKAN
PERJUANGAN "MELAWAN LUPA". . . Dan perjuangan
melawan lupa ujung tombaknya adalah PENGUASA,
baik yang formal duduk di eksekutif,
legelslatif dan yudiktif maupun yang TIDAK
NAMPAK . . .
* * *
Dewi Anggaraeni
Kuncinya menjabarkannya dengan efektif
* * *
Bonnie Triyana
Saat meneliti arsip-arsip Henk Sneevliet di IISH, Amsterdam,
saya menemukan banyak surat menyurat antara Henk dengan
Semaun, Chiang Kai Sek, MN Roy, Sun Yat Sen, Tan Malaka dan
para pemimpin kiri lainnya. Yang mereka bicarakan soal keadaan
rakyat di Hindia Belanda, situasi politik mutakhir saat itu,
kondisi partai dan keadaan pribadi masing-masing. Yang lucu
ada satu surat dari Chiang Kai Sek yang mengatakan kepada Henk
kalau dia gak punya uang untuk mengongkosi Henk datang ke
Tiongkok.
Senin, 26 Januari 2013
------------------------------
DIALOG INTER-AKTIF
-- SEKITAR PERJUANGAN MELAWAN LUPA Dan
-- DARI MANA DATANGNYA DANA PERJUANGAN
Ada baiknya menyajikan di bawah ini DIALOG INTERAKTIF di Facebook yang berlangsung dengan
Ester Jusuf Purba dan Dewi Anggraeni, mengenai masalah MELAWAN LUPA
dan dengan Bonnie Triyana mengenai masalah DANA PERJUANGAN
* * *
ESTER JUSUF PURBA
42 minutes ago
Banyak orang
terlalu lelah dan tak punya waktu untuk belajar tentang
hukum, atau paham tentang hak atau kewajiban mereka.
Jangankan mempelajari UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis --- keinginan untuk tahu pun sudah menguap. Padahal semua aturan hukum berlaku baik bagi orang dewasa maupun anak-anak.
Setiap pimpinan lembaga atau komunitas mampu mengatasi persoalan ini jika mau. Misal dengan mewajibkan setiap anggota kelompoknya mendengar pendidikan hukum atau informasi berkaitan dengan diri dan lingkungannya 5 menit saja setiap hari. Artinya dalam satu tahun minimal ada 300 jenis pengetahuan baru yang diterima.
Tidak harus menjadi besar dulu untuk bisa berbagi. Saya pernah melihat seorang sopir angkot berbagi pengetahuan hukum pada kawan-kawannya. "Pokoknya kita tidak perlu takut di jalanan. Yang penting kita jangan mukul duluan. Kalau orang mukul diem ajah, langsung lapor polisi, pisum. Preman paling galak pun kaing-kaing pasti minta maaf sama kita kalau sudah ditahan"
Kewajiban Negara membuat rakyat melek hukum.
Namun menunggu secara pasif akan membawa kerugian lebih banyak lagi.
* * *
Ibrahim Isa
Yang lebi GAWAT LAGI yaitu ---- PENGETAHUAN TENTANG PELANGGARAN HUKUM TERBESAR DALAM SEJARAH INDONESIA - - - YAITU "PEMBANTAIAN MASAL 1965 OLEH APARAT KEAMANAN NEGARA terhadap warga tidak bersalah ." . .. ITUPUN NYARIS DILUPAN KALAU TIDAK MENERUSKAN PERJUANGAN "MELAWAN LUPA". . . Dan perjuangan melawan lupa ujung tombaknya adalah PENGUASA, baik yang formal duduk di eksekutif, legelslatif dan yudiktif maupun yang TIDAK NAMPAK . . .
* * *
Dewi Anggaraeni
Kuncinya menjabarkannya dengan efektif
* * *
Jangankan mempelajari UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis --- keinginan untuk tahu pun sudah menguap. Padahal semua aturan hukum berlaku baik bagi orang dewasa maupun anak-anak.
Setiap pimpinan lembaga atau komunitas mampu mengatasi persoalan ini jika mau. Misal dengan mewajibkan setiap anggota kelompoknya mendengar pendidikan hukum atau informasi berkaitan dengan diri dan lingkungannya 5 menit saja setiap hari. Artinya dalam satu tahun minimal ada 300 jenis pengetahuan baru yang diterima.
Tidak harus menjadi besar dulu untuk bisa berbagi. Saya pernah melihat seorang sopir angkot berbagi pengetahuan hukum pada kawan-kawannya. "Pokoknya kita tidak perlu takut di jalanan. Yang penting kita jangan mukul duluan. Kalau orang mukul diem ajah, langsung lapor polisi, pisum. Preman paling galak pun kaing-kaing pasti minta maaf sama kita kalau sudah ditahan"
Kewajiban Negara membuat rakyat melek hukum.
Namun menunggu secara pasif akan membawa kerugian lebih banyak lagi.
* * *
Ibrahim Isa
Yang lebi GAWAT LAGI yaitu ---- PENGETAHUAN TENTANG PELANGGARAN HUKUM TERBESAR DALAM SEJARAH INDONESIA - - - YAITU "PEMBANTAIAN MASAL 1965 OLEH APARAT KEAMANAN NEGARA terhadap warga tidak bersalah ." . .. ITUPUN NYARIS DILUPAN KALAU TIDAK MENERUSKAN PERJUANGAN "MELAWAN LUPA". . . Dan perjuangan melawan lupa ujung tombaknya adalah PENGUASA, baik yang formal duduk di eksekutif, legelslatif dan yudiktif maupun yang TIDAK NAMPAK . . .
* * *
Dewi Anggaraeni
Kuncinya menjabarkannya dengan efektif
* * *
Bonnie Triyana
Saat meneliti arsip-arsip Henk Sneevliet di IISH, Amsterdam, saya menemukan banyak surat menyurat antara Henk dengan Semaun, Chiang Kai Sek, MN Roy, Sun Yat Sen, Tan Malaka dan para pemimpin kiri lainnya. Yang mereka bicarakan soal keadaan rakyat di Hindia Belanda, situasi politik mutakhir saat itu, kondisi partai dan keadaan pribadi masing-masing. Yang lucu ada satu surat dari Chiang Kai Sek yang mengatakan kepada Henk kalau dia gak punya uang untuk mengongkosi Henk datang ke Tiongkok.
No comments:
Post a Comment